56th Pole

55.5K 4.8K 2K
                                    

56th POLE

~~||~~

Tahun berikutnya...

Inara menggigit jarinya seraya menunggu loading akun email-nya.

Gadis itu sedang menunggu email yang akan menentukan kelanjutan perkuliahannya–apakah tetap di Indonesia atau pindah ke Jerman.

Setelah satu tahun yang lalu mengutarakan niatnya untuk kuliah di Jerman kepada Tyas dan Wira, Inara akhirnya mendapat restu walaupun Tyas sedikit berat melepaskannya.

Sejak saat itu, Inara mulai menyiapkan berkas-berkas untuk mendaftar di universitas tempat Gafar berkuliah dan mengambil jurusan yang sama dengannya.

Banyak yang bertanya, mengapa tidak dari awal saja Inara mendaftarkan diri untuk kuliah di Jerman? Yah, jawabannya adalah karena Inara sendiri masih ragu–awalnya.

Akan tetapi, Inara tidak menyesal karena satu tahun ini ia juga mendapat cukup banyak ilmu tentang bisnis dari kuliahnya di Indonesia.

Inara membuka inbox teratas di akun email-nya. Sebuah surat yang cukup panjang dengan kop surat nama universitas tempat ia mendaftar terpampang di layar laptop-nya. Inara men-scroll ke bawah untuk melihat kesimpulan isi surat tersebut.

Congratulation.

Pupil mata Inara membesar membaca tulisan tersebut. Tangan kanannya refleks menutup mulutnya sembari mengucap syukur dalam hati.

"Mama!" gadis itu beranjak dari tempatnya dan menghampiri Tyas yang sedang memasak di dapur.

Seruan Inara membuat perhatian Rahagi dan Bayu yang sedang berada di kamar–mereka sedang menghabiskan masa liburan sehingga bisa pulang ke rumah–teralihkan. Begitu juga dengan Naya yang sedang berada di ruang tengah.

Omong-omong, Naya sudah mendapatkan gelar S1-nya satu tahun yang lalu dan sekarang gadis itu sedang magang di salah satu lembaga kehakiman.

# # #

Satu tahun tidak bertemu, nyatanya tidak membuat Inara dan Rahagi canggung. Keduanya menjalani rutinitas mereka sebelum keduanya mulai sibuk dengan kuliah–bangun tengah malam untuk meminum cokelat panas dan ngobrol ngalor-ngidul di teras belakang rumah.

"Jadi juga lo ke Jerman." Rahagi menyesap cokelat hangat buatan Inara.

"Jadi dong." senyum Inara mengembang. Di tangannya, terdapat secangkir cokelat panas dengan asap yang masih mengepul.

"Gue senang lo senang." Rahagi tersenyum kecil.

Senyum Inara perlahan pudar. Gadis itu gemas sendiri dengan dirinya yang sampai sekarang masih menyimpan perasaan itu.

Hanya dengan kalimat itu, Inara sampai terbawa perasaan.

Padahal, jelas-jelas satu tahun belakangan ia sama sekali tidak berhubungan dengan Rahagi–baik via telepon maupun tatap muka.

Efek Rahagi benar-benar dahsyat.

"Ragi...," panggil Inara seraya meletakkan cangkir cokelatnya di sampingnya.

"Hm?" Rahagi menoleh kepada Inara ketika dipanggil begitu.

Gadis itu menghembuskan napas pelan lalu menatap ke dalam mata Rahagi. Ia tidak ingin menyembunyikan perasaannya lebih lama. Meskipun nantinya Inara harus melepaskan perasaannya, ia tidak mau menyimpannya terus-terusan seperti ini.

Jalan pikirannya memang sulit ditebak.

"Sayang nggak sama gue?" tanya Inara dengan nada jenaka–dan tiba-tiba. Membuat Rahagi membulatkan matanya.

AntipoleWhere stories live. Discover now