(05) Mehdiard

728 67 12
                                    

"Mar! Mar!" seru Yuzarsif dari luar pagar.

Rumah kediaman Mar cukup sederhana, dengan cat putih menempel pada dindingnya, mempunyai tiga kamar, satu ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Tertancap pagar dengan cat cokelat melindungi halamannya yang tidak terlalu luas, tapi terlihat cukup banyak bunga menghiasi rumah.

Mar membuka pintu dan melihat Yuzar membawa sepedanya.

"Hei, Mar! Aku mau ngembaliin sepedamu yang dipinjem Fia semalem. Katanya, 'terima kasih dan maaf'."

"Ok. Nggak masuk dulu, Zar?" tawarnya santai.

"Thanks Mar. Nggak papa. Aku mau lanjut lari pagi. Sepedanya simpen sini, ya?"

Yuzar menyenderkan sepedanya di tembok depan teras, lalu ia pun pergi. Namun, langkah keempatnya terhenti oleh pertanyaan yang akhirnya terlontar, "Mar, semalam, gimana nasib dua orang itu?"

"Mati."

"Hah?!?"

"Tapi bukan olehku. Ada yang datang dan membereskannya. Dan nggak usah khawatirkan aku!" jawab Mar dingin, padahal ini tentang kematian, seolah semalam adalah hal biasa.

Tanpa balasan sedikit pun, Yuzar melanjutkan langkah kakinya tanpa menoleh ke belakang. Mar hanya menatapi punggung yang sudah melangkah jauh, lalu melanjutkan perkataannya, " ... bukan aku yang membunuhnya. Melainkan oleh, Orkanois."

Tiba-tiba saja dari dalam ruang tamu seluas 3 x 6 m, muncul lingkaran dengan percikan biru di sekitarnya. Lingkaran yang terus berputar, seolah sebuah portal sedang dibuka.

Dari portal itu, keluarlah Orkanois seraya berkata, "Aku kagum sekali padamu, dan kekuatan Mehdiard yang tertanam dalam dirimu. Semalam, setelah menerima serangan dariku, kau memejamkan mata, aku kira kau mati begitu saja. Namun, semenit kemudian, kau bangkit dan berjalan sampai sini, walau dengan sempoyongan. Padahal sengatan kabelku setara dengan petir badai laut." Monster itu menunjuk kabel yang keluar dari armonya.

Sementara Mar, tidak begitu menanggapi dan perlahan menutup pintu rumah.

Vas bunga kecil berwarna biru yang berdiri di atas meja pojok ruangan, tersenggol hingga terjatuh dan pecah oleh ekor monster tersebut. "Ngomong-ngomong, apa ini rumahmu? Sempit sekali," singgungnya.

"Nggak suka? Silakan keluar," sentak Mar.

"Tidak, aku akan duduk di lantai saja." Dengan santai ia duduk sila di lantai.

"Jadi, kau ini alien? Atau semacam makhluk fantasi dari dunia lain? Isekai gitu," tanya Mar yang duduk di kursi ruang tamu sambil mengepal tangannya.

"Dari sudut pandangku, justru dirimu dan rasmu adalah alien. Salam, namaku Orkanois dari planet Orka."

"Kadal bisa sopan juga ternyata. Nggak usah basa-basi. Kapan kita bisa mempercepat kiamat?" tanya Mar.

"Wow, wow, buru-buru sekali. Kau yakin tidak ingin menanyakan hal lain tentang kejadian ini? Karena menurutku, manusia akan berpikir bahwa ini sangatlah aneh," tanya Orkanois yang bahasa tubuhnya pun sudah menyerupai manusia formal.

"Semua udah jelas bagiku."

"Sudah jelas?" tanya Orkanois.

"Ya, kau makhluk dari planet atau apalah. Terus, karena di sana kekurangan sumber dayanya, Bumi pun dipilih sebagai tempat tinggalmu yang baru. Dan kebetulan daging manusia adalah makananmu," jawab Mar.

"Begitukah sudut pandang manusia soal alien? Asalkan kau tahu, makananku sama dengan tumbuhan di Bumi, dedaunan."

"Sial meleset. Jadi kau naga vegetarian? Terus buat apa mayat yang kaubawa?"

ORKANOIS (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora