22| Cerita dalam Angkot

184 44 4
                                    


Assalamualaikum.
Yuk, langsung vote!
📌Tandai typo, revisi setelah end.

Selamat menyelam!

***(♡)***
"Senyum itu penabur luka. Karena dengan senyum, kita merasakan ketenteraman dan kenyamanan. Senyum itu sedekah. Senyum juga akhlak mulia yang mendatangkan pahala, sebagai rasa syukur, dan merupakan sunnah Rasulullah."
Haidar Ali Zamzami
***(♡)***

Tiba dengan sepeda berkeranjangnya di sebuah rumah yang menjadi tujuannya, Sabila mengeluarkan sekantung keresek hitam dari keranjang sepeda. Gadis itu melangkah dan kemudian berhenti di depan pintu. Ia celingak-celinguk memastikan situasi. Dari jendela rumah bagian sana yang terbuka, Sabila melihat Mak Tini yang mengenakan kacamata sedang menyulam pakaian.

Gadis itu mendekat ke arah jendela. "Assalamualaikum, Mak."

Mak Tini mendongak mendengar suara pelan Sabila. "Waalaikumussalam," jawabnya langsung bangkit dan membuka pintu.

"Neng Sabil, baru pulang sekolah, ya?"

"Iya, Mak." Sabila menyalaminya.

"Tumben ke rumah Emak. Ada apa, Neng? Ayo, sini, masuk." Wanita yang sudah berusia 60 tahunan itu tersenyum menciptakan lebih kerutan di wajahnya, dengan senang hati mempersilakan Sabila masuk.

"Gak usah, Mak. Sabil gak akan lama, kok. Sabil cuma mau ngasih makanan buat Emak sama Bang Gojo. Keadaan Bang Gojo sekarang gimana, Mak?" Ia menyerahkan keresek berisi makanan itu pada Mak Tini.

"Ya Allah, Neng, beneran ngasih lagi? Kemarin, kan, sudah. Makasih, ya, Neng." Wajahnya tampak begitu senang tatkala melihat kantong keresek itu.

"Sama-sama, Mak."

"Alhamdulillah, Gojo udah mendingan. Tadi demamnya sudah turun."

Rasanya lega setelah mendengar itu. "Alhamdulillah, syukur, ya, Mak," ucap Sabila.

"Kemarin-kemarin Emak sedih, Neng, melihat kondisi anak Emak satu-satunya lemes dan demam tinggi," kata Mak Tini menunjukkan ekspresinya yang sedang dalam kesedihan.

"Emak jangan sedih, ya, Bang Gojo pasti sembuh, kok. Sabil bantu doa," ujarnya sambil memegang tangan Mak Tini, memberikan kekuatan padanya.

Sabila tahu bagaimana perasaan Mak Tini terhadap anaknya, ia bisa merasakan kesedihannya. Sosok ibu mana yang rela melihat anaknya sakit dan memiliki gangguan kejiwaan? Bukannya senang anaknya menikah dan berumah tangga, tapi bagaimana jika sang perempuan yang belum lama jadi menantunya itu malah menduakan cinta anaknya dan membawa kabur seluruh harta yang tersimpan di bank.

Algojo adalah anak satu-satunya, Mak Tini tidak siap jika harus lepas darinya. Berat rasanya melepas sang anak yang sedari kecil ia besarkan tanpa seorang ayah ke sebuah tempat bernama Rumah Sakit Jiwa. Mak Tini enggan menganggap Algojo memiliki gangguan jiwa, ia selalu mengatakan bahwa Algojo itu normal. Hanya saja butuh waktu untuk menyembuhkan mentalnya. Hal ini tentu bertentangan dengan pendapat Haris yang ingin agar Algojo ditangani oleh dokter kejiwaan, maka situasi desa khususnya Abel sebagai putri sulungnya aman tanpa aktivitas Algojo yang meresahkan.

"Aamiin, makasih, ya, Neng udah baik banget sama Emak dan Gojo. Semoga rezekinya lancar terus." Matanya terlihat jelas menguning, mungkin karena kekurangan tidur. Wajahnnya yang telah mengeriput di setiap sudut itu mencoba untuk tetap tegar, mengukir senyum demi menenggelamkan rasa lelahnya. Hal itulah yang membuat Sabila kagum kepada sosok wanita seperti Mak Tini.

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now