Prolog - 1

153K 3.4K 28
                                    

PROLOG

Sharen Vikander berjalan kaku di atas sepatu hak tinggi berwarna hitam yang tampak serasi di kaki mungilnya. Tubuh langsingnya dibalut gaun hitam elegan dengan model leher rendah dan tanpa lengan. Panjang gaunnya setengah paha, yang dengan sempurna mengekspos kaki jenjang indahnya yang langsing nan putih mulus.

Sharen yang tidak terbiasa dengan pakaian seminim ini, terpaksa sesekali menaikkan leher gaun ke atas, atau ujung gaun yang terlalu pendek ke bawah, agar lebih menutupi pahanya dari santapan umum.

Namun usaha Sharen gagal total. Gaun Judith yang dipinjamkan kepadanya ini, berbahan sangat bagus dan pas di tubuh. Jadi, meski ditarik seperti apa pun, Sharen tak mampu membuat leher gaun itu lebih naik ke atas atau ujungnya lebih ke bawah.

Sharen dan Judith seumuran, dan mereka sudah berteman sejak kecil. Karena tergiur melihat kesuksesan Judith yang baru setahun ini bekerja di ibu kota, Sharen nekad menyusul sahabat yang sebaya dengannya itu, meski tanpa restu orangtua.

Di usianya yang ke dua puluh dua tahun, untuk pertama kalinya Sharen berpisah jauh dari orangtuanya dan meninggalkan kota kecil yang asri dan damai tempat ia bernaung sejak lahir. Namun semua itu ia lakukan demi impiannya. Ia ingin sesukses Judith dan mengajak kedua orangtuanya tinggal di kota metropolitan dengan kehidupan mewah. Bukan tinggal di kota kecil dengan kehidupan sederhana dan menghabiskan waktu sepanjang hari di toko buah milik ayahnya yang tak seberapa besar.

Sharen melangkah ragu, mengikuti Judith memasuki sebuah kelab malam kelas atas. Dadanya berdebar tatkala merasakan suasana gemerlap nan ingar-bingar.

Sharen ingin bertanya untuk apa Judith mem-bawanya ke tempat ini? Bukankah tadi Judith bilang mau mengajaknya bertemu teman yang akan memberinya pekerjaan? Tapi mengapa mereka justru berada di sini?

Pertanyaan Sharen tertelan begitu saja, ia tidak mungkin bertanya dalam ingar-bingar musik. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengikuti langkah sahabatnya itu yang terlihat begitu terbiasa dengan dunia gemerlap seperti ini.

Judith mengajaknya duduk di sebuah sofa. Sharen hanya menurut dengan perasaan cemas. Di dalam hati, ia berharap agar semuanya berjalan lancar. Semoga teman Judith bersedia mempekerjakannya, dan Sharen berjanji tidak akan menginjakkan kakinya ke tempat menakutkan ini lagi.

***


Tawanan Hati Sang TaipanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang