Sepenggal Kisah

1.2K 37 0
                                    

Putri adalah pelabuhan cinta terakhir gue, karena gue udah siap lahir batin buat menjalani sisa hidup bersamanya. Meskipun sejujurnya kenangan waktu melamar Vika masih membekas di hati gue, tapi setidaknya gue udah dapet persetujuan dari bokapnya Putri.

Bukan hal yang mudah menjalani kisah cinta, apalagi setelah kita mulai yakin sama seseorang. Ada aja hambatan yang jadi ujian buat hubungan ini. Embun contohnya, dia datang lagi setelah sekian lama gue berusaha buat melupakan tentangnya.

"Kamu kan udah punya suami Bun, kenapa juga mesti ngajak aku buat ketemuan?," Kata gue sewaktu Embun mengajak gue buat ketemuan.

"Aku rindu kamu Tom!".

"Aduh Embun, enggak ada kata yang lain selain rindu?," Gue menepuk jidat sendiri, "Hey, kamu itu udah ada yang punya, lagipula... Ah, udah gila kali nih kamu!".

"Maaf yah Tom, mestinya dulu aku terima kamu!"

Tak ada satupun kata yang keuar dari mulut gue.

"Kamu mau kan maafin aku?".

"Kalo soal maafin sih, udah dari dulu Bun. Kamu kan tau aku enggak bisa marah sama kamu!".

"Hehe, aku kangen kamu Tom, aku kangen semuanya yang ada di kamu!".

Kata-kata itu yang bikin suasana menjadi enggak karuan, bikin bingung mau jawab apa. Kata kangen itu baru keliatan hebatnya kalau sepasang anak manusia yang sedang menjalin hubungan lama enggak ketemu, baru itu bisa membawa suasana adem.

Kalau kangen yang ini, ketika salah satu sudah diikat oleh hubungan tali pernikahan dan yang satu sebentar lagi mau nikah. Ini sih namanya perselingkuhan.

"Sebenarnya aku juga kangen sama kamu Bun, tapi kita enggak bisa kaya dulu. Kamu udah punya suami. Aku juga udah ada calon istri!".

"Kamu sama siapa Tom?," Embun menggenggam tangan gue.

"Namanya Putri, Bun. Dia dulu sering datang ke kedai tempat aku kerja. Awalnya sih sama cowoknya, tapi lama kelamaan dia malah nyaman sama aku!".

Sebentar saja ada tawa pecah di antara kita berdua.

"Emang yah, kamu tuh dari dulu aura nya enggak ilang-ilang!".

"Aura?, emang aku punya aura apa Bun?".

Embun menyeruput minumannya, lalu menyibakkan rambutnya, "Kalo deket kamu itu bawaannya nyaman Tom!".

"Emangnya aku tempat tidur, bisa bikin nyaman?".

"Umm... Beda tipis sih, makanya aku suka kalau tidur sama kamu!".

Awkward kedua malam ini. Ya, kata-kata Embun tadi bikin gue jadi salah tingkah. Meskipun dia sudah punya suami, tapi gue sejujurnya masih menyimpan perasaan sama dia. 

Suasana kemudian hening di antara kami berdua, tak ada kata-kata yang keluar dari mulut gue dan embun. Entah ada setan apa yang merasuki kami berdua, perlahan-lahan wajah kami saling mendekat. Entah siapa yang memulainya tiba-tiba kami berdua saling berciuman.

Dua insan yang dulunya saling menyayangi, bahkan mungkin mencintai. Tapi salah satunya tidak mau membuat kedua hati itu menjadi satu, malah memilih untuk membuka hati kepada yang lain. Malam ini kembali menjadi satu, tapi hanya untuk sesaat.

"Embun, kita enggak bisa kaya gini. Ini udah bukan cinta lagi namanya!".

"Ta-Tapi Tom!," Embun berusaha untuk menggenggam tangan gue lagi, tapi segera gue tarik tangan gue.

"Maaf Bun, kita enggak bisa terlalu jauh. Aku harap kamu bisa mengerti. Aku sayang sama kamu, tapi aku enggak mau menghancurkan keluarga kamu!".

Malam itu gue tinggalkan Embun di sudut cafe setelah gue bayar bill atas pesanan kami tadi. Dari kejauhan gue lihat Embun menyeka air matanya. Selamat tinggal kisah cinta yang mungkin bukan cinta sejati gue.

Bantu aku membencimu

Ku terlalu mencintaimu 

-La Luna -  Selepas Kau Pergi-

(Bersambung)


AKAD (Full)Where stories live. Discover now