(10) Sampai Di Sini (end)

287 22 14
                                    

"Kekuatan Teeporth ... bahkan bisa kau gunakan ke tempat yang belum pernah kau lihat atau belum pernah kau kunjungi sebelumnya. Namun syaratnya, di tempat itu harus ada orang yang kau kenali."

"Hallo, Runa! Lama tak jumpa."

"Aku? Aku hanyalah Bayangan. Kau bisa melihat ke arah pohon di kirimu."

"Si Bayangan yang telah mengganti jantungku dengan jantung Mehdiard."

"Terus kenapa bukan Ayah langsung yang ngelarang? Ke mana dia, Bu?!? Kenapa Ayah hilang gitu aja tanpa jejak apa pun? Udah hampir 3 tahun Ayah menghilang."

"Jadi kau tidak sadar telah memakanku, Duxa si Bayangan para raja? Kalau bukan karena dimakan olehmu, tugasku sudah selesai dari dulu."

Mar bangkit dan melihat jasad ayahnya, lalu bertanya dengan nada pelan, "Jadi kau menggunakan si Bayangan sebagai mediasi untuk membuka portal di Bumi, lalu menelan ayahku yang dirasuki oleh si Bayangan? ... Untuk apa kau menelan ayahku?"

"Entah pantas atau tidak aku meminta maaf terus padamu. Aku sama sekali tidak mengetahui bahwa manusia yang aku jadikan sebagai eksistensi tubuh adalah ayahmu," jawab Orkanois di saat tubuhnya mulai memudar.

"Eksistensi?"

"Mengapa aku memakan manusia, adalah untuk mempertahankan wujudku di dunia ini. Setelah menggunakan kekuatan Teeporth dalam skala besar, wujud asliku akan menghilang. Lihatlah!" titah Orkanois menyuruhnya untuk melihat tubuhnya yang semakin lama semakin memudar.

"Pantas saja polisi dan orang-orang nggak tahu keberadaannya. Selama ini Ayah bersemayam di tubuhmu. Pantas saja kau bisa meniru gerakan ayahku. Pantas saja kau mirip dengan ... ayahku," ujar Mar.

"Mar, maafkan aku ...."

"Apa ini termasuk konsekuensi atas penggunaan kekuatan Teeporth?" tanya Mar.

"Ya, kekuatan besar mempunyai bayaran yang besar pula. Selain rasa sakit di kepala, setiap kali aku menggunakan Teeporth, dimensinya terus menggerogoti keberadaan tubuhku," jawab Orkanois yang sementara tubuhnya semakin transparan.

Mar menyentuh leher ayahnya, namun ia sama sekali tidak merasakan denyut nadi dan tubuhnya pun sudah dingin.

"Biar kusimpulkan. Kau menelan jasad manusia hidup-hidup untuk mempertahankan wujudmu di dunia ini, dan setelah tubuh itu mati, kau memuntahkannya?" tanya Mar.

"Y-ya ... Ta-tapi, aku sama sekali tak bermaksud untuk membunuh ayahmu, bahkan aku sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah ayahmu."

"Bukannya kau punya kabel untuk membaca pikiran orang lain?" tanya Mar curiga.

"Walau aku sudah menyentuhnya dengan kabel sekalipun, semua ingatannya terhalang oleh kabut hitam. Mungkin terhalang akibat Duxa merasukinya," jawab Orkanois.

"Ok! Orka, tolong makan aku!" pinta Mar mengejutkan.

"Apa?!?"

"Demi mempertahankan eksistensimu lah! Apa lagi? Selesaikan misimu, temui rajamu dan bilang padanya, 'maaf, tidak bisa membawa Mehdiard itu hidup-hidup,' udah kepake duluan soalnya. Lalu bawa semua buruanmu ini untuk mengobati rasa kecewanya!" jelas Mar.

"A-apa maksudmu, Mar? Mana bisa aku memakanmu?" sanggah Orkanois.

"Apa kau tidak lihat tubuhmu semakin memudar, hah?!? Lagi pula untuk apalagi aku hidup? Tolong sebutkan satu aja alasan kenapa aku harus hidup di dunia ini!"

Orkanois tidak menjawab dan hanya memejamkan matanya.

"Setidaknya aku bisa mati di dalam dirimu ... mungkin. Karena aku nggak bisa membunuh diriku sendiri, bahkan setelah membunuh seluruh manusia di Bumi. Bukannya aku juga udah janji untuk membantumu memburu manusia? Makan aku untuk memenuhi semua janjiku," jawab Mar yang sudah tidak mempunyai harapan.

"Arrrggg ... Baiklah! Terserah apa maumu!" bentak Orkanois kepada Mar yang sedang tersenyum menanti dirinya tuk dimakan.

Orkanois menghampiri Mar dan melebarkan mulutnya dua kali lipat, bersiap tuk melahap. "Sebelumnya, ada kata-kata terakhir yang ingin kau sampaikan?"

Mar menjawab, "Umm, aku harap aku bisa makan sayur jamur buatan Ibu."

Setelah mendengar jawaban terakhir dari Mar, Orkanois melahapnya bulat-bulat dalam waktu dua detik. Lalu secara perlahan, eksistensi Orkanois pulih hingga 100%.

Tidak ada yang ia lakukan selama beberapa jam setelah itu, selain berdiri mematung di samping jasad ayahnya Mar, di tengah dinginnya senja menyapa hamparan sawah hijau, seraya memandangi langit yang mulai menampilkan gelapnya.

Butiran air menetes membasahi wajah dari jasad ayah Mar, padahal sedang tidak hujan. "Hahhahaha ... Mar! Apa yang kau lakukan di dalam tubuhku? Sehingga membuatku menangis? Bodoh! Kini kau merubahku seperti manusia lemah. Hahahaha ... Haaaaaaa .... HAAAAAA ... GRRHHAAAAAA ...!"

<><><>

Dalam gelapnya malam, Orkanois terbang mencari tangan dan kedua pedang slaz-nya yang terjatuh di kota. Dunia benar-benar senyap kala itu, yang terdengar hanya suara-suara hewan menikmati sunyinya malan dari kegiatan manusia.

Di saat sudah menemukannya, ada suara bisikan memanggil, "Psst! Orka!"

"Duxa. Hah ... mau apa kau?"

"Tolong antarkan aku ke dunia paralel, kode RMD! Aku membutuhkan data dalam kepala seseorang di dunia itu, hasil uji coba kecocokan pikiran ras Orkis dengan bangsa manusia," pinta Duxa si Bayangan.

"Bukan urusanku! Lebih baik kau pergi dari sini!" gertak Orkanois.

"Justru itu, aku ingin pergi dari dunia ini. Lagi pula, jelas-jelas ini urusan semua Orkis yang ingin memakai tubuh manusia, yang berarti urusanmu juga. Tanpa data itu, aku tidak tahu apakah tubuh manusia masih cocok atau tidak. Atau kau ingin semua buruanmu ini sia-sia? Hey, Pangeran yang diasingkan!" jelas Duxa.

"Meminta bagaimapun, aku tidak tahu cara membawamu ke sana," pungkas Orkanois.

"Ou ... aku kira kau sudah tahu, ternyata kau belum mengetahui betul fungsi sebenarnya Teeporth. Kau tahu, Teeporth bukan hanya bisa melipat tempat, atau manusia menyebutnya teleportasi, melainkan bisa juga untuk melipat dimensi dan melipat waktu," ujar Duxa mencengangkan.

"Apa?!?"

"Yup! Caranya sama seperti biasa. Untuk membuka portalnya, fokus dan konsentrasi harus lebih ditingkatkan, setingkat kau tidak boleh merasa terusik, walau sebuah pedang menancap di kelapamu, karena memang rasanya setara dengan ditusuknya kepala oleh sebilah pedang. Lalu putar kedua pedang slaz secara berlawanan, dalam satu portal," jelas Duxa.

Seketika Orkanois tersenyum dan berkata, "Ayo berangkat! Tunggu apa lagi?"

***


*Dunia paralel adalal dunia teoritis yang berdampingan dengan dunia kita, namun mempunyai kehidupan yang berbeda.

ORKANOIS (END)Where stories live. Discover now