PART 15 - 1

40.3K 1.7K 14
                                    

PART 15

Sharen menghela napas lega. Ia sudah berhasil keluar dari restoran mewah itu tanpa ketahuan oleh Jack atau pun Lando dan pengawal-pengawalnya.

Dengan menenteng sepatu hak tinggi yang tadi dipakainya, Sharen berjalan menyusuri trotoar jalan raya di depan restoran. Namun sebuah pikiran menyentak kesadarannya. Jika ia terus menyusuri jalan ini, maka dengan mudah ia akan ditemukan oleh Lando dan para pengawalnya. Untuk naik taksi, Sharen tidak punya uang, dan ia juga tidak tahu harus ke mana.

Akhirnya mata hazelnya berbinar saat melihat sebuah toko swalayan tepat beberapa meter di depannya.

Dengan langkah tergesa, Sharen berjalan ke sana. Tidak sampai lima menit, ia sudah berada di dalam toko swalayan tersebut. Sharen pikir inilah tempat teraman baginya untuk saat ini.

Setelah mengenakan kembali sepatunya, dengan berpura-pura sebagai pembeli, Sharen mengelilingi lorong demi lorong di toko swalayan tersebut.

Hampir tiga puluh menit ia berkeliling, dan para pegawai tampak sibuk dan bersiap menutup toko.

Akhirnya Sharen sadar, sudah tiba waktunya ia meninggalkan toko swalayan tersebut.

Dengan langkah lesu, Sharen melangkah keluar. Ia berdiri mematung di sudut perkarangan parkir toko swalayan yang mulai menyepi. Angin kencang tiba-tiba berembus menerpa tubuhnya membuat Sharen yang meski sudah mengenakan blazer, tetap masih merasa kedinginan.

Seketika ada rasa sesal menyapa hatinya. Ia tidak tahu harus ke mana dengan kondisi tanpa uang dan tidak memiliki teman di kota sebesar ini. Mungkin jika ia bertahan di rumah Lando, ia masih bisa merasakan hangatnya ranjang mahal nan empuk dan tak perlu takut bertemu orang jahat karena penjahatnya sendiri adalah Lando.

Angin berembus semakin kencang dan tanpa henti membuat Sharen makin menggigil kedinginan. Ia menunduk dan memeluk tubuhnya sendiri dengan perasaan berkecamuk. Apa yang harus ia lakukan? Ke mana ia akan pergi?

Derap langkah kaki yang terdengar mendatanginya membuat Sharen mendongak.

"Menunggu seseorang?"

Sharen menatap pria muda di depannya. Pakaiannya rapi dengan wajah tampan yang tersenyum secerah matahari pagi. Lesung pipi yang melekung di salah satu pipinya membuatnya tampak begitu bersahabat.

Mungkin pria ini salah satu pengunjung toko swalayan, dan Sharen berharap pria ini bukan salah satu pria jahat yang bersikap ramah untuk mengambil keuntungan dari seorang gadis lemah.

Sharen menggeleng pelan.

Pria itu mengangkat alis dan menatap Sharen heran.

Sharen sedikit merasa lega karena pria di depannya terlihat baik—setidaknya itulah yang Sharen rasakan saat memandang wajah tampan berhidung mancung dengan dua alis yang tebal dan tertata sempurna itu—tidak terlihat seperti pria dengan otak mesum yang siap menerkamnya. Sharen menebak pria ini beberapa tahun lebih tua darinya.

"Kenapa sendirian di sini?" tanya pria itu ramah dan menatap Sharen penuh tanya.

Sharen terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. "Aku—"

"Kau bisa ikut denganku jika butuh tumpangan," tawar pria itu ramah.

Sharen menatap pria itu ragu-ragu.

"Aku tidak bermaksud jahat padamu," kata pria itu lagi sambil tersenyum meyakinkan, membuat hati siapapun luluh tatkala lensung pipinya muncul dan memesona.





Tawanan Hati Sang TaipanWhere stories live. Discover now