16 - 2 : PARUH WAKTU

92 10 0
                                    

“Hari ini seharusnya adalah hari kematian ekorku yang ke-lima. Meski mungkin akan terlambat lagi, aku tetap menganggapnya akan tepat waktu. Karena kematian ekorku selalu tidak menentu, kita jadi lupa waktu: entah kapan ini akan berakhir dan entah hari ke-berapa ini. Tapi karena ekorku sekarang hanya lima, kuanggap ini sudah setengahnya.
Selama ini, aku cukup bergantung pada permatamu meski sebenarnya kematian ekor tidak begitu menyakitkan. Untuk itu, aku SANGAT berterima kasih padamu.

Oh, dan ada sesuatu yang harus kau tahu. Permatamu terus meredup. Itu membuatku bertanya-tanya tentang keadaanmu dan kurasa sebaiknya aku mengembalikan permata itu padamu. Kau ... baik-baik saja kan, Seul-ah?”
Sepanjang itulah ucapan Na Wi yang tidak didengarkan Seul.

Na Wi tak benar-benar pulang. Dia mengawasi Seul dari balik belokan, mengikutinya diam-diam hingga tiba dengan selamat di rumahnya. Tak berhenti di sana, Na Wi akan terus mengawasi Seul sepanjang malam ini. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada gadis itu sementara dirinya mengalami kematian yang tidak menyakitkan.

Na Wi memilih salah satu pohon di halaman belakang rumah Seul yang terletak paling strategis untuk memenuhi rasa ingin tahu sekaligus mengobati rasa cemasnya. Na Wi bisa melihat hampir seluruh rumah dari jendela-jendela yang ada, karena penglihatan luar biasanya.

Hal aneh yang Na Wi saksikan adalah kesulitan Seul dalam membuka pintu lemari es. Jika diingat, tadi pun Seul tidak menendang mesin penjual kaleng dengan baik. Seul kehilangan kekuatannya? Kenapa? Na Wi jadi semakin cemas.

Dari jendela dapur, Na Wi melihat Seul terduduk lemas, terkulai di meja makan. Seul menatap permata mungilnya dan terperanjat ketika permata itu mulai meredup seperti lampu yang sudah tua. Sementara itu, kelima ekor Na Wi muncul sekaligus. Dia tahu, kematian ke-limanya benar-benar akan terjadi malam ini.

Begitu Na Wi kembali mengalihkan penglihatannya pada Seul, dia TERKEJUT setengah mati. Ekor Seul muncul. Ini adalah pertama kalinya dia melihat ekor gadis itu dengan benar, begitu biru dan lembut. Na Wi terpesona untuk sebentar, karena kemudian Seul nampak BEGITU kesakitan.

Seul mengetuk dadanya kuat-kuat dengan kepalan tangannya yang terus menegang dan gemetar. Dia merasakan dingin yang tak tertahankan pada jantungnya. Karena itu, Seul mulai sulit untuk bernapas, bicara, dan bergerak. Seul ingin sekali meminta tolong, tapi—

Betapapun Na Wi ingin masuk ke dalam dan berada di sampingnya, dia tak berhasil menemukan cara. Na Wi tak tahu kode rumah Seul dan tak menemukan jendela yang bisa dia bobol tanpa dirusak. Na Wi juga tak bisa terlalu lama memalingkan pandangannya dari Seul yang sedang SANGAT kesakitan. Dan ketika dia tiba di jendela dapur untuk berteriak menyadarkan Seul, gadis itu telah kehilangan kesadarannya juga kehilangan ekor rubah yang hanya satu-satunya. Na Wi menyaksikan semuanya.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang