Between Hatred, Tears and Love

16.4K 741 6
                                    

"AKHG!!!" Nata berteriak histeris. Ia menjambak rambut dan mengabaikan rasa sakit dikepalanya. Ia kembali menangis tersedu-sedu.

Menelungkupkan kepalanya disela-sela kakinya. Ia terisak lagi.

Ia lelah menangis. Namun seakan tiada hentinya air mata itu terus mengalir dari matanya tanpa ia minta. Ia merasa menjadi wanita paling cengeng sedunia tapi siapa yang tidak akan berubah cengeng saat kalian berada di situasi yang sama sepertinya?

"Nata please keluar..." pinta seseorang dibalik pintu itu. Suaranya berat dan terdengar lirih. Ia kenal suara itu karena suara itu ialah suara yang sama seperti malam kelabu itu.

Nata tidak bergeming sedikitpun ia hanya terus terisak. Tubuhnya basah kuyup terkena siraman shower. Tapi sekali lagi ia tidak peduli.

"Nata... aku tahu aku salah tapi aku mohon Keluar yah kamu nanti sakit!" Nada suara itu terdengar khawatir. Tapi apa pedulinya? Ia mungkin akan menyakitinya lebih dari ini.

"Yaudah kalau kamu gak mau dengar kakak. Kalau gitu kakak pergi dulu. Kamu keluar yah kakak gak akan ganggu kamu" terdengar suara langkah menjauh.

Nata menghembuskan napas lega. Ia berusaha berdiri namun nyeri dibagian bawahnya kembali terasa dan membuat ia kembali terduduk.

Ia meringis kesakitan namun ia berusaha bangun kembali dan meraih knop pintu kamar mandi itu. Ia menyembulkan kepalanya keluar untuk memastikan pria itu sudah benar-benar pergi.

Dengan langkah terseok akibat nyeri dibagian vitalnya. Ia berusaha berjalan menuju walk-in-closet yang terletak tak jauh dari tempatnya kini berdiri.

Ia meraih koper kecil miliknya dan memasukkan beberapa pakaian miliknya. Ia harus pergi sekarang sebelum pria itu semakin berbuat lebih padanya. Ia harus mengakhiri semua ini.

***
Nata menatap dalam kamar bertuliskan angka 233 tersebut. Setelah menghirup udara sebanyak mungkin ia menguatkan hatinya dan memasuki kamar rumah sakit itu.

Terlihat seorang wanita paruh baya terlihat asyik memotong apel ditangannya. "Nata..." ucap wanita itu saat melihat sosok anak gadisnya.

Nata hanya tersenyum dan mendekati mamanya. Ia mengecup lembut tangan mamanya dan mendongakkan kepalanya menatap wajah mamanya. Wajah cantik yang kini telah menua termakan usia.

"Nata kangen mama!" Seru Nata dan memeluk mamanya erat. Mendekap mamanya seakan tubuh renta itu akan menghilang jika ia melonggarkan pelukannya.

"Mama juga kangen sama Nata" balas mamanya sambil mengelus punggung anaknya. Menciptakan sensasi nyaman hingga membuat Nata kembali mengeluarkan air matanya. Ia rindu Mamanya...

Dulu Mamanya pasti akan memeluknya erat dan mendengarkan seluruh keluhan Nata dan dulunya Nata tanpa sungkan akan menceritakan semua masalahnya pada Mamanya. Namun setelah Papanya pergi meninggalkan mereka demi wanita lain, jarak diantara ia dan Mamanya semakin menjauh. Mereka sibuk dengan kesedihan mereka masing-masing dan Nata pun tak ingin menambah sedih Mamanya. Namun rasa itu kembali lagi. Ia ingin mencurahkan rasa sakitnya... ia ingin membagi bebannya yang tiap hari kian menyesakkan. Tapi ia tidak bisa...

"Azka mana sayang?" Tanya Mama saat melepaskan pelukannya.

"Kerja Ma" jawab Nata cepat. Ia benci mendengar nama itu.

"Yah padahal mama kangen sama menantu kesayangan Mama" ujar mama. Tiba-tiba tatapan matanya menangkap sesuatu yang mencolok, sebuah koper kecil berwarna merah terang terlihat berada disamping sofa.

"Nata, kenapa bawa koper? Kamu gak kaburkan dari rumah?" Mama memicingkan matanya menatap anak tunggalnya itu.

"E-enggak kok Ma suar. Nata hanya mau bawa kopernya Sandra aja yang kelupaan" Nata menggigit bibir bawahnya berharap kebohongannya itu bisa diterima mamanya.

"Jangan bohong sama Mama. Mama tahu Nata" tegas Mama. Nata kini sungguh merasa tidak mampu lagi meneguk ludahnya. Mamanya benar, ia memang susah berbohong dihadapan Mama tapi apa ia kini harus mengatakan yang sejujurnya?

"Maaf ma" gumam Nata pelan yang lebih seperti cicitan.

Mama tersenyum dan mengelus lembut rambut panjang milik anaknya. "Jadi benar kamu ada masalah?"

Nata hanya terdiam. Ia merasa bingung apa ia harus mengatakan yang sejujurnya atau tidak jadi ia memilih diam saja.

"Baik kalau anak mama gak mau cerita tapi mama harap kamu bisa menyelesaikan masalah kamu bukannya lari dari masalah sayang" nasehat Mama.

***
Kamu harus selesaikan masalah kamu bukan lari dari masalah

Nata terus memikirkan nasehat mamanya. Yah mamanya selalu benar. Ia tidak bisa terus kabur seperti ini yang ada ia tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang ada tapi malah menunda selesainya masalah itu.

'Gue hanya harus nemuin Kak Azka sekarang dan bilang gue mau cerai dan semua selesai'

Nata menangguk akan ide yang muncul dalam otaknya. Ia menyedot kembali milkshake strawberry miliknya. Ia benci susu tapi entahlah mengapa saat ini ia malah memilih minuman itu.

Drett... drett...

Nata merogoh kantongnya saat ponselnya berdering. Namun tidak ada nama yang tercantum di ponsel itu.

"Halo?" Sapanya ramah.

"Ini aku seila, Kamu dimana?" Tanya penelpon itu dengan ketus.

Apa benar ini Kak Seila? Setahunya wanita yang menikahi mantan pacarnya itu ialah gadis yang anggun dan lembut bukan gadis yang dingin dan ketus.

"Aku di heaven cafe Kak. Kenapa?" Tanya Nata namun sial si penelpon itu malah mematikan sambungan telponnya.

Nata tidak ingin ambil pusing dan mulai menikmati sarapannya. Sepiring roti bakar dan milkshake strawberry-nya.

Nata menatap sekitar. Cafe yang letaknya dekat dengan rumah sakit tempat mamanya dirawat ini memang selalu ramai. Ia mengedarkan kembali pandangannya hingga ia menatap sosok yang tidak asing lagi baginya berjalan kearahnya.

Tubuh langsing dan jalannya yang anggun itu. Tidak salah lagi ia Seila. Gadis yang membuat gila suaminya dan gadis yang sama yang merebut Mantan pacarnya.

Nata tersenyum saat gadis itu kini telah berdiri di depan mejanya. "Hi Kak. Kakak udah sarapan? Mau aku pesenin?" Tanya Nata ramah.

Gadis itu menggeleng dan tanpa diduga mengambil milkshake yang berada di meja itu dan mengguyurnya pada Nata.

"Kak!" Pekik Nata. Ia menatap Seila dengan tatapan bingung dan malah dibalas dengan senyuman sinis milik Seila.

"LO CEWEK JALANG!!!" Teriak Seila dengan keras sambil melabrak meja dihadapannya. Dan pekikannya sukses membuat mereka kini menjadi pusat perhatian para pelanggan di cafe itu.

"Kak..." panggil Nata dengan lembut. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.

"Jangan sok polos deh. Lo ngaku aja kalau lo senang gue kayak gini? Gue udah ditinggalin sama Raka dan semua gara-gara elo!!!" Sungut Seila. Dan mata gadis itu tampak berkaca-kaca saat ini.

Nata berdiri dari tempatnya dan hendak memeluk Seila. Ia selalu tidak tega melihat orang lain menangis.

Plakk

Nata memegang pipinya yang memerah. "Kak ini gak seperti yang kakak pikir" jelas Nata.

Tapi sepertinya gadis dihadapannya itu tidak ingin mendengarkan apapun penjelasan darinya. "LO JALANG SIALAN! MATI AJA LO!" Umpat Seila.

"Lo puaskan? Gue udah tahu kok semua akal bulus lo jadi jangan sok baik lagi dihadapan gue"

"Dan gue pastiin gue gak akan tinggal diam dengan ini. Gue bakal balas lo lebih dari ini" gadis itu memperingatinya. Ia mendorong tubuh Nata hingga gadis itu tersungkur di lantai cafe.

Gadis itu berjalan menjauh dan menjauh meninggalkannya.

Tuhan, apa lagi ini?

Brokenheart Coupleजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें