24th Pole

27.7K 3.5K 170
                                    

24th POLE

~~||~~

"Bang Ragi!" sorak seorang anak kecil.

Dalam keadaan yang remang-remang ini, Inara bisa melihat seorang anak laki-laki berlari ke arahnya, Rahagi, Dimas, dan Putra.

Rahagi hanya tersenyum mengulurkan tangannya menyambutnya. Anak itu memeluk kaki Rahagi, sedangkan lelaki itu mengusap rambutnya lembut.

"Udah lama ya abang nggak main ke sini."

Anak laki-laki itu mengangguk kemudian mengalihkan pandangan. "Ada Bang Dim sama Bang Putra juga."

"Iya." Dimas tersenyum. "Yang lain mana, Anton? Abang bawa makanan banyak nih."

"Asyik!" soraknya.

Tidak lama kemudian, sekitar tujuh orang anak berlari ke arah mereka.

"Abang!" seru mereka seraya memeluk Rahagi, Dimas, dan Putra. Inara yang berada di tengah lingkaran hanya berdiri canggung, sedangkan ketiga lelaki itu sudah berjongkok dan menyambut pelukan mereka.

"Eh, kenalin dulu, ada anggota baru. Bukan abang-abang, tapi kakak cantik," ucap Dimas.

Kedelapan anak dengan gender yang beragam itu menatap Inara.

"Halo, adik," sapanya dengan senyuman.

Seorang anak perempuan memeluk kaki Inara. Gadis itu berjongkok untuk menyejajarkan tinggi. Diusapnya rambut anak itu.

"Nama kakak siapa?" tanyanya.

"Aku Inara."

"Wah, kayak nama tokoh jepang yang aku baca di buku."

Inara tertawa. "Aku nggak ada keturunan Jepang padahal. Kalo kamu namanya siapa?"

"Aku Latinisha, Kak."

"Nama kamu bagus," puji Inara. "Cantik, kayak orangnya."

"Kakak bisa aja," jawabnya malu-malu.

"Kakak. Kakak pacarnya Bang Dimas, ya?" tanya salah satu dari mereka. Dito.

"Eh! Siapa yang ngajarin pacar-pacaran?" tanya Putra.

"Hehe. Aku sering denger dari kakak-kakak yang sering lewat di jalanan depan, Bang," jawabnya seraya tersenyum malu dan menggaruk kepala.

"Sekarang kalian masuk ke rumah. Abang mau ngambil makanannya dulu," ujar Dimas.

"Okee!" seru mereka bersemangat. Mereka berlari menuju rumah mereka.

"Ayo ikut, Kak!" gadis bernama Latin itu menarik tangan Inara.

"Iya," jawab Inara kalem. Putra ikut masuk ke dalam karena anak-anak itu menariknya. Sementara, Rahagi dan Dimas mengambil lima belas nasi kotak yang sudah mereka re-stock tadi.

Inara masuk ke dalam rumah–yang tidak pantas disebut rumah. Ruangan sempit itu hanya triplek tipis yang alasnya juga triplek. Suasananya remang-remang. Inara prihatin dengan kondisi mereka.

Awalnya, Inara tidak percaya ada kehidupan di sini. Gang sempit yang tidak terjamah oleh lampu jalan. Apalagi, hari sudah menunjukkan pukul delapan malam. Namun, bukan gelap yang Inara takutkan. Ia takut akan ada preman di gang sempit seperti itu, meskipun Dimas berkali-kali mengatakan bahwa ada ia, Putra, dan Rahagi yang tidak akan membiarkan dirinya kenapa-napa.

"Jadi, kalian tidur di sini?" tanya Inara berusaha tidak menunjukkan rasa ibanya–karena Rahagi sudah mewanti-wanti kalau anak-anak ini tidak suka dikasihani.

AntipoleWhere stories live. Discover now