23rd Pole & Disclaimer

30.8K 3.6K 339
                                    

           

23rd POLE

~~||~~

"Dari penampilannya pas ketemu di minimarker malam itu, dia emang kelihatan lagi sakit sih... dan emang kurus banget."

Sepertinya, bangun dini hari sudah menjadi kebiasaan dua insan itu. Siapa lagi kalau bukan Inara dan Rahagi.

Keduanya tengah menyesap cokelat panas buatan Inara. Rahagi tidak tahan harus menyimpannya sendirian. Ia merasa beban masa lalunya sangat berat. Seperti sinetron yang terlalu berbelit-belit.

Apalagi, kata-kata dan wajah Vara terus membayangi tidurnya.

Tak ada yang Rahagi lewatkan ketika menceritakannya ke Inara–termasuk pernyataan tentang perasaan yang masih Vara simpan untuknya.

"Terus, perasaan lo ke dia sekarang, gimana?" tanya Inara hati-hati. Gadis itu meletakkan cangkirnya yang sudah kosong ke atas meja.

Rahagi menatap Inara dengan pandangan yang sulit diartikan. Lelaki itu hanya bisa mengangkat bahunya.

Jika hatinya adalah tarik tambang, mungkin kini tengah berada di garis putih. Tidak berat ke kiri atau ke kanan. Ia belum bisa memastikan hatinya masih di masa lalu atau sudah pindah ke masa sekarang.

"Satu-satunya cara, kalian bertiga emang harus ketemu."

"Tapi gue udah terlanjur benci sama Gavin. Lo lihat sendiri, kan, sifatnya sekarang. Dia bukan sahabat lama yang gue kenal."

"Nggak ada salahnya nyoba, kan?"

Rahagi menghela napas kemudian meletakkan cangkirnya ke atas meja. Entah mendapat keberanian dari mana, lelaki itu menggenggam tangan Inara sebentar, sebelum akhirnya beranjak dari sofa ruang tengah dan berjalan menuju kamarnya.

"Temenin gue tapi."

Inara gelagapan dengan gerakan tiba-tiba Rahagi. Apa-apaan...

Selama ini, rasanya belum ada seorang lelaki pun yang menggenggam tangannya seperti itu selain Gafar–kecuali dalam keadaan terdesak.

Genggaman kakak tirinya itu terlalu lembut dan terasa hangat. Meskipun Inara enggan mengakuinya.

"Lancang ya lo megang-megang!" seru Inara.

Rahagi menoleh dan tersenyum geli. "Biasanya lebih juga, biasa aja."

"Eh, apa tuh maksudnya!" gadis itu berlari mengejar Rahagi.

Lelaki itu tertawa seraya menghindar dari Inara. "Nggak ada maksud apa-apa."

"Sini lo! Iseng banget jadi orang," teriaknya gemas.

"Ampun, Kak! Udah malem kasihan yang lain."

"Bodo amat!"

"Kabur!" Rahagi lari menuju kamarnya sambil tertawa kecil.

Rasa sakit di kepalanya menguap entah ke mana.

# # #

Kondisi Rahagi sudah cukup membaik setelah dua hari. Oleh karena itu, Sabtu ini ia bisa mengikuti pertemuan Blackpole–meskipun Inara yang harus menyetir mobil karena Gafar masih cemas dengan kondisi Rahagi.

"Ini yang terakhir kalinya lo nyetir sebelum dapat SIM ya, Inara."

Begitu yang diucapkan Gafar sebelum mereka pergi menuju rumah Putra. Gafar belum sempat singgah sebentar untuk ikut dalam pertemuan. Lelaki itu masih harus mengurus berkas-berkas kepulangannya ke Jerman.

"Parah nih. Masa Inara yang nyetir?" komentar Keenan ketika melihat Inara dan Rahagi yang turun dari mobil. Lelaki itu baru saja keluar dari mobilnya yang terparkir di depan mobil milik Rahagi.

AntipoleWhere stories live. Discover now