13. Nonton Misalnya?

69 12 0
                                    

"Jadi, udah sejauh apa yang lo pelajari?"

Kanala menoleh. Askara Birru, yang entah datangnya dari mana tetapi tahu-tahu sudah duduk di sebelahnya, tersenyum hingga matanya mengecil. "Hai," sapanya terlambat.

Tersenyum kikuk, Kanala menyahut, "saya udah belajar sedikit tentang kualitas informasi akuntasi, Kak."

Iris kelam Askara tampak berbinar. Cowok itu mengintip ke buku Kanala. "Wah, keren! Gue lagi belajar itu di kelas, tau! Lo gak perlu masuk kelas sama Bu Arnida lagi kalau gini mah. Orang materi kelas 12 aja udah lo ubek-ubek," kelakarnya.

"Ah, nggak, kok. Saya masih baca-baca doang," sanggah Kanala.

Sejujurnya, gadis itu prihatin. Saking tak ada kegiatan lainnya dan saking gigihnya dia melupakan patah hatinya, Kanala jadi berjalan sejauh itu. Padahal seleksi olimpiade saja masih April tahun depan.

"Kan tetap aja lo udah paham duluan daripada temen-temen lo." Perkataan Askara menarik atensi Kanala kembali. Cowok itu menatapnya. "Lo emang biasa belajar di sini?" tanyanya.

"Ha?" Kanala memastikan pendengarannya. Lalu mengedar ke sekeliling. Sepi, tetapi suara berisik terdengar samar. "Lumayan sering, Kak. Gak banyak orang yang biasa ke sini."

Sejak awal masuk sekolah, Kanala sudah menemukan tempat ini dan menjadikannya tempat favorit untuk belajar atau hanya sekadar membaca. Bangku panjang di dekat tangga ke lantai tiga. Sejauh yang diketahui Kanala, tempat ini jarang dilewati murid-murid SMA Darmawangsa karena ada tangga lain yang lebih dekat.

"Tapi gue di sini, nih. Gimana dong?" Askara tersenyum kecil.

"Ya... kebetulan mungkin?"

"Kebetulan yang disengaja," sahut Askara terkekeh pelan. "Gue liat lo abis dari koperasi."

"Kak Askar ngikutin saya?"

"Emang boleh dibilang gitu? Gue gak merasa jadi penguntit, loh."

Meski jawaban Askara terdengar konyol, Kanala tertawa pendek. Dari awal Kanala sudah curiga jika cowok itu sedikit aneh.

"Tempat ini udah gak aman lagi, deh," ujar Kanala usai tawa pendeknya.

Askara mencebik. "Gue bukan hantu apalagi predator, ya. Tempat ini juga gak sespesial itu buat lo jadiin semacam basecamp."

"Seenggaknya di sini saya gak keganggu."

"Sebelum gue datang, right? Wah, bener-bener. Gue terluka banyak, nih, ngobrol sama lo."

Kanala tertawa lagi.

"Tapi gue suka."

Lalu, tawanya berhenti mendadak.

"Apa, Kak?" tanyanya memastikan.

Askara hanya tersenyum dan menggeleng pelan. "Btw, lo kalo ngomong emang seformal ini pake saya segala? Kerasa banget gue kek orang asing, loh," katanya. Sepertinya, cowok itu memang hobi melontarkan apapun yang terlintas di pikirannya.

Kanala hanya meringis kecil. "Sori, Kak. Saya kebiasaan."

"Tuh, kan! Saya lagi. Pake aku aja. Mau pake gue juga gak masalah."

Kanala mengangguk. Bertepatan dengan itu, bel masuk berbunyi nyaring. Cowok itu lantas mengeluarkan buku-buku yang sebelumnya entah dia simpan di mana hingga Kanala tidak melihatnya.

"Ini buku-buku yang lo minta," katanya. "Ngeliat semangat lo sekarang, gue yakin buku-buku ini gak butuh waktu lama buat lo lahap semua. Gue juga yakin, sih, seleksi olimpiade gak perlu diadain lagi ngeliat semangat lo ini."

Djakarta, Pukul 11.11Onde histórias criam vida. Descubra agora