31. Hal-Hal yang Berubah

53 9 0
                                    

Jogja, September 2013

"Selamat ulang tahun Laaa—kok lo di sini?"

Gentari hanya menoleh sebentar sebelum kembali berkutat dengan ponsel pintarnya yang baru. Bersikap seolah-olah teriakan Janu tadi hanya sekadar angin lalu yang masuk dari jendela lalu menguap begitu saja.

Meski kesal, Janu tidak protes banyak. Dengan telaten, cowok yang akhir-akhir ini mengaku menyukai Bradley Cooper hingga mengikuti gaya rambutnya itu meletakkan satu-persatu bawaannya ke meja kecil yang biasa Kanala gunakan sebagai meja makan; pizza, ayam goreng, tiga gelas cola, kue ulang tahun berwarna ungu, dan beberapa kue kecil dengan aneka toping.

"Sok nanya gue ngapain di sini tapi lo bawa tiga cola ke sini," cibir Gentari di sudut kamar.

Janu meliriknya sebentar. "Gue tahu lo bakal dateng. Gue cuma nggak nyangka lo dateng secepat itu," jawabnya. "Lala mana, sih? Gue jauh-jauh loh dari Jakarta ke sini. Orangnya malah nggak ada."

Gentari mendekati meja. Mencomot toping cokelat dari kue yang dibawa Janu, gadis itu menjawab, "masih di kampus. Lagi sibuk foto-foto di dekanat mungkin dia."

"Ck! Gagal deh surprise gue."

"Gak bakal gagal. Percaya, deh! Dia aja mungkin lupa ini hari ulang tahunnya. Kayak lo gak kenal sepupu lo aja."

Janu misuh-misuh. Tentu, tidak usah berharap banyak. Terlepas dari ada tidaknya tuntutan Pandu, belajar mungkin sudah menjadi bagian dari Kanala Btari Sora. Sepupunya itu bahkan berkali lipat lebih giat belajar setelah Pandu membebaskannya melakukan apa yang dia inginkan.

"Aku mau ngambil sastra di UGM," katanya dua tahun lalu.

Jujur saja, Janu kaget waktu itu. Janu tahu betapa Kanala mencintai menulis. Hanya saja, melepaskan undangan masuk universitas negeri terbaik dengan jurusan yang diminati banyak orang dan memilih jalur ujian tampak sedikit nyeleneh. Terlebih jika disandingkan dengan karir menulis Kanala waktu itu yang sebenarnya tidak ada kemajuan.

"Satu-satunya alasanku mau ngambil sastra cuma kesenangan, Jan," alibinya waktu itu. "Aku ngerasa senang dan bersemangat karena aku bisa ngelakuin apa yang aku mau. Aku punya kesempatan ngejar mimpiku."

Begitulah, Kanala yang percaya bahwa kesuksesan dibangun dari 80 persen kepercayaan dan tekad, 10 persen doa, dan 10 persen bakat berakhir di Jogja, di salah satu kampus ternama, dengan prestasi-prestasi yang juga luar biasa.

Pintu indekos Kanala berderik. Janu dan Gentari kompak menoleh. Di sana, berdiri gadis berambut panjang dikuncir dengan kemeja yang basah di bagian bahu. Gadis itu tampak linglung sesaat.

"SELAMAT ULANG TAHUN, LALA!" pekik Janu memecah hening sesaat itu.

Kanala belum sadar sepenuhnya saat Gentari menarik tangannya untuk duduk. Pesta ulang tahun sederhana pun dimulai. Dengan tampang bodoh, Kanala meniup lilin berbentuk angka 20 itu, memotong kuenya, lalu mengaamiini doa-doa tak seberapa banyak yang dipimpin Janu dengan penuh hikmat.

"Siapa yang nyiapin semua ini?" tanya Kanala usai ritual pesta ulang tahun itu usai.

"Siapa lagi?" sahut Gentari.

Janu tersenyum lebar. "Keren kan, gue? Beruntung banget lo, La, punya sepupu kek gue."

"Alangkah baiknya lagi kalau hal yang sama lo lakuin ke pacar lo." Gentari nimbrung sembari menikmati ayam goreng.

"Dih," decih Janu. "Dedemit. Nyesel gue kenal sama dia. Untung ya, gue pacaran sama dia cuma sebulan. Kalau lebih bisa-bisa harta bokap gue ikut kekuras gara-gara dia."

"Dara, ya?" timpal Kanala. "Siapa sih, yang ngenalin ke kamu, Jan?"

"Siapa lagi? Sahabat baik lo, noh!"

Djakarta, Pukul 11.11Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin