Old Friend

5.2K 240 3
                                    

"Hei. Kau ucapanmu kasar sekali dengan temanmu. Kau tak pernah berubah ya?"tanya orang yang ada di depannya.

Laki-laki berjas, ganteng pasti kata cewe, berkelas kaya Irsyad, lalu....

"Eh, Steve?"

"Yes, i am". Ucapnya dengan muka datar. Lalu tanpa basa basi Alex memeluk Steve dengan erat.

"Kangen banget. Heh?"ledeknya membuat Alex melepaskan pelukannya lalu sedikit mendorongnya.

"Kau memelukku layaknya seorang perempuan yang ditinggal lama oleh kekasihnya karena kekasihnya pergi mencari yang baru" lanjutnya kembali meledek.

"Bacot lo!"tunjuknya dengan kesal.

"Kemana aja lo? Bajingan! Kalau mau pergi itu bilang! Jangan main ninggalin aja"

"Heh. Aku bajingan, Irsyad Brengsek. Lalu kau apa?"Tanyanya mengejek.

"Ah. I know"

Alex menyeritkan alisnya. Menunggu jawaban tak pasti dari steve. "Bangsat!"

"Jijik. Dasar bajingan. Kemana aja lo. Jawab pertanyaan gue"

"Gue sehabis wisuda harus pergi. Memang tidak sempat pamit pada kalian. Karena kondisinya udah urgent. Bokap gue sakit..."

"Harusnya lo beritahu kita. Sialan!"

Steve menjitak kepala Alex kencang. "Mau gue cerita, tidak?"

"Lanjut"

"Dan saat itu. Bokap gue nyuruh gue buat gantiin dia. Gantiin posisi jabatannya. Bokap gue ceo dan gue harus jadi itu saat itu juga. Bahkan saat itu gue sudah harus berusaha memutuskan sendiri pihak itu mampu bekerja sama dengan perusahaan bokap gue atau engga". Jelasnya dengan sejelas-jelasnya. Karena steve tau jika dia harus menjelaskan dengan orang yang tidak jelas.

"Oh, sekarang lo ceo?" Tuh bahkan otaknya kurang nyampe dengan pernyataan steve.

"Ya"

"Di?"

Steve menggeram kesal. "Perusahaan Papa"

"Maksud gue nama perusahaanya bodoh!"

"Leondard's company"

"Loh, perusahaan yang kerja sama dengan ramadinata's company? Jadi itu lo? Gila! Sama sama ceo. Dan gue bukan ceo" ucapnya dengan sedih.

"Selaw sob, kepala bagian Administrasi pun tidak buruk. Lagipula menjadi ceo bukan hal yang gampang. Kau bisa tanyakan pada. Si brengsek!"

"Oh pasti. Bahkan kau juga kasar, steve! Lalu bagaimana bokap?"

Steve menghela nafas. "Selaw sob, sabar"

"H---"

"Semua memang sudah jalannya, sob"

"Ak--'"

"Kita di sini selalu mendoakan yang terbaik un--"

Steve menampar pipi Alex tepat di bekas luka akibat pukulan Irsyad. "Papa gue. Baik-baik aja. Bangsat!"

"E-eh. Maaf. Bodoh! Makin bonyok gue. Udah gue mau nyari temen gue. Bye" ucapnya lalu pergi menghilang begitu saja.

Alex memang sahabat yang aneh. Justru jika tidak ada dirinya maka. Steve dan Irsyad tidak mungkin bisa menjadi sahabat. Karena sikap mereka yang begitu dingin dan cuek akan keadaan.

Alex melinguk mencari keberadaan Epril. Tetapi, dia sama sekali tidak menemukan batang hidungnya.

Atau mungkin Epril pulang duluan?batin Alex

Epril pulang dengan menggerutu tidak jelas. Sampai di rumah dilihatnya rumahnya sepi. Epril berpikir jika semua penghuni rumahnya sudah terlelap tidur. Kecuali Rani. Yang masih ada di dalam pestanya.

Dret.. dret..

Alexander's calling..

Epril menggesar layar ponselnya. "Iya, Lex?"

"Sudah pulang?"

Epril menghela nafasnya. "Sudah. Maaf tidak memberitahumu".

"Aku mengerti. Istirahatlah. Selamat malam, Epril"

Epril mengerutkan dahinya seakan bingung mengapa Alex menjawab perkataannya dengan 'mengerti'.

Apa dia tahu apa yang aku alami sekarang?batinnya bertanya.

"Malam, Lex" Epril memutuskan sambungan telponnya. Lalu pergi ke kamarnya untuk beristirahat.

Hari ini melelahkan sekaligus menguras hati.





Classy BoysWhere stories live. Discover now