29. Baju Lebaran

10 0 0
                                    

"Udah mulai panas, ya." Wening mengusap peluh di dahinya dengan ujung kaos longgarnya.

Tifanny yang semula memerhatikan bunga-bunga pun mengalihkan atensi, menoleh pada Wening yang duduk di sebelahnya. Hari itu, untuk ke sekian kalinya, Wening menemaninya berjemur di halaman rumah. Mulai dari mentari masih kuning malu-malu, sampai sekarang terang benderang.

"Mau udahan aja? Kita pindah ke dalam rumah aja gimana? Kebetulan kipasnya lagi kenceng, kita ngadem," kata Tifanny penuh promosi.

Membuat Wening hampir tergiur untuk menyetujui. Namun, segera tersadar dan menggeleng. "Tetep di luar aja. Biar langsung kelihatan tukang paketnya," tolaknya kaku, isyarat tak mau dibantah.

"Baiklah ...." Tifanny menghela napas. "Tapi pindah ke yang lebih teduh, yuk! Ke teras sana. Kurirnya bakal tetap kelihatan kok."

Wening merendahkan bahu. "Oke," putusnya lemah, lalu membawa tubuh bergerak meninggalkan tempat yang menjadi saksi awal pertemuan mereka sebulan lalu itu. Kini tak terasa waktu bergulir dengan cepat, tiba-tiba saja kebersamaan mereka sudah genap empat pekan, atau dua puluh delapan hari.

"Sudah sampai mana?" Setelah menyamankan duduk, Wening memanjangkan leher untuk mengintip ponsel yang menyala di tangan Tifanny.

"Baru jalan dari tempat transit di kabupaten." Tifanny mematikan layar benda pipih itu. "Yang kamu gimana?"

Wening merogoh saku rok jeansnya untuk mengeluarkan ponsel. "Sama," ucapnya beberapa saat kemudian setelah mengecek posisi barang yang dibelinya di salah satu platform belanja online.

Jadi, ceritanya hari itu mereka sedang menunggu kedatangan paket berisi baju pesanan mereka yang nantinya akan diberikan untuk satu sama lain. Wening membelikan untuk Tifanny, begitu pun sebaliknya.

Setelah melalui diskusi panjang, keduanya sepakat untuk saling memberi hadiah yang dibeli secara online karena khawatir jika pergi ke pasar akan bertemu lagi dengan para perundung menyebalkan. Lagipula di online begini harganya lebih miring dengan pilihan yang teramat variatif.

Itu sangat sesuai dengan budget yang mereka persiapan. Ya, meskipun isi hadiahnya rahasia, tetapi harganya jelas saling diketahui satu sama lain, karena itu ada dalam kesepakatan. Bagaimanapun mereka hanyalah remaja yang baru beranjak menuju dewasa muda. Penghasilan masing-masing dari kerja sambilan masih belum bisa membuat mereka bebas finansial. Apa pun tetap harus diperhitungkan matang-matang.

Wening menepuk-nepuk bibirnya yang baru saja menguap. Seperti kebiasaan, dia memang masih mudah terserang kantuk. Namun, perbedaannya kini dia sudah berubah untuk melawannya jika datang di waktu yang tidak tepat. Sembari mengusap muka untuk lebih menyegarkan diri, Wening mengucap topik random. "Ramadhan ini beda, ya?"

"Sangat!" Tifanny mengangguk-angguk. "Seperti yang kamu tahu, ini kali pertama aku menjalani Ramadhan tanpa orang tua. Namun, aku nggak terlalu sedih, karena ada kamu yang kembali menjadi teman perjalanan aku setelah vakum setahun lebih."

Wening menyengir. "Maafin aku yang tahun kemarin keasikan di kota rantau sampai lupa pulang kampung," katanya lagi-lagi merasa bersalah.

Tifanny tersenyum. "Enggak apa-apa. Setiap orang pasti ngalamin masa penasaran, pengen coba-coba, terus terlena sama hal yang baru. Kalau dalam hal positif, ya, teruskan. Tapi kalau agak negatif, ya, harus direkonstruksi."

Kedua jempol tangan Wening terangkat sebelah tinggi. "Bener!" serunya kelewat semangat. "Intinya Ramadhan kali ini memberikan kenangan baru yang indah banget buat aku. Perjalanan mengejar lentera, secercah cahaya hidayah itu ... sungguh luar biasa. Aku masih suka takjub kalau meresapi tiap kejadian dan obrolan kita."

Nertra Tifanny berkaca. Dia terharu. "Alhamdulillah. Semoga kita istiqamah."

"Assalamu'alaikum. Paket!"

"Nah!" seru Wening begitu seorang laki-laki ber-helm tiba-tiba saja sudah berdiri beberapa meter di depan mereka.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," sahut Tifanny yang lebih bisa mengendalikan diri. Gadis itu sigap mendorong kursi rodanya dan menerima dua paket yang kebetulan datang bersamaan. Setelah diambil foto, dia mengiringi kepergian tukang paket itu dengan senyum ramah.

"Ayo, ayo buka!" Dengan semangat empat lima Wening yang akhirnya sadar sepenuhnya, segera menyambar bungkus-bungkus plastik itu. Dia meneliti keduanya sampai menemukan bungkusan yang tertempel namanya. "Nih, semoga suka," katanya sembari menyodorkan pada Tifanny.

Tifanny menerima dengan tak kalah senang. Setelahnya sambil saling membelakangi, mereka berbarengan membuka hadiah masing-masing.

"Aaa!" Jeritan Wening melengking.

Tifanny sigap menoleh. "Kenapa?" tanyanya khawatir.

Wening malah memutar-mutar tubuhnya dengan kedua tangan memajukan isi bungkusan. "Gemes banget!" serunya riang. Tangan kanannya memamerkan gamis katun warna abu-abu muda dengan model depan yang penuh kancing sampai bagian kaki. Sementara tangan kirinya dililit kain wolfis abu tua yang cocok menjadi kerudung pashmina. "Walau kerudungnya agak belibet, sih," tambahnya sambil memelan.

Tifanny malah tertawa. "Sengaja. Aku bosen lihat kamu kerudungan instan terus. Kali-kali coba yang dirangkai sendiri, kayak pashmina itu," ujarnya menahan geli dengan alis bergerak-gerak, menggoda. Dia tahu sekali sahabatnya yang teramat simpel itu, anti menggunakan yang tidak instan.

Wening manyun. "Ribet."

Tifanny malah menajamkan pandangan. "Pokoknya harus dipakai!" titahnya tegas.

Bahu Wening melemas. "Kamu gimana? Suka?"

Tifanny tersadar belum selesai melepas plastik bening yang masih membungkus. Segera saja dia menarik dan mengibar-ngibarkan isinya. "Cantik," pujinya tulus. Matanya berbinar menatap gamis rayon bermotif bunga-bunga kecil dengan latar merah muda. Tambahan kerudung pashmina berwarna senada pun makin membuatnya gembira.

"Pilihanku, gitu." Wening mengangkat dagu. Berbangga diri.

"Makasih, ya." Tifanny meraih tangan Wening.

Wening balas mengusap tangan Tiffany. "Makasih juga, ya."

"Cobain, yuk!" ajak Tifanny semangat. "Nanti aku dandanin kamu!"

Wening malah mengerang frustrasi. "Ribeeet!"

Mengejar LenteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang