14 - 2 : GANJIL

90 9 0
                                    

Begitu bulan datang, lampu ruangan dimatikan. Permata kecil Seul gemerlapan seperti kunang-kunang. Baru kali ini benda itu bertingkah begitu, pikir Seul. Seul khawatir, sedangkan Na Wi malah tertawa geli. Na Wi pun segera minta maaf untuk tingkahnya itu, pada Seul, agar Seul tidak marah lalu meninggalkannya sendirian dalam kesakitan. Seul dan Na Wi berpegangan tangan di tengah Gedung Olahraga.

Ekor Na Wi muncul. Jumlahnya ada tujuh. Seul terpesona oleh putih lembut berasapnya. Dan tanpa terasa ekor Seul juga keluar, biru mengepul. Na Wi memujinya. Seisi ruangan terasa dingin, semakin dingin, dan berasap.

Na Wi semakin erat menggenggam tangan Seul.

“Sunbae ...” Seul khawatir.

“Tidak apa-apa,” kata Na Wi, sambil mencoba tersenyum pada Seul.

Senyumannya benar-benar hebat. Sama sekali tidak terlihat kesakitan atau menyembunyikan kesakitan. Permata milik sunbae—yang ada di dalam tubuhnya ini—pasti sangat sangat membantu, pikir Seul, lega dan kagum pada kekuatan permata rubah Na Wi.

Asap telah merendah, dingin telah menyingkir, tapi ekor Na Wi masih tetap berjumlah tujuh. Ditunggu lebih lama pun, jumlahnya tetap tujuh. Dihitung berkali-kali pun, jumlahnya adalah tujuh. Tak ada satu pun dari ekornya yang menghilang.

Seul dan Na Wi bertanya-tanya dan perjalanan pulang mereka sepi dari kata.

Sesampainya di rumah, Seul bergegas masuk kamar dan melihat kalender meja di meja belajarnya. Dia sudah menandai hari dimana ekor kedua Na Wi menghilang. Seul menghitung sebelas hari darinya dan hasilnya adalah jatuh pada hari ini. Tidak ada yang salah dalam penghitungan haru, lalu kenapa?

Sedangkan Na Wi bergegas mencari Profesor Park. Dia bercerita dan menyampaikan kebingungannya. Profesor Park—yang dinilai ahli dalam hal kehidupan gumiho dan manusia—pun tak tahu jawabannya.

Dua hari kemudian, Seul mulai merasakan sakit. Dadanya sesak sekali—seolah ada yang retak di dalam, dan dingin—seolah jantungnya dibekukan. Seul hampir tidak bisa bernapas karenanya, dan dia segera teringat pada Na Wi.

Na Wi menelepon. Seul segera menerimanya.

“Seul-ah, kau baik-baik saja?” tanya Na Wi, dari balik telpon.

“Sunbae, apakah ...”

“Ya, ekorku menghilang,” Na Wi memberi tahu.

Oh, begitu rupanya, batin Seul. Dan rasa sakit semakin terasa di dadanya. “Sunbae, aku mengantuk sekali. Sudah ya!” Seul menutup telepon begitu saja. Dia tidak ingin Na Wi mengetahui keadaannya saat ini, entah kenapa.

Seul terduduk di ranjang. Dia merapatkan gigi-gigi untuk melawan rasa sakit ini. Keringat dingin mengucur di dahi, dan Seul hampir tak sadarkan diri.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Onde histórias criam vida. Descubra agora