Nyali

1.2K 36 1
                                    

Sudah lima bulan lamanya gue kehilangan kabarnya Embun, setiap kali gue kirim pesan lewat aplikasi whatsapp pun tak pernah ada jawaban darinya. Sementara semakin hari gue semakin dekat sama Gita. Sebenarnya gue bisa aja ajak Gita pacaran dari jauh-jauh hari, tapi gue masih nunggu kesempatan buat jadian sama Embun.

Malam itu gue lagi di sebuah kedai kopi tempat biasa gue dan Gita ngopi, tiba-tiba ada sebuah pesan masuk di ponsel gue. Betapa senangnya gue waktu tau itu adalah pesan dari Embun.

"Hai Tom, apa kabar?,"

Pesan itu membuat gue senang bukan main, karena kita udah lama enggak ketemu.

Gue mulai menulis huruf demi huruf hingga merangkai kata.

"Aku baik, kamu apa kabarnya?".

Tak perlu menunggu lama, Embun pun langsung membalas.

"Baik Tom, aku mau ketemu kamu boleh enggak?".

Ini adalah sebuah kesempatan buat gue, tanpa pikir panjang gue langsung mengiyakan keinginan Embun buat ketemu. Akhirnya kami sepakat buat ketemu malam minggu nanti.

Enggak sabar rasanya menunggu malam minggu nanti, padahal sekarang ini hari Kamis. Tapi dua hari saat itu buat gue adalah kaya dua tahun.

Akhirnya malam Minggu pun tiba, gue dan Embun ketemu di rumah makan cepat saji di daerah Sarinah.

"Maaf aku telat Tom!," Embun menyalami gue lalu mengecup kedua pipi gue.

"Aku juga baru sampe kok Bun!".

Jujur aja, gue belum pernah melihat Embun secantik malam ini. Beda banget kaya waktu dulu kita sering jalan bareng.

"Kok bengong, Tom?," Suara Embun menyadarkan gue dari lamunan.

"Eh, enggak Bun, gapapa. Kamu mau makan apa?," Kata gue sambil bersiap buat mengantri.

"Samain kaya kamu aja Tom!".

Setelah pesanan kami tersedia, kita ngobrol banyak sambil makan burger dan kentang goreng yang kami pesan. Sambil tertawa kadang Embun menyuapi kentang goreng ke mulut gue, sampai kami kelihatan seperti dua sejoli yang sedang berpacaran.

"Embun, pertanyaanku masih sama seperti dulu. Kapan kamu mau jadi pacar aku?".

Gadis itu menghembuskan nafas, lalu menyandarkan kepalanya di bahu gue, "Jawabanku masih sama Tom, aku belum mau pacaran sama kamu. Aku masih nyaman seperti ini!".

Rasa kecewa kembali menghujam jantung gue, tak ada kata-kata yang keluar dari kami berdua. Suasana pun menjadi canggung saat itu.

Sampai perjalanan pulang pun kami masih terdiam, entah kenapa sepertinya Embun merasa seperti ada yang mengganjal dalam hatinya. Semua terjadi hingga kami sampai di depan pagar rumahnya.

"Masuk yuk Tom!," Embun memberanikan diri untuk berbicara.

"Aku langsung pulang aja Bun!".

"Temanin aku Tom, di rumah lagi enggak ada orang," Pinta Embun dengan wajah memelas.

Kalau sudah begini gue enggak bisa menolak permintaannya, gue masukkan motor ke dalam rumah, lalu Embun mengunci pagar dan pintu depan.

Setelah mencuci muka, Embun langsung menarik gue ke kamarnya. Diciumnya bibir gue dengan penuh nafsu dalam pelukannya.

"Aku sayang kamu Tom, tapi aku enggak mau jadi pacar kamu. Aku lebih nyaman seperti ini!," Embun larut dalam ciumannya.

Malam itu berbeda seperti biasanya, kami bercinta dengan penuh hasrat. Rasa rindu karena lama tak berjumpa membuat gairah kami semakin menggebu.

Kami bercinta sampai pagi.

Sepulangnya dari rumah Embun, gue istirahat sebentar dan membulatkan tekad gue untuk mengajak Gita pacaran. Setidaknya gue udah dapat kepastian kalau Embun tidak mau pacaran sama gue.

Kegiatan Gita sekarang lumayan sibuk, terlebih setelah ia lolos seleksi untuk ikut konser orkestra. Tapi untungnya malam nanti waktunya kosong.

Setelah jemput Gita di rumahnya, gue ajak dia ke taman Kodok, tempat pertama kali kita makan nasi goreng.

"Git, kamu inget enggak ini tempat apa?".

"Inget kok Tom, ini kan tempat anak-anak pada nongkrong kalo malem minggu!".

Rada kaget sih gue mendengar jawaban Gita, sebenernya yang gue harapkan adalah Gita menjawab tempat pertama kali ketemu. Tapi enggak kenapa, gue masih bisa maklum.

Gue mengajak Gita buat ngopi, dua cangkir kopi hitam Jambi kerinci yang gue pesan pun sudah tersedia. Gita dan gue suka banget minum kopi hitam yang dibuat dengan metode v60, karena menurut kami rasanya lebih bervariasi, antara manis, pahit dan asam.

"Git, selamat yah, kamu udah lolos seleksi!," Sambil mengelus rambutnya Gita.

"Makasih Tom, hehehe!," Wajah Gita terlihat polos dengan senyumannya.

"Ada yang mau aku omongin Git, tapi..."

"Tapi kenapa Tom?".

"Ah, gapapa Git, nanti aja deh!".

Okeee, gue masih belom berani juga buat ngajak Gita pacaran, tapi setidaknya gue masih bisa bilang pas sampe di rumahnya nanti.

Sesampainya di depan rumah Gita, gue coba beranikan diri buat ngomong.

"Git, a-aku sayang sama kamu!", Dengan ragu gue bilang itu ke Gita.

"Apa Tom?".

"Aku sayang sama kamu, mau jadi pacar aku enggak?".

Gadis itu bersandar di pagar rumahnya, "Kamu kenapa bilang sekarang Tom?".

"Aku menunggu waktu yang tepat untuk bilangnya Git".

"Kemarin-kemarin bukan waktu yang tepat Tom?, kenapa enggak waktu kita sering jalan Tom?," Air mata Gita perlahan menetes.

"Aku belom berani bilang Git, baru sekarang aku punya nyali itu!".

Plak!, sebuah tamparan mendarat di pipi gue, membuat gue terkejut.

"Itu buat ketidak beranian kamu selama ini Tom!", Kata Gita sambil menangis, lalu ia memeluk gue "dan ini buat rasa sayangku sama kamu juga!".

Suasana kembali hening saat itu, seolah waktu terhenti.

"Tapi aku enggak bisa jadi pacar kamu Tom!. Kemarin Bima, mantanku datang, dia mengajak aku buat balikan!".

"Te-terus!".

"Jujur aku masih sayang sama Bima, tapi aku juga sayang sama kamu. Aku sebenarnya berharap kamu yang meminta lebih dulu, tapi ternyata Bima yang lebih dulu!".

Ditatapnya dalam-dalam mata gue dengan air mata yang semakin membanjiri pipinya.

"Maaf Tom!," Gita kemudian berjalan ke pintu rumahnya.

"Git, Gita tunggu. Aku kamu enggak bisa seenaknya aja meninggalkan aku di sini!," Setengah teriak gue memangilnya.

"Apalagi Tom, aku kan sudah minta maaf sama kamu!," Langkahnya terhenti sebelum sampai di pintu masuk.

"Aku udah maafin kamu kok, kamu sama mantan kamu pun aku enggak masalah. Tapi...".

"Tapi apa Tom?".

"Tapi helm aku jangan kamu bawa!".

Malam itu gue pulang ke rumah dengan perasaan hancur. Embun tidak mengeluarkan gue dari zona teman, sementara gue merasa de javu waktu ngungkap perasaan ke Gita.

(bersambung)

AKAD (Full)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ