PART 20 - 2

37.2K 1.9K 50
                                    

Binar penuh harap di wajah Sharen memudar. "Ap-apa maksudmu?" tanya Sharen sedikit terbata. Apakah pria ini sengaja mempermainkannya?

Lando menyeringai sinis. Ia bangkit dari ranjang. Berjalan santai ke lemari kaca yang ada di sudut kamar, mengambil gelas dan menuang anggur ke dalamnya. Lalu ia duduk di sofa menghadap Sharen sambil menyesap pelan minumannya.

Sharen turun dari ranjang, berjalan kaku meng-hampiri Lando.

"Apa maksudmu?" tanya Sharen ingin tahu dengan nada tak sabar.

"Kalimatku tadi sudah jelas, Sharen. Aku akan melepasmu setelah tujuanku tercapai," jawab Lando santai sambil terus menyesap anggur dengan mata me-natap lekat-lekat wajah pucat dan kebingungan di depannya.

"Ta-tapi... apa tujuanmu?" tanya Sharen lemas. Ia duduk di sofa yang berseberangan dengan Lando. Kakinya sudah selembut agar-agar, tidak kuat lagi untuk menopang tubuhnya. Sirna sudah kegembiraan yang sempat menyapanya beberapa menit lalu.

"Sebenarnya aku tidak suka menceritakan semuanya padamu, Manis. Tapi agar kau memainkan peranmu dengan sempurna, aku tak punya pilihan lain selain mengatakannya."

"Apa?" gumam Sharen tak sabar.

Lando menyeringai dingin. "Kau terlihat kecewa dan sedikit tegang. Santai saja, Sayang."

Sharen menghela napas kesal. Pria ini mungkin berjiwa serigala atau harimau yang sangat suka mem-permainkan emosi mangsanya.

"Rumah peninggalan ibuku terancam akan di-wariskan pada adik tiriku. Ayahku hanya akan mewa-riskannya padaku jika aku menikah dan memiliki anak."

Jadi karena itu Lando ingin menikah dengannya. "Tapi..." dada Sharen berdebar tidak menentu. Ba-gaimana mungkin ia menikah dan melahirkan anak Lando? Pria itu playboy, berengsek, dan segala ke-pribadian jelek lainnya. Pria itu bukan suami idaman Sharen.

"Kau tak perlu seserius itu, Sayang. Pernikahan kita hanya bersifat sementara. Aku dengan baik hati berjanji akan menceraikan dan melepasmu setelah aku men-dapatkan rumah itu. Tapi tentu saja selama proses itu kau harus bersikap manis agar kita terlihat menikah sung-guhan."

Mulut Sharen ternganga. Tentu saja janji kebebasan itu sangat menggiurkan. Tapi bagaimana mungkin demi sebuah kebebasan—yang seharusnya memang miliknya—ia rela hamil dan melahirkan anak pria itu lebih dulu? Lalu bagaimana dengan anak mereka kelak?

"Kau tak perlu memikirkan itu, Sharen," nada suara Lando tenang. Ia menyesap anggurnya pelan-pelan. "Kau tidak perlu hamil sungguhan. Aku tidak menginginkan bayi dalam pernikahan sementara kita. Kau hanya perlu berpura-pura hamil, lalu setelah waktunya tiba kita akan mengadopsi anak dari panti asuhan."

Sharen menatap Lando tak berkedip, tak percaya pria itu bisa menebak apa yang sedang bermain di pikirannya. Ide pria itu tentu saja terdengar sangat cemerlang dan menguntungkan Sharen. Tapi ini sama saja berkonspirasi membohongi ayahnya Lando.

"Tapi... itu artinya aku-kita, berbohong"

Lando menyeringai dingin. "Kau terlalu naif, Sayang. Sekarang kau tak perlu memikirkan apa pun. Yang penting kau lakukan peranmu dengan baik, lalu kebebasan menjadi milikmu. Bukankah itu yang terpenting? Yang paling kau inginkan?"

Lando seperti menekan tombol panas dalam diri Sharen. Dalam hati Sharen mengiyakan perkataan taipan berengsek itu. Lando benar. Bukan urusannya jika pria itu membohongi ayahnya demi mencapai tujuannya. Yang penting bagi Sharen, ia mendapatkan kembali kebe-basannya. Secepatnya.

Meski sembilan bulan bukanlah waktu yang singkat, tapi setidaknya ia punya bayangan sampai kapan ia menjadi tawanan pria itu.

"Tapi bagaimana dengan orangtuaku?" gumam Sharen saat terbayang wajah kedua orangtuanya. Jika ia menikah, orangtuanya harus diberitahu, bukan? Dan apa yang akan ia katakan? Mengarang cerita bohong kalau sang taipan jatuh cinta setengah mati hingga memaksa menikahinya dalam waktu singkat?

"Kita hanya menikah sementara, Manis. Orang-tuamu tak perlu tahu. Kau tak mau mereka sedih jika pernikahan anaknya hanya bertahan sembilan bulan, bukan? Atau mungkin tidak sampai selama itu jika ayahku berubah pikiran dan segera memberi hak kepemilikan rumah itu sebelum anak fiktif kita lahir."

Sharen menatap Lando putus asa. Ya, tentu saja ia tidak mau jika semua orang tahu ia diceraikan suaminya hanya setelah sembilan bulan menikah—atau lebih cepat dari itu. Menyandang status janda muda di hadapan keluarga dan teman-temannya bukanlah hal yang me-nyenangkan. Mungkin lebih baik orangtuanya tidak tahu apa-apa tentang pernikahan sementara ini.

"Aku akan mereka cerita tentang orangtuamu jika ayahku bertanya lebih jauh. Mengatakan kau anak yatim piatu, bukan gagasan yang buruk, kan?"

Sharen hanya terdiam. Apa lagi pilihan yang ia punya selain mengikuti keinginan sang taipan?

"Baiklah, aku setuju. Tapi kau benar akan mele-paskanku setelah misimu tercapai?" tanya Sharen sambil menatap mata abu-abu yang bersinar dingin itu, mencari kepastian akan janjinya.

Wajah berahang kukuh itu menyeringai. "Tentu saja, Manis. Kau langsung mendapatkan kebebasanmu begitu ayahku memberi hak kepemilikan rumah itu padaku, Sharen Vikander."

***

Bersambung...

Evathink
IG —» evathink

Ebook versi lengkap(tamat+epilog) tersedia di GOOGLE PLAY BUKU

untuk versi cetak, ready stock, bisa order di saya, WA 08125517788

untuk versi cetak, ready stock, bisa order di saya, WA 08125517788

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Tawanan Hati Sang TaipanWhere stories live. Discover now