09. Dua Pilihan

70 12 0
                                    

Sepertinya, Kanala pernah bilang kalau orang yang tampan dan populer merupakan sumber masalah. Kanala punya pengalaman yang amat buruk tentang hal itu.

Maka tak heran jika Kanala terlibat dalam forum diskusi mengarah interogasi di istirahat kedua, usai salat dzuhur. Siang ini, meja Selia, di kiri meja Kanala, jadi tempatnya. Deria duduk di sebelah gadis bertubuh tambun itu, Faiza dan Naura mengambil dua kursi untuk duduk di depan mereka, sementara Kanala duduk samping Faiza, sendiri.

"Jadi sebenarnya, ada hubungan apa lo sama tuh cowok? Apa yang lo sembunyiin dari gue, Nalaaaa? Udah saatnya lo jujur gak sih?"

Pertanyaan Deria, yang tidak ada pelan-pelannya itu, memantik rasa penasaran, tuduhan, kecaman, dan lain sebagainya dari tiga orang lain di lingkaran itu.

"Gue juga denger gosip itu," sahut Selia. Mata bulatnya menyala. Mendoan dan bakwan yang dia beli sebelumnya terabaikan begitu saja. "Katanya lo lagi jadi sasarannya Benua, ya, La? Kok bisa-bisanya, sih?"

"Sumpah, ya, La, gue lebih ikhlas kalau lo jadian sama Indra daripada tuh kakel buaya," timpal Naura menggebu-gebu. "Biar gue deh yang bantu benerin otaknya si Indra buat lo."

"Iya, La, jangan Benua." Faiza ikut-ikutan.

Padahal, Kanala tidak memiliki hubungan apapun dengan Benua. Okelah, Kanala menyukainya. Kanala senang karena ada manusia bernama Benua Kalundra di dunia ini. Namun, sejauh ini hubungan mereka hanya sebatas senior dan junior di satu ektrakurikuler yang sama—bonusnya, sikap manis yang entah apa tujuannya.

Kedua, Kanala juga tidak berencana untuk menyatakan perasaannya dalam waktu dekat. Kanala jera, tentu. Lalu, apa masalahnya? Bukankah selama ini Kanala sangat andal dalam hal menyukai diam-diam, terlepas baik buruknya orang tersebut? Kenapa sejak kemarin-kemarin, Deria—sekarang ditambah Naura, Faiza, dan Selia—mencoba menghentikannya dan menjauhkan Benua dari sekitarnya.

"Kalian ... ngomongin apa, sih?" Akhirnya, pertanyaan itu tersuarakan.

Deria, Naura, Faiza dan Selia kompak menatapnya dengan tatapan yang seolah berkata, "astaga, lo ini bodoh atau apa?"

"Astaga, Nala. Lo belum tahu?" tanya Selia histeris. Belum pernah Kanala melihatnya seperti itu. "Lo juga, Der. Lo kan se-ekskul sama Nala, kok gak ngasi tahu dia soal bahaya, sih?"

"Heh, gue bukannya gak ngasi tahu, ya. Gue udah pernah nanya ini ke Nala. Lagian gue pikir kemaren-kemaren tuh si Benua cuma iseng-iseng doang. Gak taunya keterusan," sahut Deria.

Kanala menghela nafas perlahan. Ya, barang tentu konteks 'bahaya' yang disebutkan teman-temannya mengarah pada sikap-terlalu-ramah Benua dan rumor buruk yang beredar tentangnya.

Hanya saja sejauh ini, Kanala hanya mengenali Benua yang baik hati, perhatian luar biasa pada junior sepertinya, dan... manis.

"Dia playboy, La. Lo belum tahu aja berapa banyak cewek yang dia dekati di sekolah ini. Itu cuma di sekolah ini. Kita gak tahu di luaran sana. Jangan tanya gue tahu dari mana. Kita sama-sama alumni SMP Darmawangsa, dan bibit buayanya udah ada sejak masa pubertas." Naura menjelaskan berapi-api. Wajahnya memerah, tampak begitu kesal dengan topik obrolan mereka siang ini.

"Lo pernah jadi korbannya, Nau?" tanya Faiza, keresahan yang juga Kanala pertanyakan.

"Nggaklah," sahut Naura sewot.

Deria menyentuh bahu Kanala. "Pokoknya lo jangan kemakan sikap baik dia, La. Modus doang itu. Setelah dia deketin lo, dia bakal ngilang entah ke mana." Deria ikut-ikutan memperingatinya.

Setelah Kanala ingat-ingat lagi, dia bahkan belum menjawab pertanyaan Deria tentang apa hubungan dirinya dengan Benua. Dan, karena Kanala tidak mengetahui sebanyak ke-empat sahabat barunya, Kanala tidak berani membantah atau membela Benua dari sudut pandangnya.

Djakarta, Pukul 11.11Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin