55th Pole

34.8K 3.5K 767
                                    

           

55th POLE

~~||~~

Satu tahun kemudian...

"Ya ampun! Gila lo, Na, sumpah!" Sabrina menghampiri Inara yang sedang menyeruput jus mangganya.

Hari ini, seluruh siswa-siswi kelas dua belas SMA Integral beramai-ramai datang ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan.

Sebenarnya, mereka bisa saja melihatnya di website sekolah. Akan tetapi, sensasi ketika melihatnya secara bersama-sama di papan pengumuman sekolah tentu berbeda dengan sensai melihatnya sendiri di rumah, di depan layar komputer atau laptop.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada murid SMA Integral yang tidak lulus. SMA Integral adalah sekolah bergengsi yang selalu berhasil mencetak generasi hebat dan masuk PTN favorit–dan pastinya lulus UN 100%.

"Apaan sih?" tanya Inara kalem. Sedari tadi, ia menunggu Sabrina di kantin. Gadis itu tidak mau ikut berdesak-desakan melihat pengumuman kelulusan.

"Nilai UN lo tertinggi di tingkat provinsi untuk jurusan IPS, Na! Gila nggak tuh? Gila dong. Nggak nyangka gue sahabat gue bisa segila itu," cerocos Sabrina dengan mata berbinar-binar. Gadis itu berteriak heboh tanpa mau peduli dengan keadaan sekitarnya.

Untungnya, rata-rata adik kelas mereka yang menghabiskan jam makan siang di kantin sudah mengerti Sabrina adalah siswi dengan tipe yang seperti apa.

Inara meringis seraya tersenyum meminta maaf. Gadis itu menarik Sabrina untuk duduk di sebelahnya.

"Ini mulut volume-nya kebablasan mulu ya," ujar Inara gemas. "Tapi, serius lo?"

"Serius! Gue dalam mode kaget sekaget-kagetnya ini! Lo bisa ngalahin si Andin-Andin yang dari SMA Hexagonal itu. Parah lo, Na, parah."

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Andini dari SMA Hexagonal yang disebut-sebut akan meraih ranking pertama nilai ujian nasional tingkat provinsi–mengingat gadis itu selalu berhasil memenangkan lomba cerdas cermat sosial hingga tingkat nasional.

"Harusnya lo ngucap Alhamdulillah, Sab. Malah ngatain gue gila, parah."

"Alhamdulillah. Tapi tetap aja lo gila."

"Hehe." Inara nyengir tiga jari. "Doain SNMPTN gue yak."

"Kalau menurut gue sih, lo bakal tembus, Na." Sabrina menepuk-nepuk pundak Inara bangga.

"Aamiin. Lo jadi ambil sekolah pramugari?"

"Jadi dong! Doain gue lulus tesnya."

"Harus!"

"Wah, gue belum ngucapin selamat nih." Gala tiba-tiba datang dan duduk di hadapan mereka berdua.

"Selamat karena udah lulus dari sekolah sekeren SMA Integral."

Inara tersenyum. "Bisa aja lo."

Sabrina hanya mengangguk menanggapi. Rasa canggung pernah melingkupinya satu tahun yang lalu, kini sudah mulai berkurang. Persahabatan mereka hampir kembali seperti sedia kala.

Awalnya, berat rasanya untuk menganggap dirinya tidak pernah mempunyai perasaan apa-apa–bagi Gala maupun Sabrina. Namun akhirnya, mereka bisa melewatinya. Meskipun perasaan itu masih bersisa. Tidak hilang dan tidak sirna, hanya saja bersembunyi di tempat yang semakin dalam.

Rasa itu masih ada.

Perasaan Gala untuk Inara dan perasaan Sabrina untuk Gala.

"Eh, Sab. Lo nggak mau nyoba SBM, gitu?" tanya Gala.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang