23. Lailatul Qadar

2 0 0
                                    

Selamat membaca

Seperti biasanya, kedua sahabat itu sudah berjanji akan bertemu di perempatan jalan dekat masjid. Keduanya tentu akan melakukan salat isya serta tarawih berjamaah di masjid. Karena sudah ada Wening yang menemani dan kebetulan Fadil lewat, maka Tio dan Fadil pergi lebih dulu. Katanya, ada urusan sebentar.

"Itu Kak Tio sama Fadil mau ngurusin apa, sih? Kok mereka berdua kelihatannya serius banget?" Wening penasaran. Rasanya, ia tak pernah melihat kakak Tifanny itu meninggalkan Tifanny seperti ini. Walaupun sebenarnya tidak ditinggalkan mentah-mentah, karena ada Wening yang jaga. Akan tetapi, tetap saja biasanya lelaki pasti membuntuti dari belakang.

"Ndak tahu, Wen. Mungkin urusan remaja masjid. Mereka berdua 'kan ikut organisasi itu, di mana ketuanya adalah Kak Tio dan wakilnya ya ... Fadil," balas Tifanny sekedarnya.

"Wait! Mereka berdua berada di jabatan itu?" tanya Wening kaget. Sembari berbincang, Wening mendorong kursi roda Tifanny.

"Iya. Kamu baru tahu, kah? Udah jalan beberapa bulan, sih." Tifanny menerangkan.

"Berarti bisa lebih gampang dong jadi saudara iparnya!" ujar Wening sambil menurun naikkan alisnya, menggoda.

"Eh, maksud kamu apa!"

"Atau jangan-jangan ... mereka lagi ngurusin tentang kamu lagi?" tebak Wening, tetapi cukup ambigu untuk diterima oleh Tifanny.

"Ngurusin aku? Ngurusin gimana maksudnya?" tanya Tifanny dengan bingung.

"Ya, siapa tahu Fadil mau bilang sama Kak Tio bahwa dia mau melamar kamu. Lumayan, kan? Nikah muda kamu, Fan!"

"Wening! Ndak usah ngadi-ngadi, deh!" Tifanny kesal bercampur malu. Sahabatnya ini senang sekali menggodanya. Terlebih jika membahas tentang Fadil.

Wening tertawa sedikit kencang, sampai orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan heran. Sampai-sampai dirinya jadi ikut malu sendiri.

"Malu, kan?" sindir Tifanny.

Wening menetralkan dirinya, seolah tak terjadi apa-apa. "Eh, Fan, tadi sore saat aku lagi main handphone, aku nggak sengaja lihat di story wa banyak banget yang bagikan kiriman tentang malam Lailatul Qadar. Emang malam ini malam Lailatul Qadar, ya? Sampai-sampai orang banyak bagikan tentang hal itu." Untuk mengalihkan rasa malu, maka Wening bertanya hal tersebut.

Tifanny mengangguk semangat. "Iya, Wen. Malam ini malam Lailatul Qadar. Masa kamu ndak tahu?"

Wening menyengir. "Hehe. Lupa, Fan. Emangnya malam Lailatul Qadar itu apaan, sih? Tolong jelasin, dong!" pinta Wening antusias.

Tifanny tersenyum lebar. "Karena kamu semangat bertanya, maka aku juga bakal semangat jelasinnya. Jadi, Lailatul qadar merupakan malam saat Allah SWT menurunkan ayat pertama dalam Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Ayat pertama yang diturunkan yaitu iqra' yang artinya bacalah. Ada di dalam surat Al-Alaq."

"Oh iya! Aku pernah baca tentang surat itu, pertama kali diturunkan itu ayat 1-5, kan?" tanya Wening dengan semangat.

"Tepat sekali!"

"Em ... kira-kira amalan apa aja ya, Fan, yang bisa kita lakuin di malam ini? Tadi, aku sempat baca sekilas bahwa katanya salah satu amalan yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak doa, memohon ampunan, kesehatan serta keselamatan dalam agama, dunia dan akhirat. Emang bener?" tanya Wening antusias.

Tifanny mengangguk mantap. "Sayyidah Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah, 'Apa yang Engkau ucapkan dimalam Lailatul Qadr?' Rasulullah menjawab, yang artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun yang suka mengampuni, maka ampunilah aku.

"Ndak hanya itu, ada beberapa amalan lagi diantaranya; memperbanyak membaca Alquran, mengerjakan banyak kebaikan, sedekah serta amal-amal shalih. Sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidina Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, Setiap amalan dimalam Lailatul Qadr, sedekah, shalat dan zakat, lebih baik dari seribu Bulan."

"Wah! Berarti bagus banget, ya, malam ini? Kalau gitu jangan sampai kita lewatkan sia-sia, Fan!" seru Wening.

"Iya, betul! Rugi kalau disia-siakan."

"Makasih, ya, sudah mau menjelaskan. Aku jadi banyak belajar dari kamu," ujar Wening tulus.

Tifanny tersenyum. "Kita sama-sama belajar, ya."

"Kalau gitu ... kita percepat jalannya biar dapat shaf pertama!"

Mengejar LenteraWhere stories live. Discover now