19| Sahabat Penabur Luka

108 28 15
                                    


Assalamualaikum.
Langsung vote aja, ya!
Gratis, tis, tis!

***(♡)***
"Perkara perihnya luka yang menjadi rahasia, biarlah doa menjadi cara untuk meminta, Allah selalu punya cara untuk menyembuhkan hamba-Nya yang terluka."
Zara Almahyra Hanifah
***(♡)***

"Assalamualaikum warahmatullah." Kepalanya mengarah ke kanan, kemudian ke kiri mengucap salam yang sama.

Zara mengusap wajahnya, lalu berzikir dan berdoa. Pengajian malam ini diliburkan, karena anak-anak sedang mengikuti kegiatan berkemah di sekolah, walaupun biasanya malam Selasa menjadi hari libur. Zara segera mengakhiri doanya ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Zara," panggil Ustaz Hanif.

"Buka aja, Bi. Pintu gak Zara kunci," responsnya.

Pintu pun terbuka. Menunjukkan wajah sang ayah yang tersenyum kepadanya.

"Ada apa, Bi?"  tanya Zara masih di posisi duduknya di atas kain sajadah.

"Itu, di depan ada Abel. Abi suruh masuk, tapi dianya gak mau. Kamu samperin, gih, sana," pintanya yang kemudian diiyakan oleh Zara. Setelahnya, Ustaz Hanif pergi.

"Abel ke sini? Mau apa, ya?" monolognya seraya melipat mukena beserta roknya. Ia pun bangun. Sayangnya, rasa sakit timbul di bagian perutnya. Zara meringkih menahan nyeri. Terduduk di lantai. Rasa sakitnya lebih nyeri dibanding kejadian waktu acara bazar di sekolah siang tadi. "Ya Allah, kenapa ini semakin sakit? Kumohon ringankanlah, ringankanlah," gumamnya.

Pelan-pelan gadis yang mengenakan gamis navy dan kerudung abu-abu itu berdiri. Zara mengatur napasnya sebagai cara menahan rasa sakitnya. Ia berjalan perlahan menemui Abel di depan. Begitu menemuinya, entah mengapa, rasa nyeri yang dirasakan Zara seketika perlahan menghilang. Justru Zara malah dibuat terkekeh melihat Abel memakai jas hujan, padahal tidak hujan.

"Abel, kenapa pake jas hujan malem-malem gini? Ada-ada aja." Lucu pikirnya.

"Zaraaa!" Abel sontak memeluknya. "Maafin aku, ya, aku gak bermaksud bohongin kamu. Aku sama Erwin sekarang udah gak ada hubungan apa-apa, kok. Kita pacaran cuma karena ada tugas drama aja, biar mendalami peran dan dapat nilai gede. Percaya sama aku, ya, Ra. Suer, aku beneran udah putus sama Erwin. Aku pengen berubah makanya gabung rohis, bukan mau numpang nama doang. Plis, percaya, ya. Jangan jauhin aku," ucap Abel menjelaskan cukup panjang.

Zara tahu sikap Abel yang ini. Meskipun bukan masalah besar atau hal kecil yang memicu kesalahpahaman antara mereka, Abel akan terus mengklarifikasinya tanpa terkecuali, berkali-kali. Bahkan, Sabila sendiri menilai tindakan Abel memang suka berlebihan dan terlalu gak enakan. Riweuh!

"Ya Allah, Bel. Cukup, ya, jangan begini. Aku percaya, kok. Yang udah terjadi biarlah jadi masa lalu. Udah, ya, jangan terlalu dibahas. Justru aku ikut bersyukur, dari itu kamu bisa petik pelajarannya," respons Zara menenangkannya.

Abel manggut-manggut melepas pelukan. Walau tidak menangis, tapi ekspresinya menunjukkan rasa bersalah. Matanya terus memperhatikan raut wajah Zara yang tersenyum tulus.

"Kamu gak marah, kan?"

"Kenapa harus marah?"

"Makasih, ya. Aku ke sini karena pengen ngomong langsung, itu aja. Gak tenang kalo gak ngomong sekarang."

"Dah, ya, Bel. Kamu inget, kan, prinsip persabatan kita?"

Keduanya mengucapkan seuntai kalimat secara bersamaan yang menjadi prinsip friendship mereka.

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now