24| Niat dan Tekad Ezra

156 41 7
                                    


Assalamualaikum.
Utamakan vote sebelum membaca.
📌Tandai typo, revisi setelah end.
Selamat menyelam!

***(♡)***
"Jangan sudutkan diri ente menjadi yang paling bersalah di sini. Semua makhluk punya kehilafannya tersendiri, dari penyesalanlah mereka belajar. Belajarlah dari Sayyidina Umar bin Khattab."
—Gus Fatih
***(♡)***

"Gus Felix, terima kasih untuk hari ini. Ilmunya bermanfaat banget." Haidar mengemas peralatan alat tulis dan kitab kuning Ta'limul Muta'allim ke dalam tasnya.

"Seharusnya saya yang berterima kasih karena kamu mau berkunjung ke sini." Ezra juga merapikan kitab-kitabnya.

"Ya, Gus. Aku senang bisa belajar langsung sama Gus Felix."

"Saya juga. Oh, ya, itu kondisi ibu kamu gimana?"

"Alhamdulillah, sudah membaik, Gus." Haidar menutup ritsleting tasnya. "Mohon doanya ya, Gus, semoga Ibu sehat selalu. Semoga aku dilancarkan di kompetisi dakwah nanti. Berharap dengan mengikutinya bisa menjadi hadiah untuk Ibu."

"Aamiin. Saya doakan itu. Man jadda wa jada." Ezra tersenyum simpul.

Sebelum pamit, Ezra dan Haidar bersalaman dan beradu kepalan tangan sebagai tanda kedekatan mereka.

Sambil menunggu waktu asar tiba, Ezra termenung memandang langit di balkon kamarnya. Rumah Uma Khansa itu memiliki 2 lantai walaupun rumah tersebut sederhana dengan didominasi oleh dinding dan pintu yang terbuat dari kayu. Beberapa kali sudah terenovasi. Tarikan napas panjang Ezra embuskan. Kemudian, ia menatap sebuah cincin milik Abel yang diambil dari sakunya. Belum sempat ia kembalikan kepada sang pemiliknya.

Nada dering telepon berbunyi, Ezra merogoh ponselnya di saku celana untuk mengangkat panggilan itu.

"Assalamualaikum."

"Ya, waalaikumussalam, Ustaz."

"Alhamdulillah ... bahan-bahan bangunannya sudah sampai ke rumah, Gus. Pasir, beton, batako, semen, besi, dan lainnya. Ini benar-benar diluar ekspektasi saya."

"Afwan, Ustaz, panggil Ezra saja, ya. Kita udah kayak orang asing aja," guraunya terkekeh kecil.

Terdengar suara Ustaz Hanif tertawa di balik telepon.

"Ya sudah, iya, Ezra. Padahal, pengajuannya 2 Minggu lalu. Tapi, semua ini datang lebih cepat. Jadi, saya tidak perlu menunggu berbulan-bulan antrian," kata Ustaz Hanif pada panggilan yang tengah berlangsung itu.

"Alhamdulillah, saya senang mendengarnya, Ustaz. Itu semua karena Allah yang mudahkan jalannya bantuan ini," balas Ezra.

"Ya, terima kasih banyak, ya. Jazakumullahu khairan katsira, Ezra, Gus Fatih, dan Kiai Hasyim. Sampaikan salam saya pada Gus Fatih dan Kiai Hasyim, ya!"

"Nggeh, Ustaz. Waiyyaka. Akan saya sampaikan kepada mereka."

"Thayyib, saya akhiri, ya, Ezra. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Setelah telepon ditutup, Ezra menyimpan kembali ponselnya ke saku celana. Ia menatap cincin lagi. Sebuah tangan besar menyentuh pundaknya.

"Astagfirullah!" Ezra terkejut.

Gus Fatih tertawa kecil. "Lagi apa ente, Lix? Sampe segitunya? Cincin siapa itu?" tanyanya.

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now