22. Kejutan Senin Pagi

49 10 0
                                    

Benua Kalundra pernah bilang begini, "awal-awal aku naik bianglala, La, aku ngerasa baik-baik aja. Ternyata bianglala segede itu gak semengerikan yang beberapa orang bilang. Aku semangat banget, sampai-sampai aku lupa kalau ketakutan itu justru datang saat aku lagi di puncak."

Saat itu, Benua benar-benar membicarakan bianglala yang mereka datangi di pasar malam. Namun, hal itu menjadi pengandaian yang tepat dengan apa yang dilihat Kanala di depan matanya saat ini; kertas-kertas putih dengan tulisan-tulisan subjektif tentang dirinya yang ditempel di mading lantai tiga.

Seharusnya lo nggak pernah ada di sekolah ini, Kanala Btari Sora!

Dasar cewek gatel! Gak tahu malu!

Lo terlalu sok cantik! Sok pinter! Aslinya lo cuma cewek munafik yang berlindung di balik muka sok polos lo!

Sumpah, lo memuakkan!

Kejutan pagi Senin yang seumur hidup tidak pernah dibayangkan Kanala akan terjadi dalam hidupnya. Sabtu kemarin, semuanya masih baik-baik saja. Minggu lalu, sebelum libur Ujian Nasional, semuanya masih baik-baik saja. Tidak ada yang aneh. Tidak ada orang yang menunjukkan tanda-tanda membencinya.

Kanala baik-baik saja. Di atas awan. Hari-harinya berjalan tenang dan lapang. Selain matematika, tidak ada hal berat lain yang dia hadapi. Lalu, dari mana datangnya perundungan mendadak ini?

"La, lo gak apa-apa?" Naura menopang kedua pundaknya agar tidak jatuh. "Kita ke kelas dulu aja yuk, La!" ajak gadis itu lagi.

Kanala menyerah. Enggan bertahan di antara lautan teman-teman seangkatannya yang memadati mading, gadis itu menyeret langkah mengikuti Naura. Faiza menyusul di belakangnya.

"Udah, La. Tenangin diri lo dulu. Gue tahu lo bukan orang yang kayak gitu." Faiza menenangkannya begitu mereka tiba di kelas.

Sayang, Kanala bahkan kesulitan untuk sekadar menyahut. Gadis itu hanya menunduk, tidak berani menatap wajah-wajah teman sekelasnya yang barangkali menatapnya dengan tatapan, "bener kan apa kata gue!"

Ini terlalu mengejutkan. Sungguh. Seingat Kanala, dia tidak bermasalah dengan siapapun di kelas, dengan teman seangkatan, di pramuka, di klub, atau bahkan dengan kakak kelas. Lagipula bagaimana mungkin Kanala bermasalah jika dia saja tidak berinteraksi dengan banyak orang.

"Masalah di mading udah beres!" Selia datang dengan nafas terengah. Rambutnya berantakan dan kemejanya kusut seperti baru menyelesaikan pertarungan sengit. "Udah gue buang semua. Yang baca juga udah keburu banyak, tapi masih anak-anak seangkatam kita, kok," imbuhnya mendatangi meja Kanala.

"Sumpah, ya, gue gak tahu orang kurang kerjaan mana yang nulis hal sampah kayak gitu! Norak banget, sumpah! Kalo dia ada masalah sama Nala, ya, samperin aja. Gak usah ngehasut orang-orang gitu." Naura bersungut. Suara tidak pelannya menyita beberapa perhatian orang di kelas yang berpura-pura sibuk.

"Gue gak bisa diam aja kayak gini." Naura kembali bersuara. Tatapan matanya berubah nyalang. "Gue mau cari sampe dapet siapa pelakunya. Pengen gue maki-maki tuh, orang."

"Nau, tenang dulu!" Faiza menahannya untuk tetap duduk.

"Gimana gue bisa tenang, Za? Tuh orang cari perkara banget."

"Siapapun itu, gue yakin dia bukan orang yang kenal Nala deket," sahut Selia. Gadis itu menepuk-nepuk bahu Kanala. "Udah, tenang aja, La. Anggap aja itu orang iseng. Atau orang yang... iri sama lo."

Di depannya, Naura dan Faiza yang sudah memindahkan kursi, ikut menenangkannya. "Iya, La. Gue setuju sama Selia. Siapapun dia, lo gak boleh terlihat kacau cuma karena pesan sampahnya," ujar Faiza.

Djakarta, Pukul 11.11Where stories live. Discover now