02 - 3 : JALAN-JALAN MALAM

165 26 0
                                    

Seul dan In Sa jalan-jalan tanpa Gye Ran. Mereka ingin melihat suatu tempat yang katanya ada tiruan menara eiffel sedang dibangun di sebuah jalan. Wah, benar-benar tinggi dan berkilau. Seul dan In Sa jadi ingin pergi ke Paris. Mereka mematung terpesona. Saking terpesonanya, es krim yang sedang mereka pegang pun meleleh.

“Eh, kita lihat lebih dekat yuk! Aku mau sentuh!” kata In Sa.

“Tapi kan seharusnya kita tidak boleh melewati batas itu!” Seul menunjuk garis kuning pada radius kira-kira tujuh meter di sekeliling menara eiffel tiruan yang belum selesai dibangun itu.

“Toh banyak yang sedang ada di sana,” kata In Sa, sambil mengangguk ke arah orang-orang yang berdiri di dalam garis pembatas yang berwarna kuning itu.

Seul ragu.

“Tidak apa-apa, ayo!” In Sa janji tidak akan terjadi apa pun yang berbahaya.

Seul dan In Sa akhirnya melewati garis batas itu. Benar saja, menaranya terlihat lebih indah. Bagian bawahnya sudah dihiasi lampu-lampu dan berada dalam capaian mereka sehingga bisa disentuh. Kaki-kaki menara ini benar-benar kokoh seperti permanen, dan sebagian badannya telihat tegap dan keren. Seul harap, menara ini ada di sini selamanya.

Tililit tililit! Dae Woong menelepon.

“Appa?” Seul menjauh dari In Sa, karena di tempatnya berdiri terlalu berisik oleh suara pukul-pukul besi dan lainnya. Setelah sedikit menjauh, Seul masih harus menutup kuping.

“Kau di mana? Cepat pulang!” Dae Woong mengomel.

“Sedang jalan-jalan dengan temanku,” Seul menjawab dengan agak berteriak.

“Jalan-jalan ke mana? Dan itu suara apa?” Dae Woong menginterogasi.

“Hanya pembangunan.” Seul ingin segera mengakhiri obrolan di telepon yang memusingkan ini.

Dae Woong bercerocos, “Kenapa ke tempat seperti itu? Bahaya! Cepat pulang! Selain itu, tadi kau membohongi pamanmu ya? Cha Gu Seul, pulang!!”

“Sebentar ...” Seul merengek minta tambahan waktu, tapi seseorang di seberang berteriak sambil menunjuk ke atas, “Oh? Awas bahaya!!”

Seul menengadah. Mata Seul melihat sebuah balok besi bergoyang-goyang dan mulai terlepas dari tambangnya. Tidak, balok besi itu sedang jatuh dan jatuhnya akan tepat di atas In Sa—yang terpesona oleh lampu-lampu dan mengelus-elus kaki menara. 

“In Sa-ya!” Ponsel Seul terlempar begitu saja dari tangan. Seul tak mempedulikan suara ayahnya yang berteriak-teriak memanggil. Seul harus menyelamatkan temannya!
Seul berhasil meraih tangan In Sa, tapi balok itu sudah terlalu dekat untuk dihindari.

In Sa kaget setengah mati.

Dan tiba-tiba Park Na Wi muncul bagai hantu. Dari arah mana datangnya, tidak ada yang tahu, bahkan Seul sekalipun. Dia berdiri menudungi dua gadis itu tanpa takut dan nyeri. Seul membeku, sementara In Sa—yang baru sadar akan bahaya—berpegang pada Seul dengan sangat kuat, dia SANGAT ketakutan.

BHUNG! Balok besi menimpa punggung Na Wi dengan sedikit memantul, dan—DIA BAIK-BAIK SAJA.
Seul tak percaya pada apa yang baru saja dilihatnya itu.

Na Wi masih menatap Seul, lalu pelan-pelan matanya menutup dan napasnya jadi terengah-engah. Sedetik kemudian, dia terjatuh lemas di hadapan mereka di atas kedua lututnya.

In Sa menangis keras, sementara Seul terdiam.

“Apa dia baik-baik saja?”, “Bukankah dia harus ke rumah sakit?”, “Dia kenapa itu?”, dan lainnya, kata orang-orang di sekitar. Mereka hanya berbisik-bisik dengan panik, cemas dan takut, tapi enggan mencemplungkan diri ke dalam situasi itu.

Na Wi mengangkat mukanya pelan-pelan, dan dia bertemu muka dengan Seul.

Apa yang baru saja Na Wi lakukan? Seul bergumam dalam hati.

Dan Na Wi sama sekali tak terlihat kesakitan, lelah, atau pun terkejut.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Where stories live. Discover now