15. Bertaruh

63 11 0
                                    

"Menyatakan cinta sama saja seperti bertaruh. Kau mendapatkannya, atau kau kehilangan segalanya."

Go Yu Rim

***

Benua memenangkan taruhannya.

Ke-entah berapa kali, Kanala mendapat peringkat satu. Semester ini dari 36 siswa. Euforia sesaat itu sempat dia rasakan di kelas. Ucapan selamat datang dari berbagai arah, sementara Kanala merasa tidak melakukan hal yang besar.

Namun, tidak ada yang membuat Kanala merasa lebih berdebar selain Benua. Tidak ada yang membuat hatinya terasa penuh—tetapi juga cemas dan gugup—selain sesuatu yang ingin Benua bicarakan dengannya. Sepanjang waktu Kanala tak berhenti bertanya; apa hadiah dari taruhan yang telah Benua menangkan ini?

Karenanya, Kanala agak terlambat keluar kelas—gadis itu menenangkan dirinya lebih dulu. Sialnya, Kanala lupa ada satu janji lagi yang harus ia sambut hari ini. Janji berbentuk cowok ikal yang menyambutnya di gerbang sekolah yang telah sepi.

Askara Birru.

Di mana Benua?

"Kanala," panggilnya. Menghentikan aksi toleh kanan-kiri yang dilakukan Kanala.

Meneguk salivanya, Kanala tersenyum kecut. Gadis itu menghampiri Askara. "Kak Askar nungguin aku?" tanyanya.

Askara mengangguk. "Walaupun gue batal ngajak lo makan bareng hari ini, gue rasa harus ngomong ini sekarang sama lo."

Mengapa semua orang ingin mengatakan sesuatu padanya? Sabtu ini? Di Jakarta ini? Secara bersamaan? Ini sedikit tidak masuk akal.

"Kak Askar mau ngomong apa?" tanya Kanala. Matanya liar mengarah ke banyak arah—masih mencari Benua.

"Lo lagi sibuk banget, ya?"

"Ha? Ah, nggak, Kak. Kak Askar bisa ngomong sekarang."

Askara menatapnya lama. Cowok itu menarik nafas panjang sebelum mengucapkan satu kalimat yang membuat jantung Kanala seperti digedor-gedor. Jelas ini bukan sensasi jatuh cinta seperti yang banyak dia baca di buku-buku fiksi. Ini benar-benar serangan jantung karena pengakuan Askara yang terlalu mengejutkan.

"La, gue suka sama lo." Askara mengulang pengakuannya. Sementara Kanala berharap kesadarannya segera kembali ke bumi.

"Oke, ini mungkin mengejutkan buat lo. Tapi gue udah suka sama lo bahkan sebelum kita ketemu di klub waktu itu. Lo buat gue jatuh dari pertama kali gue lihat lo di acara harlah Darmawangsa," jelas Askara.

Akhirnya Kanala sampai pada titik ini; kebingungan, huru-hara perasaan, tidak enak hati, dan kawan-kawannya yang membuat Kanala ingin menghilang saja dari bumi.

"Gue seneng tiap kali deket lo, La. Lo... kayak punya dunio lo sendiri. Orang lain mungkin melihat lo sebagai introvert yang anti sosial. Tapi justru di sana gue melihat dunia lo; mimpi-mimpi lo, ambisi lo, pikiran-pikiran unik lo, dan semuanya. Gue suka semua itu."

Seingat Kanala, pagi tadi Pandu mengatakan ingin menjemputnya lebih awal. Ke mana papanya itu?

"La, lo denger gue, kan?"

Kanala mengangguk berat. Apa yang harus dia lakukan setelah ini.

"Mungkin ini terlalu cepat, tapi... gue pengen kita lebih dari sekadar kakak adek kelas, La. Gue pengen jadi orang yang bisa lo andelin. Gue... pengen lebih dekat sama lo."

Mengapa Tuhan tidak memberkati manusia dengan kemampuan pingsan yang bisa direncanakan, sih? Sungguh, Kanala membutuhkannya saat ini.

"Kak Askar, aku...."

Djakarta, Pukul 11.11Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu