03 - 3 : TIDAK MUNGKIN

160 19 0
                                    

Ponsel Seul berada di tangan seseorang, yaitu Na Wi. Dia berdiri di pinggir lapangan, menunggu pemiliknya datang.

Dari kejauhan, Na Wi bisa melihat Seul telah datang. Dia lempar ponsel itu pada Seul berada  kira-kira lima meter di depannya. Karena menurutnya, sebatas itulah manusia bisa menangkap benda dengan benar. Dan Seul benar-benar menangkapnya tanpa salah sasaran.

Meski ponsel sudah ditangan, Seul tetap menghampiri Na Wi untuk menanyakan berbagai hal. Diawali dengan, “Sunbae-nim, apakah badanmu ada terasa sakit?”

“Kenapa?” Na Wi santai.

Dengan canggung, Seul menjelaskan, “Tadi malam kan Sunbae tertimpa besi besar sekali. Apa tidak ingat? Tidak ingat?” Penjelasan Seul berakhir dengan perkiraan ekstrim, bahwa Park Na Wi hilang ingatan. “Wah, bagaimana nih? Sunbae tidak ingat!” gumamnya, heboh.

Na Wi terkekeh. “Cih, ingatanku ini hebat. Kenapa aku tidak ingat? Aku ingat!” katanya.

Mata Seul berbinar-binar. “Benarkah? Jadi, Sunbae tidak apa-apa?”

Na Wi mulai meninggalkan Seul, sedangkan Seul mengikuti Na Wi. Seul TERUS bertanya dan bertanya tentang keadaan Na Wi yang sesungguhnya. “ ... Tadinya aku mau bawakan obat untuk Sunbae. Obat yang SANGAT SANGAT SANGAT mujarab. Tapi aku tidak tahu harus membawanya ke mana. Benarkah Sunbae tidak apa-apa? Yakin?”

Na Wi berhenti sejenak untuk mengelak, “Kau tidak bisa lihat? Kau punya dua mata kan dan masih sehat? Berhenti mengikutiku!”

Tapi Seul terus mengikutinya sampai hatinya puas. Tak ada yang bisa menghentikannya.

“ ... In Sa bilang, bisa saja Sunbae tidak merasa sakit meski terluka sangat parah. Benar tidak begitu? Benarkah Sunbae tidak memerlukan obat mujarabku?”

“Aku bahkan tidak punya bekas luka.” Na Wi melotot pada Seul, seolah keluar sinar laser dari kedua mata melototnya. “Mau lihat? Hah? Mau lihat?! Aku bisa memperlihatkannya kalau kau tidak percaya.” Na Wi tak keberatan melepas seragam.

Seul menggeleng keras, “Tidak perlu. Aku percaya. Tidak perlu diperlihatkan.”

Na Wi mengibaskan kepala seperti mengibaskan ekor. “Lagi pula, se-mujarab apa pun obat yang kau punya itu, tidak akan lebih mujarab daripada obat mujarab milikku sendiri,” katanya, sombong.

Oh, baguslah kalau begitu. Seul melepaskan Na Wi sejak saat itu. Dia sudah kehilangannya dalam selang waktu menunduk dan mengangkat kepala. Meski kaget karena Park Na Wi menghilang tiba-tiba, rasa kaget itu tertutupi oleh rasa kecewa. Ah, ponsel baruku ... Seul tidak akan mendapatkan ponsel baru.

Tapi benarkah sunbae itu baik-baik saja? Bagaimana mungkin seseorang bisa menahan balok besi sebesar itu? Ah, mungkinkah dia menyembunyikan rasa sakitnya dariku? Karena menyukaiku? Menimbang bagaimana caranya menatapku kemarin, pasti benar begitu. Dia bahkan mengarang tentang obat turun temurun keluarganya. Mana ada yang seperti itu? Dan apa? Tadi dia mencoba menggodaku? Mempelihatkan bahwa dia baik-baik saja katanya? Bilang saja mau memperlihatkan tubuh kerennya padaku. Wow Seul-ah, kau punya seseorang yang menyukaimu!

Ah, tapi bagaimana nih? Berarti dia sangat kesakitan. Ini tidak bisa dibiarkan! Seseorang bisa mati karenaku! Haruskah aku pinjamkan permata rubahku padanya sekarang? Tapi bagaimana?

Seul jatuh dalam kegalauan yang tidak masuk akal.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Where stories live. Discover now