Tentang Bunga

2.3K 57 0
                                    

Kalau inget kata-kata Natan, gue jadi kepikiran sama Bunga.    

Pertama kali gue kenal Bunga waktu gue nyamar jadi wartawan kampus di acara pentas seni di sekolahnya. Waktu itu gue udah masuk kuliah semester tiga, dan kebetulan juga gue ikut bantu ekskul majalah sekolah.

Sebenernya rada melenceng juga sih dari yang tadinya gue aktif di ekskul sepakbola, sekarang jadi malah ikut bantuin eskskul majalah sekolah. Semua ini karena gue ambil jurusan komunikasi jurnalistik, jadinya gue diminta buat bantuin ekskul.

Sabtu itu sepulang, gue baru pulang abis ngasih materi tentang publisitas ke anak-anak ekskul. Karena sekolahnya lagi ada pentas seni dan kebetulan enggak jauh juga dari sekolah gue. Iseng-iseng gue coba buat bikin liputan palsu.

Suara dentuman musik terdengar dari luar sekolah, gue langsung mempersiapkan kamera dan kartu andalan mahasiswa jurnalistik, kartu pers.

Dengan langkah pasti gue berjalan menuju meja penjualan tiket yang dijaga sama dua orang siswi.

"Permisi, saya dari majalah Aksi. Majalah kampus yang menyoroti acara-acara keren dari sekolah-sekolah," Kata gue dengan penuh percaya diri, "saya mau minta izin buat ngeliput di sini bisa?".

"Maaf kak, ada surat-suratnya buat liputan di sini?," Kata siswa yang brtugas menjaga tiket.

"Belom ada surat liputannya, soalnya kan kita dari tim acara lagi pada hunting buat materi bulan ini. Kalopun mau surat-suratnya pasti acaranya udah selesai!".

"Aduh, gimana yah kak?, kayaknya gak bisa deh!".

"Atau mungkin boleh ketemu sama ketua acaranya? biar saya ngomong langsung ke dia!".

Satu hal yang gue tau adalah, segala sesuatu bisa diselesaikan dengan komunikasi. Karena itu gue masuk komunikasi.

"Sebentar yah kak, kita panggil dulu!," Kali ini penjaga tiket yang satuya yang berambut panjang bangun dari duduknya lalu masuk ke dalam.

Lumayan lama sih gue nunggu, tapi penantian gue terbayar ketika si penjaga tiket datang bersama ketua panitia acara, dan itu adalah perempuan berambut hitam indah sebahu, dengan kulit cokelat dan matanya yang indah.

Entah kenapa gue selalu jatuh cinta sama perempuan dari matanya yang indah.

"Siang kak, aku Bunga, ketua panitia!". Gadis di depan gue itu mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman.

"Siang, saya Tomi, dari majalah Aksi!, saya mau meliput acara pensi. Apa bisa?".

"Ada surat-surat izin liputan enggak kak?".

Gue cuma bisa menggeleng pelan. Itu cukup buat mengisyaratkan kalo gue enggak punya surat-surat.

Bunga tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, ini hal yang bikin gue gampang jatuh cinta sama cewek. Senyumannya.

Gadis itu berbicara kepada dua orang temannya yang menjaga tiket. Tidak berapa lama, gue dikasih gelang tangan sebagai tanda masuk. Dengan isyarat anggukan kepalanya, gue ikut masuk ke dalam sekolah bersama Bunga.

"Makasih yah, udah bolehin masuk. You're so nice!".

"Sama-sama kak, tapi gak gratis lho!," Jawabnya sambil tersenyum.

"Aku mesti bayar berapa nih ?".

"Gak bayar kak, cuma ajari aku fotografi aja!".

Kita berdua tertawa melewati lorong kelas sebelum akhirnya sampai di lapangan tempat pensi digelar, selama 'meliput' acara pensi, Bunga menemani di samping gue. Sesekali gue biarin dia buat menangkap momen pensi dengan kamera Nikon yang gue bawa.

Selesai acara kita saling bertukar kontak. Gue janji buat ngajarin dia fotografi, sekaligus menjadikannya model buat foto gue. 


AKAD (Full)Where stories live. Discover now