Zona Teman

1.7K 45 0
                                    

Sebelum ketemu Putri, gue sempet berusaha buat mendekati sahabat gue. Entah kenapa gue lebih suka menyebutnya Sahabat, daripada teman mesra. Karena buat gue kata sahabat lebih manusiawi.

Namanya Embun, adik kelas gue di kampus dan satu tahun di bawah gue. Tatapan matanya teduh seperti embun pagi hari, kalau tersenyum tampaklah manis di wajahnya dengan deretan giginya yang putih dan rata.

Pertama kali gue kenal dia waktu di kelas Komunikasi massa, gue ngulang mata kuliah ini karena kesalahan gue sendiri. Waktu presentasi dulu gue enggak masuk karena sakit. Akhirnya gue dapet nilai D.

Begitu masuk kelas gue langsung tertarik sama satu cewek yang dandanannya jauh dari kata feminim. Kemeja flanel yang dipakainya hanya dikancing tiga dan dibiarkan dua kancing di atasnya terbuka, di balik kemejanya ada kaos hitam polos. Celananya jins berwarna biru dan sepatunya kets berwarna cokelat kulit.

"Ada yang duduk di sini nggak?," Gue menunjuk pada bangku di sebelahnya yang kebetulan kosong.

"Umm... Kayaknya enggak ada kak!".

Gue langsung duduk sambil melepas tas yang gue bawa di punggung, "Tomi!," kata gue sambil mengulurkan tangan mengajaknya salaman.

Gadis itu tersenyum, lalu menyambut ajakan salaman gue. "Embun. Aku udah tau nama kakak, kan waktu ospek kemarin kakak yang ospek aku!".

"Oh, gitu yah? Kok aku lupa yah?".

"Ya, mungkin penampilanku pas ospek sama sekarang beda!," Jawab embun sambil tersenyum manis.

Tak lama dosen masuk, gue yang enggak mau mengulang lagi mata kuliah ini di tahun depan memerhatikan dengan khidmat. Tapi sambil sesekali melirik ke arah Embun.

Setelah satu setengah jam, akhirnya kelas komunikasi massa pun selesai. Tanpa tunggu waktu lama gue punya niat buat meminta kontaknya embun, tapi ternyata gue keduluan. Gadis itu yang meminta kontak gue terlebih dulu.

Perkenalan singkat di kelas komunikasi massa itu membukakan jalur komunikasi kami. Teman-teman dan dosen sering menangkap kami sedang berduaan di lorong kelas. Bukan dalam artian negatif, tapi gue dan Embun sering banget ada di lorong kelas buat sekedar ngobrol hal-hal yang enggak penting.

Ada beberapa persamaan antara gue dan Embun setelah kita saling mengenal, sama-sama suka jalan-jalan, fotografi, dan yang paling gue salut sama Embun, dia suka banget sama kopi.

Seperti asap yang menjalar, gosip pun menyebar luas. Gue dan Embun diisukan jadian. Padahal kita cuma temanan aja. Biarlah kami yang menentukan hubungan ini.

"Bun, cowok kaya apa sih yang jadi kriteria pacar kamu?," Kata gue di suatu hari ketika di sebuah kedai kopi dan lagi minum kopi Jambi Kerinci yang diseduh manual.

"Simpel Tom, aku enggak suka ribet. Aku lebih suka cowok yang asik, dan bisa jadi temen sekaligus pacar!," Embun menyeruput kopinya. "Kalo kamu, tipe cewek kaya apa kriteria pacar kamu?".

"Kaya kamu Bun!".

"Kenapa kaya aku?".

"Karena kamu enggak ribet kaya cewek-cewek lain, ditambah lagi enggak drama queen kaya anak-anak di kampus!".

Gue menghabiskan kopi yang tadi gue pesan, ada rasa manis seperti kismis menggantung di tenggorokan. Ini kopi terenak yang pernah gue minum, apalagi ditemani embun.

Malam semakin larut, gue pun mengantarkan Embun pulang ke rumahnya. Tapi sebelum ia membuka pagar rumahnya.

"Embun tunggu!," Gue berusaha menahannya untuk tidak masuk dulu.

"Kenapa Tom?".

Sedikit tarikan nafas membuat gue lepas dari rasa gugup, "Ka-Kamu mau jadi pacar aku?".

Senyuman manis keluar dari bibir embun, ia terdiam sejenak memandang mata gue. "Tomi, jujur aja aku sayang sama kamu. Tapi aku masih nyaman jadi teman kamu!".

Rasa kecewa langsung menyergap tubuh gue, tapi gue berusaha buat engak menunjukkannya di depan Embun.

"Kita temanan aja yah Tom, tapi lebih dekat dari sekarang!," Embun mengecup kening gue, jujur aja ini membuat gue terkejut. "Terima kasih buat hari ini yah!".

Gue masih terdiam membisu, apalagi ketika Embun mengecup kening gue.

"Tom, kamu mau pulang apa mau di situ aja?".

"Eh, eh... Yaaa pulang lah Bun!," Gue masih gelagapan karena dikejutkan sama Embun. Sebelum gue pulang, gue bales kecupannya di kening embun.

Gadis itu masuk ke dalam rumah lalu melambaikan tangan dari balik jendela. Gue langsung meluncur dengan motor kesayangan gue.

Perasaan gue malam ini berkecamuk antara sedih, namun senang. Meskipun gue gagal menjadikan Embun sebagai pacar gue, tapi dia juga bilang kalau perasaannya ke gue juga sama.

Semenjak itu kami jadi semakin dekat. Teman tapi rasa pacar, karena sekarang perhatiannya Embun jadi lebih ke gue. Dan pada suatu siang di lorong kampus, kami berciuman untuk pertama kalinya.

(Bersambung)

AKAD (Full)Where stories live. Discover now