03 - 1 : PIKIRAN GILA

175 19 0
                                    

Dia hanya terjatuh di lututnya dan berdiri lagi. Dia tidak mengatakan apa pun, lalu pergi. Semua orang terkesima melihatnya. Kebanyakan dari mereka berpikir, ‘bagaimana anak itu bisa tetap baik-baik saja?’. Kalau tidak punya pikiran gila, Seul juga akan berpikir begitu. Tidak, meski punya pikiran gila pun Seul tetap berpikir begitu.

Seul membantu In Sa berdiri. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya.

In Sa hanya mengangguk, dengan gemetar.

Kerumunan bubar. Paman-paman konstruksi meminta maaf berkali-kali pada Seul dan In Sa juga meminta mereka menyampaikan maaf pada Park Na Wi. Seul, sebagai orang yang lebih waras daripada In Sa saat itu, tidak mempermasalahkan kejadian barusan. Dia pun mengajak In Sa menepi dari tempat kejadian dan memutuskan untuk menenangkan diri dengan duduk-duduk di meja kecil di depan sebuah mini market yang tak jauh dari sana.

Sebotol jus di atas meja tidak pula diminum oleh In Sa, sedangkan kaleng soda milik Seul sudah hampir kosong. In Sa tidak akan bergerak kalau tidak digerakan. Jadi, Seul membukakan botol jus miliknya dan menyematkannya ke genggaman tangan In Sa. “Minumlah!” kata Seul, lembut.

“Hm.” Tangan In Sa gemetar, seolah botol jus itu amat berat. In Sa minum kira-kira beberapa tetes. Lalu suara meja terdengar jelas saat botol itu mendarat di atasnya. In Sa melepaskan rasa takutnya.

“Sekarang kau sudah merasa lega?” tanya Seul, hati-hati.

In Sa mengangguk.

“Syukurlah,” ucap Seul.

In Sa masih belum sadar sepenuhnya. Penglihatannya dipenuhi oleh kejadian tadi. In Sa bersuara, “Ngomong-ngomong, sunbae itu bagaimana? Balok besinya kan besar sekali, dan ...”

Seul memotong, “Kau juga lihat kan? Dia hanya jatuh sebentar, lalu bangun lagi. Dia tidak apa-apa!” Sebenarnya Seul tidak yakin—mana mungkin Park Na Wi tidak apa-apa, kecuali kalau dia hantu atau makhluk seperti dirinya—tapi demi In Sa, Seul berbohong dengan mengatakan kalimat tadi.

“Karena itulah!” suara In Sa bergetar, “mungkin dia itu semacam ... mati rasa? Dia tidak merasa sakit padahal lukanya sangat parah. Bisa saja kan?”

Seul tak terpikir tentang itu sebelumnya. Kini dia mulai gelisah.

“Seul-ah, bisa saja kan?” In Sa berharap Seul mengiyakan kalimatnya.

Seul tidak yakin, ada sesuatu yang HARUS dia lakukan. “In Sa-ya, aku pulang duluan ya? Sebelum kejadian barusan, ayahku menelepon dan marah-marah. Hm? Aku pulang ya!” Seul pun pergi dengan terburu-buru.

“Seul-ah!!”

Meski mendengar panggilan In Sa, Seul tidak menggubrisnya. Dia terlalu sibuk pada hal yang harus dilakukannya setelah ini. Seul yakin In Sa sudah baik-baik saja dan bisa pulang sendiri dengan selamat. Ada masalah yang lebih gawat dari In Sa, yaitu hidup Park Na Wi yang mungkin diujung tanduk. Seul harus cepat!

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Where stories live. Discover now