53th Pole

28.1K 3.4K 516
                                    

           

53rd POLE

~~||~~

Inara memberikan helmnya kepada Rahagi. Mulai hari ini, ia kembali ke rutinitasnya selama satu tahun belakangan–pulang dan pergi sekolah bersama Rahagi. Setelah percakapannya dengan Rahagi malam itu, hubungannya dan Rahagi mulai membaik.

Inara senang karena masalah yang sebelumnya membebani pikirannya sudah mulai surut.

Urusan akademiknya cukup terganggu karena sering bermenung di kelas. Inara takut, mengingat tahun ini ia sudah kelas dua belas dan harus fokus dalam mencapai perguruan tinggi yang diinginkannya.

Oleh karena itu, mulai sekarang Inara bertekad untuk mengejar ketertinggalannya di beberapa minggu belakangan.

"Lo kapan lepas jabatan?" tanya Rahagi setelah menggantung helmnya dan helm Inara di kaca spion motornya.

Tidak seperti lelaki pada umumnya, Rahagi tidak berkaca pada kaca spion seraya merapikan rambutnya setelah menggunakan helm. Lelaki itu tidak peduli pada penampilan rambutnya. Paling, ia hanya menyisir rambutnya dengan jari agar tidak terlihat terlalu berantakan. Akan tetapi tidak sampai berkaca seperti itu.

"Tiga hari lagi seleksi OSIS-MPK. Jadi, menurut perkiraan gue satu setengah minggu lagi."

Keduanya berjalan beriringan memasuki sekolah. Beberapa siswi melihat ke arah mereka. Takjub dengan hubungan mereka yang cepat membaik–mengingat Inara adalah mata-mata dari komunitas yang diketuai oleh Rahagi.

"Bisa gitu ya pake setengah."

"Bisalah! Ntar pulang sekolah jangan ke mana-mana ya. Inget, bersih-bersih rumah."

Rahagi tidak bisa untuk tidak memutar bola matanya.

"Lo udah bilang itu dua kali."

"Baru dua kali."

"Terserah Inara aja deh ya."

Inara tertawa geli mendengar balasan yang dilontarkan Rahagi.

"Kenapa jadi sok imut gitu manggilnya pake nama."

"Biasa aja," jawab Rahagi datar.

"Terserah Rahagi aja deh ya." Inara tertawa ketika mengucapkannya.

# # #

"Ragi! Kan udah gue bilang, kalau ngepel tuh mundur, bukan maju."

Inara menatap Rahagi yang baru saja tergelincir dan sekarang sedang duduk manis di lantai dengan tongkat pel yang masih ia pegang.

Gadis yang tadinya sedang mengupas bawang itu, sontak menghampiri Rahagi yang sedang mengepel lantai ruang tengah begitu mendengar bunyi gedebug yang cukup keras.

"Bantuin gue kek. Malah ngomel-ngomel." Rahagi mendengus seraya memegangi pinggangnya. Lelaki itu melepaskan genggamannya pada tongkat pel, lalu mengulurkan tangannya kepada Inara.

Inara membantu Rahagi berdiri.

"Lo berat banget sumpah."

"Lo aja yang boncel. Ringan banget sampai terbang gara-gara angin." Rahagi melingkarkan tangannya di pundak Inara ketika gadis itu melingkarkan tangannya di pinggang Rahagi–berusaha memapah lelaki itu menuju sofa ruang tengah.

Inara memutar bola matanya. Ia tidak membalas ucapan Rahagi. Setelah di depan sofa ruang tengah, ia membantu Rahagi untuk duduk secara perlahan.

"Lo bau bawang," komentar Rahagi.

"Udah dibantuin juga. Maklumi aja. Kalau gue nggak bau bawang, lo nggak bisa makan malem ntar," cerocos Inara layaknya ibu-ibu.

"Iya."

AntipoleWhere stories live. Discover now