Sahabat Jadi Cinta

1.6K 47 1
                                    

Kedekatan gue dan Embun semakin erat sejak kejadian ciuman di lorong koridor kelas waktu itu. Gosip yang beredar pun semakin menguat, padahal sebenarnya kami belum jadian. Saking dekatnya kita udah kaya orang pacaran.

Rute pulang gue pun jadi semakin jauh, karena gue harus mengantarkan Embun pulang dulu ke rumahnya, kadang nganterin dia beli makanan sebelum pulang, baru akhirnya pulang ke rumah. Tapi itu pun tidak berjalan dengan cepat, karena jalan ke rumah gue yang lagi diperbaiki jadi gue mesti memutar rada jauh.

Tapi Embun bukan tipe cewek yang cuma mau dimengerti sendiri, tapi dia termasuk salah satu cewek yang pengertian. Karena tiap kali gue lagi ada tugas, pasti Embun selalu nemenin gue. Seperti contohnya waktu itu, gue harus hunting foto malam hari.

"Kamu gapapa pulang malem emang, Bun?" Kata gue sambil memerhatikan hasil foto yang gue ambil di layar penunjuk kamera digital gue.

"Gapapa kok Tom, kebetulan orang rumah lagi pada pergi. Daripada aku bete sendirian di rumah, mending aku ikut kamu hunting!".

"Dasar, bilang aja kamu takut sendirian di rumah!," Kali ini gue mengusap rambutnya.

"Enggak tuh, aku gak takut sendirian. Cuma bete aja kalo sendirian di rumah gak ngapa-ngapain!".

Sedetik kemudian tawa kami pun pecah.

"Bun, lapar enggak?, makan nasi goreng gila yuk!".

Gue memesan dua nasi goreng gila, satu buat gue, dan yang satunya lagi buat embun. Malam itu kami bercanda lepas, sesekali Embun menyuapkan nasi ke gue.

Selesai makan gue langsung mengarahkan motor gue ke arah Bundaran HI, waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Larangan motor masuk jalur protokol pun sudah habis. Sekali lagi gue ambil gambar air mancur yang menjadi salah satu ikon kota Jakarta.

Sepanjang perjalanan pulang Embun selalu tertawa, apalagi kalau gue mengomentari tulisan-tulisan di jalanan atau warung-warung tenda yang ada di pinggir jalan.

"Masuk Tom, motor kamu masukin juga!," Bunga membuka pintu pagar lebar-lebar supaya motor gue bisa masuk.

"Bun, aku pulang aja deh, udah malem nih!".

"Temenin aku Tom, aku takut sendirian!".

"Tadi katanya berani!, emang orang rumah pada kemana?," Gue memasukan motor ke dalam rumah embun, lalu memarkirkannya di ruang tamu.

"Orang tuaku lagi ke Surabaya, adik aku juga ikut. Baru pulang hari Minggu!," Bunga menutup pintu lalu menguncinya.

Embun masuk ke kamarnya, sedangkan gue langsung ke kamar mandi buat buang hajat. Gue lagi nonton tv di ruang tengah ketika Embun keluar dari kamarnya dan sudah berganti dengan baju tidur.

"Belom ngantuk Tom?," Katanya sambil menengak segelas air es.

"Belom Bun, filmnya lagi seru!".

"Kalo udah ngantuk masuk kamar aku aja yah Tom!".

"Eh, a-aku tidur di sini aja Bun, masa di kamar kamu!".

Embun langsung mematikan tv yang gue sedang tonton dengan remote, dia menarik gue ke dalam kamarnya.

"Gak bisa, pokoknya malam ini kamu temenin aku!".

Kami berciuman lagi di atas tempat tidur empuk kamar Embun. Pendingin ruangan seolah tidak bisa menghilangkan panas, kami malah berkeringat. Pelukan kami semakin erat, tangan gue mulai menjelajahi wajah Embun. Semakin turun ke leher dan terus menyusuri tubuh embun yang masih berbalut baju tidurnya.

"Bun, kenapa kamu enggak mau pacaran sama aku?".

Embun menggeleng, "Enggak Tom, aku masih nyaman seperti ini sama kamu. Mungkin nanti baru aku mau pacaran sama kamu!," Lalu Embun kembali mengecup bibir gue.

Malam itu tak ada kata-kata lagi yang keluar dari kami berdua, semuanya berganti dengan desah nafas yang berderu. Deretan boneka di kamarnya dan tirai menjadi saksi pergumulan kami malam itu. Intinya malam itu, gue dan Embun yang hanya punya status teman rasa pacar bercinta.

(Bersambung)


AKAD (Full)Where stories live. Discover now