Sorry, But...

16.2K 710 0
                                    

Tawa riang Zelo dan Zen kembali terdengar dari arah ruang tengah. Nata tersenyum dan mulai membawa nampan berisi cookies yang baru saja ia buat.

"Ayah ayo!" Pekikan suara menyemangati dari Zelo terdengar keras.

"Yee Zen menang!!!" Seru Zen beberapa menit kemudian. "Jadi ayah beliin Zen robot-robotan yah"

Azka tertawa dan mengacak rambut anaknya itu. "Iya. Ayah beliin Zen ama Zelo robot-robotan"

Mereka sedari tadi asyik dengan Xbox hinggan tak menyadari kehadiran Nata dibelakang mereka. Hal ini sudah menjadi rutinitas seminggu belakangan ini.

Azka akan datang ke rumah dan mengajak kedua putranya bermain atau berjalan-jalan keluar. Seakan dia menghapal seluruh jalan yang ada di Makassar dan disitu Nata lah yang menjadi pemandu jalannya.

"Kalian mau tidak kalau Ayah bawah pulang ke rumah?" Tanya Azka sambik mencomot cookies buatan Nata.

"Ini kan rumah kita Yah" balas Zelo kebingungan.

"No! Rumah Ayah di Jakarta sayang, kalian mau kan?"

"Jakarta yang ada monasnya itu kan yah?" Tanya Zen dengan semangat.

Azka mengangguk. "Nanti Ayah bawa kalian kesana. Tapi kalian mau kan pulang ke rumah Ayah?"

Zen dan Zero saling menatap satu sama lain dan kemudian menganggukkan kepalanya.

Azka merasa sangat lega. Ia hanya perlu membujuk Nata untuk ikut bersamanya ke Jakarta. Rumah mereka sesungguhnya.

Ting tong

"Itu pasti Ayah Deri!!!" Pekik Zen girang dan berlari menuju pintu diikuti Zelo didepannya.

Azka hanya duduk manis didepan tv sambil mencomot cookies buatan Nata hingga tubuh tinggi tegap milik dokter muda itu terlihat disusul dua bocah laki-laki yang menggelayuti tubuh tinggi pria itu.

"Hi Bro" Sapa Azka dan berjalan meraih kedua putranya yang melengket bagaikan lem di tubuh Dokter Derian.

"What are you doing here?" Tanya Azka lagi setelah membawa kedua putranya itu untuk duduk manis di sofa.

"Biasanya gue emang kesini buat nemenin anak-anak. Gue free tiap minggu walaupun gue harus siaga nunggu telpon dari rumah sakit" jawab Dokter Deri kalem.

"Ayah Deri suka bawa kita jalan-jalan loh Yah. Main di waterboom, ice skating di mall, banyak deh" celoteh Zelo.

Hati Azka merasa ngilu. Harusnya ia yang selalu menemani si kecil kemana-mana, mengajak mereka bermain namun malah orang asing yang menemani mereka dan menyayangi mereka dengan tulus. Pantas saja mereka memanggil Dokter Deri dengan sebutan Ayah.

"Terima kasih udah jagain mereka selama ini" Azka menepuk pelan bahu Dokter Deri.

"No problem. Gue gini karena gue sayang sama mereka. Gue udah jatuh cinta dengan mereka saat pertama kali mereka lahir di dunia. Lo tahu mereka kelihatan seperti malaikat kecil buat gue", Dokter Deri menerawang ke langit-langit. Mengingat saat ia pertama kali mendengar suara tangisan bayi yang merdu juga wajah mungil mereka saat baru dilahirkan.

Ia ingat saat itu ia menangis terharu saat menggendong kedua bayi itu. Ia memang bukan ayah kandung mereka namun ia merasakan dirinya bergetar saat menyentuh kedua bayi milik sahabatnya itu.

"Gue harap gue yang ada saat hari itu. Tapi gue berterima kasih karena lo udah mau gantiin gue nemanin Nata saat persalinan"

Azka kembali merasakan ngilu di dirinya. Ia juga merasakan ketulusan di wajah tampan dokter muda itu dan hal itu membuat ia merasa iri.

***
Malam ini Azka membawa Nata berjalan-jalan atau mungkin berkencan. Dokter Deri memberi mereka waktu luang bersama dengan membawa kedua putranya bermain di Trans Studio.

Mereka berkeliling kota Makassar sambil berwisata kuliner. Mencoba makanan yang belum pernah di coba oleh Azka seperti coto Makassar, pisang hijau dan makanan lain yang entah apa namanya.

Kini mereka berada di Pantai Losari. Disuguhi pemandangan laut, Masjid terapung, dan beberapa stand makanan di pinggir jalan. Dan yang paling ia sukai saat mereka menikmati pisang epe. Namanya terdengar lucu namun saat ia tanya ternyata kata epe itu berasal dari bahasa daerah setempat karena pisangnya di gepengkan dan kemudian dibakar diatas tungku arang dan diberi saus dari gula merah.

"Nata..." Azka memanggil nama Nata dengan lembut. Wanita itu memalingkan wajahnya dari arah laut ke wajah Azka.

Anak-anak rambutnya beterbangan. Mata hitam pekatnya terlihat bercahaya terkena sinar bulan. Ia cantik bahkan hanya dengan make up tipis seperti saat ini.

"Sorry for everything..." Azka memegang tangan Nata.

Nata menganggukkan kepalanya. Senyum indah tak pernah pudar dari wajahnya. "Aku udah maafin Kakak jadi Kaka berdiri dong gak enak dilihat orang"

Azka menggelengkan kepalanya. Ia sangat ingin mengutarakan perasaannya. Ia harus segera kembali ke Jakarta dan ia tidak ingin meninggalkan Nata dan kedua putranya disini.

"Nata, kamu mau gak balik ke rumah kita? Nata... aku mohon berikan aku kesempatan sekali lagi untuk merubah segalanya, memperbaiki semua kesalahanku di masa lalu"

"So, can you give me one chance agian?" Tanya Azka dengan lembut. Ia mengeluarkan kotak beludru silver dari kantong celananya.

Cincin berlian saat pernikahan mereka.

Air mata Nata menetes mengalir turun melewati pipinya. Ia menggigit bibirnya menahan seluruh emosi dalam dirinya.

"I'm sorry..." ucap Nata dengan sesegukan. Ia berusaha keras menahan isakannya namun ia benar-benar tidak kuat. Ia matanya mengalir keluar tanpa ia minta.

"Iya tapi kenapa?" Dahi Azka berkerut kebingungan. Seribu pertanyaan bermunculan di benaknya.

"This is so wrong and i'm sorry" ulangnya lagi.

Nata menggelengkan kepalanya. Air matanya kembali mengalir turun membuat hati Azka merasa teriris.

Nata memeluk tubuh Azka yang berjongkok di hadapannya. "I'm sorry"

Tubuh Azka yang hangat selalu menjadi tempat kesukaannya dulu. Ia pikir waktu akan membunuh segalanya namun oa salah, pria itu masih mencintainya sama seperti dulu. Jadi ia harus bagaimana?

***
Zen dan Zelo pas kecil. Imut kan? Sama kayak yang diucapin Dokter Deri, they're look like angels.

Brokenheart CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang