PART 16

41.8K 1.9K 32
                                    

PART 16

Hari mulai beranjak sore. Di rumah mungil bergaya minimalis yang terletak di kompleks perumahan kelas menengah atas, Sharen duduk sendirian di ruang keluarga, menonton televisi dengan rasa bosan.

Kini ia tinggal di rumah Aidan, pria tampan berusia dua puluh enam tahun yang ia temui di toko swalayan tadi malam—yang ternyata adalah pemilik toko swalayan tersebut—yang kebetulan tadi malam sedang melihat-lihat kinerja pegawainya. Dari cerita pria itu, Sharen tahu Aidan memiliki beberapa toko swalayan yang tersebar di ibu kota.

Sharen senang memiliki kenalan seperti Aidan, yang baik dan tulus dengan tutur katanya yang selalu sopan dan bersahabat.

Setelah mengobrol panjang tadi pagi sebelum pria itu berangkat mengurusi pekerjaannya, mereka jadi semakin dekat. Dengan instan, Aidan membeli pakaian untuknya via online. Pria itu juga memperbolehkan Sharen tinggal di rumahnya sampai kapan pun Sharen mau. Aidan mengatakan bahwa adik laki-lakinya kuliah d luar negeri dan kini ia tinggal sendirian karena ayah dan ibunya memilih tinggal di kota yang berbeda de-ngannya—sebuah kota asri tempat para orangtua ingin menikmati masa tua—dan akan sangat senang jika Sharen tinggal di rumahnya, membuat rumahnya yang sepi menjadi lebih hidup dan bergairah.

Sharen tahu ia tidak bisa selamanya tinggal di rumah Aidan, hanya saja Sharen masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Jika ia memilih pergi dan keluar dari rumah Aidan, bisa dipastikan ia akan dengan mudah ditemukan oleh orang-orangnya Lando. Sharen juga tidak berani berpikir untuk kembali ke kota asalnya. Ia tidak mau orangtuanya berpikir ia gagal dan menyerah pada impiannya.

Sharen tidak menceritakan hal yang sebenarnya pada Aidan. Ia malu jika Aidan tahu bahwa kini dirinya bukan lagi gadis yang suci. Jadi Sharen membiarkan Aidan berpikir kalau ia benar kabur dari rumah—yang tentu saja benar seratus persen, namun dengan alasan yang pastinya tidak akan diduga oleh pria itu sama sekali. Sharen menunjukkan keengganannya menceritakan masalahnya lebih lanjut, dan Aidan tampaknya sangat pengertian, sama sekali tidak memaksa ia bercerita banyak meski sorot ingin tahu terpancar jelas di matanya.

Sharen sudah menghubungi orangtuanya menggu-nakan ponsel Aidan, memberi kabar bahwa ia baik-baik saja—meski sebenarnya tidak baik-baik saja. Ia bahkan berbohong bahwa ia sudah mendapat pekerjaan yang bagus demi menyenangkan hati orangtuanya. Jika kedua orangtuanya tahu keadaan yang sebenarnya, tentu saja mereka akan sangat khawatir, dan Sharen tidak mau hal itu terjadi.

Bagi Sharen sekarang yang terpenting orangtuanya tidak khawatir dan ia telah bebas dari Lando, meski tidak tahu harus mengurung diri di rumah Aidan berapa lama lagi. Ia hanya berharap setelah kepergiannya, Lando sadar bahwa dirinya tidak berarti apa-apa dan mencari wanita lain sebagai penggantinya, yang pasti dengan mudah pria itu dapatkan.

Tiba-tiba gelombang rasa tidak nyaman menyapanya, membuat Sharen merasa dadanya sesak dan panas. Entah mengapa, ia merasa tidak rela setiap kali me-mikirkan Lando memuaskan wanita lain seperti yang Lando lakukan padanya.

Sharen menggelengkan kepalanya dan mengembus napas kesal. Merasa dirinya mulai tidak waras. Tidak seharusnya ia merasa seperti itu. Lando pria berengsek yang menawan dan memanfaatkan tubuhnya untuk melampiaskan hasratnya. Seharusnya ia marah pada pria itu, bukan sebaliknya.

Bel yang berbunyi nyaring membuyarkan semua pikiran-pikiran yang memenuhi benak Sharen. Sharen mengerut kening, bertanya dalam hati siapa gerangan yang datang. Apakah tamu Aidan? Jika benar, bagaimana ia bisa memberitahu siapa dirinya sebenarnya tanpa membuat sang tamu berpikir lain? Mungkin saja ke-hadirannya mengundang spekulasi bahwa ia adalah kekasih Aidan, dan Sharen tak mau hal itu terjadi.

Dengan ragu, Sharen beranjak untuk membuka pintu. Dan matanya membesar tatkala pintu terbuka dan mendapati siapa yang berada di depannya. Ia segera melangkah mundur dan bersiap menutup pintu. Namun terlambat, sebuah tangan kekar menahan pintu dan dengan gerak cepat mencengkeram pergelangan tangannya. Sharen ingin berteriak, namun rasa kaget dan takut membuat mulutnya hanya ternganga dengan mata membeliak.

***

Bersambung....

Tawanan Hati Sang TaipanWhere stories live. Discover now