Mission Completed

15.8K 742 10
                                    

"Aah... ssh Azka..."

Desahan itu terdengar seperti nada-nada kematian ditelinga Nata.

Ia memejamkan matanya dan tanpa ia mau, air mata itu mengalir turun dari mata. Lagi dan lagi.

Ia membekap mulutnya sendiri untuk menahan isakannya.

Bodoh! Pria brengsek seperti dia tak pantas kau tangis!

Suara-suara itu terus berdengung dalam otaknya memaksanya berhenti namun hatinya berkata lain. Nyatanya ia tetap menangisi pria itu bahkan setelah apa yang telah pria itu lakukan dengannya.

Hatinya terasa sakit. Amat sakit dan dadanya terasa sesak seakan ada puluhan ton beton yang memghimpitmu. Rasanya sesak hingga kau sulit bernapas.

Apa aku cemburu? Tidak. Aku tidak mencintainya. Tapi... rasa apa ini?

Nata mengutuk pada dirinya yang mulai berpikiran aneh. Cinta? Itu terdengar seperti lelucon baginya.

Nata menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikiran gilanya itu. Ia tanpa sadar berjalan mundur.

Prang

Sial! Ia memecahkan vas bunga yang terletak tepat dibelakangnya. Dan suara pecah itu terdengar nyaring ditengah sunyinya suasana apartemen itu.

Vas itu pecah berhamburan bersamaan dengan mawar putih yang ia letakkan di vas itu beberapa hari yang lalu. Mawar putih itu tampak layu dan tak terurus. Dan jangan lupakan pecahan vas itu berhemburan disekitarnya. Hancur bersama hatinya.

"Siapa itu?" Suara langkah kaki mendekat kearahnya.

Nata segera bangkit dan berlari pergi. Ia meringis merasakan pecahan kaca vas yang mengenai kakinya hingga darah segar mengucur dari kakinya.

Nata tidak mempedulikan rasa sakit itu dan menyeret kakinya yang tanpa alas kaki itu. Darah mengalir disepanjang jalan yang ia lalui tapi ia tidak peduli. Dalam otaknya hanya ada bagaimana cara segera pergi dari tempat itu saat itu juga.

Tatapan mata orang-orang yang ditemuinya disepanjang jalan seakan mengulitinya hidup-hidup. Mungkin aneh melihat gadis dengan dress selutut dan tanpa alas kaki berjalan terseok-seok. Tapi sekali lagi ia tidak ingin mempedulikan apa yang dipikirkan orang tentangnya.

Langkah kakinya membawanya jauh dari tempat itu. Setidaknya ia bisa bernapas lega saat ini.

Nata mendudukkan pantatnya diatas kursi taman yang berhadapan langsung dengan air mancur. Ia kini berada di taman yang terletak dekat dengan apartemen Azka.

Suara gemercik air menemaninya membawa suasana tenang ditemani langit malam yang berhiaskan bulan dan bintang yang membuat hati terasa hangat. Namun rasanya tidak cukup karena nyatanya ia malah semakin merasakan rasa sakit itu yang malah terasa semakin menggerogoti dirinya.

"Nata..." sebuah suara pelan dan terdengar berat membuatnya mendongakkan kepalanya.

Ia kembali membeku ditempat saat sosok yang sangat tidak ingin ia temui saat ini berdiri dihadapannya.

Pria itu tersenyum hangat dan memilih duduk disamping Nata. Tanpa berkata apa-apa. Ia hanya duduk diam sambil menatap langit malam.

"Hm. Kak..." Pria itu memutar kepalanya kesamping saat Nata mulai membuka mulutnya memulai pembicaraan.

"Maaf" cicit Nata.

Pria itu mendengus dan kemudian mengacak-acak rambut Nata. "Untuk apa minta maaf? Kamu sama sekali tidak salah"

"T-tapi aku udah"

"Sst..." pria itu meletakkan jari telunjuknya didepan bibir Nata.

"Sudah kubilang kamu sama sekali tidak salah karena akulah yang masih mengharapkanmu. Aku tahu aku sudah sangat terlambat untuk memperjuangkan cinta kita lagi Nat" jelas pria itu Naraka Dirgantara.

Nata hanya mengangguk. Jika ditanya apa ia masih cinta dengan pria dihadapannya maka ia akan mengatakan iya. Tapi tidak sedalam dulu lagi.

Jadi jika iya kenapa ia melepas Raka? Padahal yang ia inginkan semua sedah terwujud.

Raka kembali mencintainya. Seila patah hati dan dia mendekati Azka lagi dan ia yakin 100% Azka tidak akan menyia-yiakan moment penting ini. Misinya selesai!

Tapi kenapa ia merasa sebagian dari dirinya hilang?

"Kak... aku masih belum mengerti dengan perasaanku. Jika boleh jujur dulu aku sangat menunggu hari ini tiba. Hari dimana kamu kembali lagi padaku. Tapi entahlah hatiku merasa... kosong" jujur Nata.

Raka menatap mata hitam pekat yang ia sukai itu berbeda dengan mata biru langitnya. Dan sedetik kemudian ia memeluk gadis itu menyalurkan semua perasaannya.

"Nata....izinkan aku berjuang untukmu sekali lagi"

Nata tidak menjawab apapun tapi malah mempererat pelukan itu. Terlalu banyak hal yang terjadi belakangan ini dan itu benar-benar menguras tenaga dan pikirannya. Ia hanya butuh sebuah bahu atau pelukan hangat seperti ini. Karena ia hanya ingin menumpahkan semua emosi dalam dirinya.

Namun tanpa mereka sadari dibalik gelap cahaya taman yang tak disinari lampu taman berdiri seorang pria dengan napas yang terengah-engah sehabis berlari.

Ia menatap nanar pemandangan dihadapan. Sepasang pria dan wanita berpelukan mesra dibawah cahaya bulan.

Hatinya terasa sesak yang dalam. Ia tidak tahu mengapa? Tapi ia tahu apa yang dikatakan Seila semua benar.

Gadis itu berhasil menyelesaikan misi ini. Ia benar-benar membuat seorang Naraka Dirgantara bertekuk lutut dihadapannya seperti sumpah gadis itu dulu.

Dan ia kini hanya perlu berjuang mendapatkan hati Seila lagi. Namun mengapa? Mengapa ia merasa semua ini salah?

Misi mereka berhasil tapi mengapa rasanya ini salah. Ia merasa sebagian dari dirinya menolak kenyataan ini. Kenyataan bahwa mereka akan berpisah sebentar lagi.

Berpisah dan kembali seperti dua orang asing yang tak pernah saling bertemu.

Mengapa rasanya ia tidak ikhlas?

Brokenheart CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang