Surrender

16.4K 806 12
                                    

Mobil range rover itu tampak membelah jalanan ibu kota. Jangan pernah berpikir bahwa ia akan membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi karena nyatanya mobil itu bahkan berjalan seperti siput. Macet? Tentu saja tidak bahkan beberapa mobil tanpa segan mengklakson mobil hitam itu.

Sang pengemudi hanya diam. Sun glasses yang digunakannya membuat siapapun tidak dapat membaca ekspresi pria itu.

Mobil hitam itu berhenti tepat di parkiran sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memandang sekilas bangunan putih itu. Kakinya seakan terpaku, ia tidak ingin berjalan masuk kedalam sana. Ia belum siap.

Namun tiba-tiba ponselnya berbunyi nyaring. Sebuah pesan masuk dari orang yang sangat tidak ingin ia temui.

Kantin RS. Cepat! Aku tungguin

Pria itu mendesah pasrah. Mungkin mereka memang harus bertemu saat ini.

Langkah kaki panjang pria itu membawanya ke depan pintu kantin rumah sakit itu.

Ia melempar pandangannya kesegala arah mencari sosok wanita itu. Jujur saja ia sedikit jengah dengan tatapan memuja wanita-wanita disana, entah dokter, suster ataupun pasien disana. Ia yakin jika ia membuka kacamata hitamnya itu mungkin mereka akan bersorak saat itu juga. Ck.

Tiba-tiba seseorang melambaikan tangan kearahnya. Ia sedikit terpaku memandang wajah itu namun ia segera tersadar dan berjalan mendekat.

"Hm... hi!" Sapa perempuan itu ramah dengan senyuman khasnya.

Cantik, mengapa ia baru sadar kalau gadis ini sangat cantik?

Azka kembali terpaku. Bagaimana bisa gadis yang beberapa waktu lalu ia lihat begitu terluka kini tampak begitu ceria?

'Dia pasti senang karena akhirnya bisa bersama dengan Raka' pikir Azka.

"Hey!" Wanita itu memukul bahu Azka menyadarkannya dari pikiran-pikiran aneh yang mulai berkeliaran diotaknya.

"Sorry. Aku..."

Belum juga Azka menyelesaikan perkataannya gadis itu sudah berdecak kesal dan walhasil ia memotong ucapan pria itu.

"Mana berkasnya?" Tanya perempuan itu tanpa basa-basi.

Azka membuka tas kerjanya dan mengeluarkan amplop coklat itu. Amplop sialan yang membuat ia tidak bisa tidur seharian.

"Ini" Azka menyodorkan amplop itu namun ditolak oleh perempuan itu.

"Aku pusing soal yang begituan. Kasih tahu aja dimana aku harus tanda tangan Kak"

Azka mengangguk. Ia membuka amplop itu dan menyodorkan sebuah kertas dihadapan wanita itu.

"Cukup tanda tangan disini Nat. Sisa berkas yang lain sudah aku kirim ke Pengadilan Agama" jelas Azka.

Nata hanya menganggukkan kepala tanpa perlu mendongakkan kepalanya.

Namun saat Nata hendak menggoreskan pena diatas kertas itu Azka tanpa sadar menghentikannya. Ia memegang erat pulpen itu seakan meminta Nata untuk tidak membubuhkan tanda tangannya.

Nata mendongakkan kepalanya. Keningnya berkerut bingung.

"Apa?"

"Kamu yakin beneran mau cerai?" Tanya Azka lagi. Katakan ia egois tapi ia merasa tidak ingin melepaskan gadis itu. Kenapa? Entahlah.

Gadis itu menganggukan kepalanya dengan yakin. "Kontraknya kan bilang kalau kita berhasil berarti secara tidak langsung kontrak pernikahan ini juga habiskan?"

Ah, kontrak sialan itu! Ia bahkan hampir lupa dengan kontrak itu.

"Tapi kamu gak mau pertimbangin lagi Nat? Maksud aku... keluarga kita pasti sedih" Azka kembali me-lobby berharap.wanita itu berubah pikiran.

"Aku akan jelasin Kak. Mereka pasti mengerti" Nata menjawab dengan tenang pertanyaan itu.

"Kenapa kakak tanya kayak gitu? Jangan bilang kakak suka sama Nata" wanita itu mendelik kearahnya.

Azka tampak gelagapan namun ia secepat kilat merubah ekspresi keterkejutannya. Ia tertawa keras dan hingga membuat beberapa pengunjung kantin itu menatap mereka.

"Aku? Suka sama kamu? Hahaha... jangan bercanda Nata. Kamu bukan type saya" Azka mengutuk mulutnya yang sangat pandai berbohong itu saat melihat air muka perempuan dihadapannya itu.

Ada perasaan bersalah yang sangat besar saat tanpa sengaja ia melihat ekspresi sedih wanita itu walaupun perempuan itu dengan cepat merubah ekspresinya dan kembali memasang wajah ceria dengan cengiran diwajahnya.

"Iya juga sih hehehe" sahut Nata dengan cengiran lebarnya. Memperlihatkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Yaudah. Kamu tanda tangan gih" perintah Azka dengan enggan.

"Sabar om!" Dengus Nata dan mulai membubuhkan beberapa tanda tangan keatas surat itu.

"Ini udah" Nata menyodorkan kembali kertas sialan itu kehadapannya.

"Aku harap kakak akan selalu  bahagia dengan Kak Nata. Maaf udah selalu menyusahkan Kak Azka" ucap gadis itu dengan lirih saat Azka sibuk memasukkan berkas itu.

Semoga Nata...

***
"Dengan ini saya putuskan bahkan saudara Azka Putra Altariq dan saudari Tania Natasha Rigantara resmi bercerai" Hakim itu memukul palu sebanyak tiga Kali.

Azka berdiri dari kursi pesakitan. Rahangnya mengeras dan ia sedari tadi terus mengepalkan tangannya hingga buku tangannya memutih.

Setelah pembacaan keputusan hakim itu ia segera melangkahkan kakinya dengan angkuh keluar dari ruang sidang 'sialan' itu. Semua sudah berakhir. Benar-benar berakhir.

Sedangkan disisi lain, seorang wanita tampak menatap kepergian pria itu dengan lirih. Jika ia ditanya apakah ia mencintai pria itu maka jawabannya ialah IYA.

Entah sejak kapan cinta itu mulai tumbuh tapi ia sadar cinta terkadang muncul karena kebersamaan dan terkadang kita baru menyadarinya saat orang yang kita cintai telah pergi. Dan hal itu terjadi padanya.

Nata baru menyadari bahwa selama ini ia mencintai pria itu. Ia merasa cemburu saat pria itu bersama dengan wanita lain, ia bahagia saat pria itu disampingnya bahkan setelah pria itu melukainya. Ia dulu pernah bertanya apa betul ada cinta yang seperti itu? Ia pikir itu hanya ada dalam fairytale atau novel picisan tapi ia kini menyakini bahwa cinta seperti itu betul ada.

Tapi cinta tak harus selalu memiliki kan? Ia sadar bahwa perasaan yang selama ini ia miliki adalah salah. Ia harusnya sadar bahwa dari awal cinta pria itu hanya untuk gadis lain yang tentu bukan dia.

Ia tentu kecewa. Tapi sekali lagi ia sadar bahwa ia jatuh cinta pada pria yang salah.

Semoga Kakak bahagia. Dan terima kasih untuk semuanya.

Brokenheart CoupleWhere stories live. Discover now