51th Pole

28.8K 3.7K 930
                                    

51st POLE

~~||~~

Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Inara turun dari kamarnya menuju dapur. Lampu ruang tengah, ruang makan dan dapur sudah mati–menandakan semua penghuni rumah sudah tidur.

Inara berjalan santai menuju tombol lampu dapur. Namun, saat akan menekan tombol tersebut, ditemukannya Rahagi sedang duduk di teras belakang. Inara mendekat ke jendela, memperhatikan apa yang sedang dilakukan Rahagi. Hanya lampu teras yang hidup. Lelaki itu sepertinya sengaja tidak menghidupkan lampu dapur.

Dari sini, Inara bisa menyaksikan bahwa Rahagi sedang dilanda rasa bimbang. Sebatang rokok sudah berada di antara bibirnya, tetapi ia berkali-kali mendekatkan dan menjauhkan pemantik dari rokoknya–seperti ragu ingin menghidupkan rokoknya atau tidak.

Rahagi mendengus kemudian meletakkan pemantik tersebut di sebelah kirinya, disusul oleh sebatang rokok yang tidak jadi dihidupkannya.

Rahagi meraih permen rasa jeruk yang bungkusnya berwarna oren dari sebelah kanannya, merobek bungkusnya, lalu memasukkan permen tersebut ke mulutnya.

Melihat hal itu, Inara tersenyum. Baru saja ia berniat menghampiri Rahagi, sebelum ia sadar bahwa ia sedang menjaga jarak dari Rahagi untuk mencegah sakit hati yang akan ia rasakan karena sikap Rahagi.

Namun, Inara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menghampiri Rahagi dan memberi apresiasi atas pilihan lelaki itu yang memilih permen ketimbang rokok–seperti sarannya beberapa bulan yang lalu.

Inara mendorong pintu menuju teras seraya berucap, "Lebih enak permen, kan?"

Dari gerak tubuh Rahagi, Inara jelas tahu bahwa lelaki itu sangat terkejut dengan kehadirannya.

Nyatanya memang benar. Rahagi tidak menduga bahwa Inara akan muncul malam-malam di sini. Waktu masih menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Biasanya, Inara membuat cokelat panas pada pukul satu atau dua dini hari.

Inara duduk di sebelah Rahagi dan melipat lututnya di depan dada.

Rahagi yang semula mengikuti gerak-gerik Inara, kini meluruskan pandangannya.

"Gue minta maaf, Na."

Masa bodoh dengan kalimat yang tadi siang sudah disusunnya sebagai permintaan maaf kepada Inara. Nyatanya, ia bukan lelaki yang pandai berkata-kata seperti itu. Biarlah semua berjalan apa adanya.

Inara terdiam. Rasa sedih dan kesal yang sempat ia pendam karena Rahagi, perlahan terkikis mendengar permintaan maaf itu. Meskipun Rahagi tidak menatapnya ke dalam mata, ia bisa mendengar bahwa Rahagi tulus mengucapkannya.

Gadis itu tersenyum kecil sembari menolehkan kepala menghadap Rahagi. Tanpa ia duga, kepala Rahagi bergerak ke kiri dan menatapnya tepat di mata.

"Gue egois karena nggak mau dengerin penjelasan lo."

Bibir Inara berkedut, berusaha menahan senyumnya. "Tuh, tahu."

"Gue emang keras kepala."

Gadis itu lega karena satu per satu masalahnya menemukan penyelesaian. Satu kata maaf baginya sudah cukup untuk menyelesaikan semuanya. Ia tidak mau membebani pikirannya dengan berbagai spekulasi kenapa begini, kenapa begitu. Cukup ikhlas, dan semua akan terasa lebih mudah.

"Ya, lo emang orang paling keras kepala dan paling egois di muka bumi."

"Gue serius." Rahagi tidak bisa untuk tidak mendengus mendengar jawaban Inara.

AntipoleWhere stories live. Discover now