12 - 4 : TEMAN SETIA

96 12 0
                                    

Hanya Gye Ran yang setia menemani Seul. Dia adalah paman yang baik. Bahkan dia bersedia menjadi penyusup di Klub Taekwondo hanya untuk menunggui Seul latihan.
Sejak tadi, Seul hanya duduk diam. Dia tidak latihan, karena malas dan tidak punya partner untuk berlatih. “Seul-ah, latihan dengan Samchon saja yuk!” kata Gye Ran, menghibur.

Seul menggeleng malas. Seberapa keras pun para anggota klub berteriak, seberapa hebat pun mereka memukul dan menendang, dan meski pamannya berkali-kali terpesona dan meminta Seul untuk melihat, Seul tetap tidak tertarik. Taekwondo sudah tidak menarik lagi baginya.

“Samchon,” Seul memanggil pamannya yang sedang asik menonton taekwondo,  “kita pulang saja yuk!” katanya.

“Tapi latihannya belum selesai.” Gye Ran menunjuk arena latihan yang masih penuh.

“Aku mau berhenti saja,” ucap Seul, sambil melihat lantai.

“Apa?!” Gye Ran terkejut.

“Aku tidak usah ikut taekwondo lagi. Tidak apa-apa. Aku juga tidak usah pergi ke sekolah lagi. Aku lelah selalu dipanggil ke Ruang Konseling. Aku tidak mau begitu lagi. Aku mau pulang saja.” Seul turun dari tempat duduknya.

“Ya, pulang saja!” Na Wi muncul seperti hantu.

Gye Ran dan Seul langsung menoleh ke arahnya. Dan karena ucapan yang terdengar kasar yang diucapkan oleh Na Wi barusan itu, Gye Ran MARAH sekali pada Na Wi.

Tapi marah pun, Gye Ran tidak akan bisa memukul Na Wi. Jelas-jelas dia akan kalah dalam satu serangan. Seul tidak mau pamannya terluka, “Sunbae, kalau karenaku Sunbae jadi memiliki catatan hitam dan kalau karenaku Sunbae dipanggil ke Ruang Konseling, aku minta maaf. Aku tak bermaksud melakukan itu. Dan aku tidak melarang Sunbae untuk membenciku.”

“Bukan,” katanya, menghentikan langkah pergi Seul, “Aku membencimu, karena kau ternyata BUKAN manusia. Kau telah menipuku.”

Punggung Seul merinding karenanya.

“HEH!!” Gye Ran marah besar.

Dan Na Wi berkata, pada Gye Ran, “Kau juga pasti tidak tahu kan kalau sebenarnya keponakanmu ini bukan manusia? Seumur hidupmu, kau sudah ditipu olehnya. Dia bukan manusia, TAPI RUBAH. Sekarang aku bisa melihatnya dengan jelas. Kau—”

“Hentikan!” seru Seul. “Tanpa Sunbae katakan, aku pun tahu diriku ini apa. Benar, aku ini rubah dan bukan manusia. Karena itu, kuperingatkan kau ...” Seul mengambil aba-aba, lalu mengancam, “... mati kau,” dengan engah yang terdengar begitu sedih.

Lalu Seul melarikan diri dengan tangis di pipinya. Saat tiba di teras Gedung Olahraga, dia dihentikan oleh turunnya hujan. Tapi karena mengingat ada banyak musuh di dalam sana, Seul memutuskan untuk tidak takut pada hujan. Dia terus berlari meski Gye Ran memanggil-manggilnya—mengingatkan tentang flu. Akhirnya Gye Ran berhujan juga.

Tanpa bicara, Gye Ran tahu keponakannya ingin segera pergi dari sekolah. Maka dia menyiapkan sepedanya dan meluncur menerjang hujan sepanjang jalan. Begitu melihat sebuah bangku panjang yang menempel di dinding mini market, sepeda dihentikan dan Gye Ran menarik Seul untuk duduk berteduh sebentar di sana.

Dalam selang waktu pamannya menghilang ke dalam mini market untuk membeli minuman hangat, tangis Seul semakin keras dan hujan pun semakin deras.

“Seul-ah, kopi?” Gye Ran memberikan salah satu dari gelas kertas berisi kopi yang mengepul pada Seul dan duduk di samping keponakannya setelah itu. “Jangan menangis,” katanya, menghibur, “Hangatkan dirimu, dan minumlah,” lanjutnya, dengan penuh perhatian.

Tapi Seul tidak patuh. Dia hanya menggenggam gelas kertas itu.

Sementara Gye Ran meneguk kopi hangatnya, dia melihat tangan keponakannya gemetar hebat. “Kau kedinginan? Makanya berhentilah menangis!” Gye Ran kesal.

“Mianhae,” kata Seul, getir. “Benar, akulah yang membuat hujan ini turun. Aku bukan manusia, jadi aku bisa menurunkan hujan. Aku—”

“Memangnya kenapa kalau kau bukan manusia?” Gye Ran menyerang. “Kenapa? Aku juga bukan. AKU INI GYE RAN. TELUR. DAN HANYA SETENGAH. LALU KENAPA? ANGGAPLAH AKU ADA DI PIRING SEMUA ORANG SETIAP HARI DAN MEREKA MENERTAWAKANKU KARENA ITU. LALU? AKU TIDAK MASALAH. FAKTA BAHWA ADA AKU DI PIRING MEREKA SETIAP HARI, ARTINYA MEREKA SANGAT MENYUKAIKU. BUKAN BEGITU? KAU JUGA BERPIKIRLAH SEPERTI ITU. KAU RUBAH, LALU APA? KAU CANTIK DAN PANDAI MENIPU. SALAH SIAPA TERTIPU? SALAHMU? BUKAN. SALAH MEREKA SENDIRI. KENAPA MEREKA BODOH SEKALI? BODOH. SANGAT SANGAT BODOH. HUH!”

Berkat orasi konyolnya, Seul bisa sedikit tertawa dan hujan mulai reda.

“Wah, kau benar-benar bisa mendatangkan dan menghentikan hujan sekarang. Sudah punya ekor, hah?” Gye Ran penasaran.

“Hm.” Seul pamer dalam suasana hatinya yang masih agak sedih.

“Kalau begitu, ayo pulang dan perlihatkan ekormu padaku,” kata Gye Ran, penuh semangat.

Seul berdiri tiba-tiba. Lalu katanya, “Baik, tapi jangan pingsan ya?!” dia menggoda pamannya.

Gye Ran manyun-manyun kesal, tapi diam-diam tersenyum lega.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang