[2] A Man With His Sway

7.6K 714 18
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


.

.

.

.

Trang!

Suara besi yang beradu saling bersahutan. Teriakan-teriakan terdengar menggema bersatu dengan udara dan terik matahari yang menyengat kulit, sampai peluh-peluh menganak sungai di tubuh mereka yang tak dihiraukan.

Sepasang mata itu memperhatikan setiap pergerakan yang ia tangkap. Netranya bergerak lincah. Wajahnya tak beriak, dan diamnya disana tidak membuatnya lantas dihiraukan.

Sampai sepatah kata yang keluar dari mulutnya, lebih dari cukup untuk menghentikan apa yang sedang mereka lakukan.

"Cukup!" Pandangan seluruhnya beralih pada Sang pemilik suara.

Pria itu berjalan mendekat ke arah kumpulan warrior itu. Iris hijaunya terlihat berkilau ditempa cahaya matahari. Tubuhnya yang hanya berbalut celana panjang membuat kulit eksotisnya semakin terlihat, dan jangan lupakan otot liatnya yang terbentuk itu.

Alpha Davion,

Aura dominasinya yang mengudara terasa sangat pekat. Tidak dapat dipungkiri jika dia adalah pemimpin yang sangat disegani. Darah Alpha terdahulu yang mengalir di setiap nadinya membuat pria itu mendapatkan gelarnya saat ini.

Setiap perintah yang diucapkannya seakan menghipnotis siapapun agar melaksanakan titahnya, submissive. Dan Alpha tone yang terdengar selalu mendominasi diantara Alpha lainnya.

Sebuah Ulfberht Sword sudah berada dalam genggaman tangan kanannya. Bukan jadi rahasia lagi jika pedang khas bangsa viking itu adalah salah satu pedang kesayangan Sang Alpha selain Estoc dan Zweihander-nya.

Semua warrior yang berada di sana sangat tahu apa yang setelah ini akan Sang Alpha ucapkan. Ia akan menantang setiap warrior untuk melawannya, seperti biasa.

Hanya memikirkannya saja sudah membuat mereka berkecil hati, karena mereka sudah bisa menerka siapa yang akan memenangkan duel itu. Alpha mereka tidak akan berhenti sampai salah seorang di antara mereka bisa mengalahkannya, setidaknya bisa menggores sedikit bagian tubuhnya, dan itu sudah cukup untuk mengakhiri duel.

Selama ini baru Sang Beta yang bisa melakukannya, itupun hanya menggores sedikit lengan Alphanya yang pasti akan segera sembuh dengan cepat. Sedangkan Sang Beta sudah dibuat kewalahan hanya untuk sekadar menciptakan sebuah goresan kecil di tubuh junjungannya itu.

Lalu sekarang, siapa yang akan menghentikan duel ini saat The second-command sedang pergi melaksanakan tugasnya.

***

Acara makan malam yang dilakukan berjalan seperti biasanya, tenang tanpa ada suara pembicaraan. Dan sekarang, mereka sedang saling mengobrol satu sama lain.

"Hei, Alpha!" Davion hanya menatap malas ke arah laki-laki yang baru saja memanggilnya. Ia tetap diam sambil menyesap minumannya dengan tenang.

"Coba kau ceritakan saat kau sedang pergi ke pack-pack lain. Apakah kau berhasil menemukan matemu?" Seorang gadis di sebelah laki-laki tadi ikut menyahut.

Setelah mendengar pertanyaan yang terlontar itu, semua pasang mata menatap penuh harap ke arahnya.

"Aku pergi karena urusan pekerjaan, bukan untuk mencari mate," jawabnya.

Semuanya melemaskan bahu. Harapan mereka untuk mendapat kabar saat pria itu pulang membawa pasangan hidupnya sudah pupus, harus berapa lama lagi mereka menunggu?

"Kau itu seorang hewolf. Seharusnya kau yang mencari dia, bukan sebaliknya." Ayahnya, Samuel, sudah beberapa kali memberi pengertian pada anak sulungnya itu untuk segera mencari matenya.

Sial.

Pembicaraan seperti inilah yang selalu bisa membangkitkan keinginannya untuk bertemu dengan matenya. Ia dan Remus, wolf-nya, ingin sekali melihat bagaimana rupa matenya, bagaimana aroma memabukkan yang akan menjadi feromon itu terhirup oleh inderanya setiap saat.

Aroma yang pasti bisa dengan mudah meningkatkan kadar serotonin dalam dirinya. Karena sebagai seorang Alpha, sifat possesive terhadap pasangannya pasti lebih besar. Ia juga ingin tahu bagaimana rasanya menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan pasangan takdirnya.

Dan sepertinya mulai saat ini ia harus mulai lebih keras lagi untuk mencari. Kemanapun dan dimanapun matenya berada sekarang, semoga Moon Goddes membantu memudahkan pencariaannya.

Setelah itu suara teriakan dari seorang perempuan membuyarkan lamunanya. Ia kemudian melihat keributan di depan matanya dengan jengah. Selalu seperti ini.

Si kembar, yang tidak lain dan tidak bukan adalah adiknya, sedang beradu mulut tentang suatu hal yang tidak penting. Usia mereka mungkin sudah bisa dikatakan dewasa, tapi untuk urusan sifat, mereka masih bisa dibilang seperti pup. Mommy's boy.

Ancelin dan Ravel, kedua adiknya itu memiliki sifat yang bertolak belakang dengannya. Tapi mungkin hanya sifat keras kepala mereka yang sama, yang konon katanya menurun dari sifat Sang ibu.

Davion kemudian beranjak dari kursinya, berjalan menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubuh letihnya.

'Jika mate berada disini, rasa lelah ini pasti akan cepat hilang bukan?' Suara Remus menginterupsi pikirannya.

Davion menarik napas panjangnya, setuju dengan apa yang serigala itu katakan. Ia pernah dengar dari sahabatnya, saat dia sedang lelah maka hanya dengan bersama matenya semua perasaan itu akan menguap seketika, hilang tak berbekas.

'Besok aku akan mulai mencarinya lebih keras lagi. Berdoalah semoga kita cepat dipertemukan dengannya,' balas Davion, yang pastinya didukung oleh serigalanya itu.

Sampai di kamarnya, pria itu mulai merebahkan tubuh di peraduannya. Menengok ke arah samping dan menatap sinar bulan yang memancar melewati jendela kaca. Entah kenapa saat ini ia merasa, bahwa Dewi bulan sedang menyampaikan padanya bahwa tidak lama lagi ia akan dipertemukan oleh takdir hidupnya. His Queen.

***
TBC.



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
BLE MOU ✓Where stories live. Discover now