03. Si Brengsek Galen

164 15 0
                                    

Pernah merasakan sensasi digedor-gedor di dalam jantung? Itu semacam fenomena di mana jantungmu yang semula duduk dengan tenang, mendadak unjuk rasa.

Heboh luar biasa seperti sedang terjadi apa-apa.

Meski sudah membacanya puluhan kali di buku-buku novel, Kanala tidak tahu jika rasanya akan sangat menyebalkan. Malam minggu yang biasanya dia nikmati dengan menonton film pun ikut terganggu gara-gara fenomena ini.

"Analogi sederhananya begini, La. Lo bakar sampah. Terus asapnya kan ke mana-mana tuh, kena deh ke tetangga lo. Gak heran kalau tetangga lo ngamuk-ngamuk ke elo," kata Gentari malam kemarin, saat Kanala mengeluhkan hal yang sama.

"Lo tahu gimana caranya meredakan amukan tetangga lo? Minta maaf. Lebih bagus kalau lo juga beliin martabak atau mie goreng," imbuh Gentari.

Sebuah perumpamaan yang masih tidak dimengerti Kanala.

Ah ya, sumber keriuhan itu tentu saja Benua Kalundra. Andai Benua tidak menyapanya dan mendadak mengenalnya dua hari lalu, tentu Kanala tidak akan sericuh ini.

"Kanala!"

Kanala yang tengah berbaring melamun menatap langit-langit kamarnya tersentak. Gadis itu segera beringsut turun dari tempat tidur dan membukakan pintu.

"Kenapa, Ma?" tanyanya pada Dayita, ibunya.

Wanita usia kepala empat itu tersenyum lembut. "Ada Janu di bawah," katanya.

Kanala mengernyit. "Semalam ini? Dia mau ngapain?"

"Mama gak tahu. Katanya mau ketemu kamu. Mama suruh ke si—"

"Lalaaaa!"

Ucapan Dayita terpotong seruan nyaring dari arah tangga. Sontak ibu dan anak itu menoleh. Mendapati cowok tinggi kurus yang melambai riang pada Kanala.

"Gue pikir lo udah tidur," celetuknya sembari membuka jaket. Lalu menoleh pada Dayita. "Makasi ya, Tante, udah bangunin Lala. Janu ada perlu nih, sama Lala. Penting banget."

Mendapat pengusiran halus itu, Dayita hanya menghela nafas, menggeleng heran. "Mau minum?" tawarnya.

Namun, Janu dengan sigap mengangkat plastik dari salah satu minimarket di tangannya. "Janu bawa banyak jajan plus minumnya, Tante. Gak usah repot-repot," ujarnya.

Karena itulah Dayita lantas berderap meninggalkan kamar anaknya. Usai kepergian Dayita, Kanala lantas membukakan pintu kamarnya lebih lebar dan membiarkannya tetap seperti itu. Seperti biasa, Janu lantas menggelar makanannya di karpet dan ikut duduk selonjoran di sana.

Janu adalah sepupu Kanala dari jalur ayah. Berbeda dengannya yang merupakan anak tunggal, Janu punya dua kakak—barangkali, karena itulah mulutnya sedikit lebih ceriwis daripada cowok-cowok seusianya. Dan, karena seumuran, ayah Janu dan Pandu sepakat menyekolahkan anak mereka di sekolah yang sama sejak SD hingga SMP-nya.

Janu dan Kanala baru berpisah setelah Kanala memilih masuk SMA Darmawangsa—setelah Kanala melarikan diri-alih masuk SMA Negeri seperti yang dilakukan Janu.

"Gue ada info penting," ujar Janu pelan dengan mata menyala. Cowok itu menyeruput colanya.

Kanala berdecak. Info penting Janu adalah hal remeh-temeh yang tidak perlu Kanala ketahui.

"Apa lagi kali ini? Ibu kantin di sekolahan kamu ternyata biduan?" tembak Kanala. Gadis itu ikut mengambil soda dari plastik belanjaan Janu.

Janu tergelak. "Astaga, Lala! Lo udah ngerti banget ya, guyonan gue? Sampe ketularan."

Kanala memutar bola matanya jengah. "Itu karena aku udah keseringan sama kamu, tau! Buruan! Info penting apa yang buat kamu malem-malem datang ke sini?"

Djakarta, Pukul 11.11Where stories live. Discover now