Don't Wake Me Up!

19K 744 31
                                    

If it's a dream, please don't wake me up - Azka Putra Altariq -

***
"AZKA!!!" Pekikan suara keras terdengar namun seakan tuli Azka tak mendengarkannya.

"Nata..." gumamnya untuk kesekian kali. Tanpa ia sadari air matanya kembali menetes.

"Astaga Azka! Lo demam..." Bryan menyentuhkan punggung tangannya ke dahi sepupunya itu. Panas tubuh pria itu seakan menyengatnya.

Azka membuka matanya perlahan. Rasanya sekujur  tubuhnya lemas dan pegal. Ia mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Untuk kesekian kalinya ia menangis. Padahal ia seorang yang anti dengan air mata. Menangis hanya untuk orang yang lemah. Namun ia benar-benar tidak kuat saat ini. Ia lemah.

"Bryan... gue takut" ucap Azka lemah. Ia terduduk di kasurnya saat ini. Seingatnya tadi ia tertidur di meja makan setelah asyik merokok.

"Lo mimpi lagi?" Tanya Bryan lembut.

Azka menganggukkan kepalanya seperti anak kecil. Terdengar suara hembusan napas kasar milik Bryan, jika boleh ia jujur ia sedih melihat sepupunya yang ia kenal pantang menyerah itu menjadi seperti ini dan sialnya dia ikut berkontribusi dalam keterpurukan sahabatnya itu. Ia menyesali tingkah bodohnya dulu.

"It's just a nightmare ok?" Ucap Bryan menenangkan.

Azka menggeleng lemah. "Tapi rasanya begitu nyata. Gue... gue lihat dia di pelaminan tersenyum bahagia. Rasanya sesak disini" Azka menunjuk dadanya.

Ia mengusap wajahnya dengan frustasi. Mungkin sebentar lagi mimpinya akan menjadi nyata.

Hari ini hari pernikahan Nata dan Dokter Deri.

"Ya Tuhan... gue benar-benar tidak sanggup lagi" keluh Azka. Matanya memerah, kantong matanya menghitam. Wajah pria itu tampak menyedihkan saat ini, lebih buruk dari kemarin.

"Apa gue bunuh diri aja yah Bi? Gue gak sanggup lihat mereka"

Plakk...

Bryan memukul kepala Azka tanpa rasa kasihan. Pudar sudah rasa kasihannya pada sepupunya itu.

"Anjrit! Sakit bego!" Keluh Azka sambil mengelus kepalanya.

"Gila lo! Lo pikir kalau lo bunuh diri lo bakalan hidup bahagia hah? Lo mau masuk neraka?" Bryan menggelengkan kepalanya. Mungkin karena demam tinggi membuat fungsi otak sepupunya yang ia kenal genius itu menjadi error.

Azka memicingkan matanya menatap Bryan. "Sejak kapan lo jadi kayak ustadz gini?"

Bryan memutar bola matanya. "Udah! lo minum obat dulu gih. Otak lo jadi miring gara-gara demam" Bryan memberikan paracetamol pada Azka dan tak lupa segelas air putih yang ia letakkan di nakas.

Setelah meminumnya Azka mulai membaringkan tubuhnya ke ranjang. Matanya mencoba terpejam namun setiap ia memejamkan mata cuplikan scene dalam mimpinya kembali muncul.

Azka kembali bergelung dengan gelisah. Sesekali ia mengecek jam weker di nakas. Beberapa jam lagi wanita itu akan menjadi milik pria lain.

Ia merasa seakan menunggu detik-detik eksekusi matinya. Jarum jam itu terus berputar cepat. Bagaimana Azka bisa istirahat tenang saat ini? Ia rasa napasnya semakin berkurang tiap detik.

2 jam lagi. Astaga...

Azka sadar ia sudah bergelung di kasurnya berjam-jam. Seperti wanita hamil yang sulit terbangun dari tidurnya. Ia rasa tubuhnya semakin melemas.

Dret dret...

Ponselnya bergetar. Ia sengaja tidak memasang nada ponsel. Ia benci harus mengurusi perusahaan disaat ia sedang kacau seperti ini.

Brokenheart CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang