I Think I Wanna Die

17.4K 785 14
                                    

Langkah kakinya terseok-seok. Ia menyeret kakinya menjauhi gedung sialan itu. Pengadilan agama.

Tubuhnya seakan ingin limbung kebelakang jika saja tidak ada Raka yang membantunya mungkin ia sudah tergeletak mengenaskan dilantai gedung itu.

Palu sidang telah diketuk. Dan itu berarti perpisahan tidak akan dapat lagi dielakkan. Dan seperti semua perpisahan semuanya pastilah berakhir sedih bahkan jika berpisah dengan cara baik-baik sekali pun.

"Ka... lepasin aku. Gak enak dilihat orang Kak. Aku kan baru cerai" ucap Nata lirih saat beberapa mata menatap mereka dengan tatapan menyelidik.

Raka menghembuskan napasnya dengan keras dan detik berikutnya ia sudah melepaskan pelukan dipinggang gadis itu. Tidak rela tentu saja, ia ingin mendekap gadisnya itu selamanya tapi karena tanggapan orang-orang itu ia harus kembali bersabar. Mengapa kita harus hidup terkekang karena pendapat orang lain? Ini hidup kita bukan hidup mereka kan?

Raka ingin sekali protes hal itu namun kata-katanya seakan menggatung diudara saat suara ringtone ponsel milik Nata berbunyi.

Ia segera meletakkan iphone putih miliknya itu ditelinga. "Hallo" sapanya dengan ramah.

Namun detik berikutnya gadis itu mematung ditempatnya dengan ponsel yang masih terpasang ditelinganya.

Ia menjatuhkan ponselnya ke lantai. Matanya basah karena air mata. Ia berbalik kesamping mematap Raka dengan pandangan sedih.

"Ka... Mama Kritis" lirihnya dengan bibir yang bergetar.

Namun tiba-tiba sebuah tangan menariknya. Menggengam erat pergelangan tangan wanita itu hingga menghempaskan tubuh mungil itu diatas jok mobil miliknya.

Ia menatap sekilas wanita yang baru beberapa menit lalu resmi menjadi 'mantan' istrinya. Wanita itu diam membisu tidak seperti biasanya. Dan itu semakin membuat Azka tidak lagi kuat. Dan menit berikutnya Ia telah membawa mobil itu dengan membabi-buta membelah jalanan ibu kota.

***
Mereka berjalan cepat ditengah koridor rumah sakit menuju ruangan yang ditunjukkan oleh seorang suster tadi. Tangan Azka tetap memeluk pinggang Nata dengan erat. Ia takut perempuan itu akan jatuh pingsan saat itu juga.

Hingga langkah mereka berhenti didepan sebuah ruangan. Cassandra berdiri depan pintu itu dengan gugup namun saat melihat sosok sahabatnya itu ia langsung berlari dan memeluk erat tubuh Nata.

"San, mama mana?" Isak Nata dalam dekapan Sandra.

"Nat... lo harus sabar yah. Mama lo lagi dalam penanganan. Gue yakin mama lo pasti kuat" Kata-kata semangat yang diiucapkan Sandra malah membuat perempuan itu semakin terisak.

Hati Azka terluka mendengar tangisan itu. Ia yakin saat ini Nata sedang sangat sedih luar biasa. Dan perempuan itu sangat lemah saat ini.

"Ma..." gumam Nata lirih sambil menatap kosong pintu putih dihadapannya. Azka segera mencekal lengan Nata sebelum tubuh itu limbung ke lantai. Dan benar saja setelah Sandra melepas pelukannya tubuh Nata sudah jatuh roboh dalam pelukan Azka.

"Yaampun! Nat bangun Nat! Nata bangun..." Sandra menepuk pipi Nata namun Azka yakin hal itu tidak akan membantu sama sekali. Nata benar-benar pingsan saat ini.

"Dimana kamar yang bisa dipakai saat ini?" Tanya Azka pada seorang suster. Dan suster itupun menunjukkan sebuah ruangan yang terletak tak jauh dari ruang rawat Mama Nata.

Setelah Azka memastikan Nata benar-benar mendapatkan pertolongan seperti inpus dan oksigen. Ia segera keluar dan kembali menunggu didepan ruang rawat milik Tante Febiola, Mama Nata.

Brokenheart CoupleWhere stories live. Discover now