Part 3 - Menghindar dan Trauma

2.7K 146 8
                                    

Instagram : shiddiqasa

Aku terbangun di sepertiga malam padahal alarm yang ku pasang masih menyediakan waktu tiga puluh menit lagi menuju pukul tiga. Aku terduduk sebentar sambil mengucek kedua mataku. Kepalaku pening, rasanya berat sekali dan mata ku sulit sekali terbuka. Aku bangkit kemudian pergi mengambil air wudhu untuk melakukan sembahyang tahajud seperti hari hari biasa aku lakukan.

Mengingat apa yang Farhan katakan kemarin membuatku menjadi uring - uringan, ' dia akan melamar sepupuku '. Oh, kapan kata kata itu hilang dari otakku.

Aku meminta agar ada seorang pria yang baik diantara yang paling baik yang mampu menjadi imam ku nanti. Membuat imanku sempurna dan mampu menuntunku sampai jannah-Nya. Akan kucari meski sampai pelosok bumi pria sehidup sesurga yang akan menjadi calon imanku dan kupastikan aku bisa melupakan farhan.

Selesai shalat tahajud aku merasa sangat haus. Akhirnya aku kedapur untuk mengambil air minum didapur karena air minum di atas nakas sudah habis. Saat berjalan keluar kamar, aku melihat lampu kamar mas Ali menyala dan pintu kamar nya terbuka.

Aku berjalan menuruni tangga menuju dapur. Aku melihat mas Ali sedang duduk di kursi sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

"Kok nggak dihidupkan lampunya mas?" tanya ku saat melihat dapur masih gelap.

Mas Ali menoleh kearah ku. "Hemat Syah" jawab mas Ali singkat.

Aku melewati mas Ali dan berjalan menuju lemari es. Setelah menuang air dingin ke gelas, aku duduk dihadapan mas Ali yang sedang fokus mengetik.

"Ngetik apa mas?" tanya ku kepo.

"Tugas" jawab mas Ali singkat.

"Sibuk amat pak? Jam segini masih ngerjai tugas" canda ku.

"Iya" jawab mas Ali lagi.

Aku udah kebal dengan jawabannya yang singkat dan cuek seperti itu, mungkin itu pembawaan nya saat sekolah diluar negeri dan terbiasa sampai sekarang.

Karena bosan, akhirnya aku kembali kekamar untuk bersiap siap shalat Subuh karena sebentar lagi Azan Subuh

Selepas sembahyang Subuh dan bersiap siap sekitar pukul enam, aku turun kelantai bawah, ummi sudah berkutik entah sejak kapan. "Butuh bantuan ummi Syahda tersayang?" tanya aku sambil memeluk pinggang ummi dari belakang.

"Duduk dan makan aja, nanti kamu terlambat pengajiannya..." balas ummi yang begitu halus. Aku melihat banyak makanan diatas meja, ada roti dengan berbagai selai lengkap dengan tiga gelas susu untuk aku dan adik adikku dan ada dua gelas kopi untuk Abi dan Mas Ali. Hari selasa adalah jadwalku pergi pengajian disalah satu masjid dekat dengan universitasku, ini merupakan pengajian yang diadakan oleh organisasi Rohis di kampusku.

Aku melihat Mas Ali turun dari tangga dengan kemeja putih, celana bahan hitam dan jas yang berwarna senada dengan celana. Mas Ali begitu tampan dengan setelan begitu, sepertinya dia akan kekantor hari ini. Tapi kenapa wajahnya masih aja datar.

Terdengar seorang menyalahkan bel rumah berteriak mengucapkan salam beberapa kali. "Biar ummi yang bukain" ummi siap beranjak dari duduknya sampai aku berkata.

"Engga usah mi, paling mau ngeganggu sarapan kita" aku sudah bisa menebak siapa yang akan datang sepagi ini sambil berteriak seperti itu.

"Biar Ali aja yang buka pintunya mi" Mas Ali segera kedepan untuk membuka pintu. Aku langsung terkena mood breaker. Nafsu makan ku langsung ambruk kebagian dasar ketika mendengar itu. Apa apaan Mas Ali main buka pintunya segala, udah tau aku lagi malas liat muka nyebelin Farhan.

Rasa Yang (tidak) Diharapkan (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang