09 - 3 : BERUBAH PIKIRAN

124 16 3
                                    

Seperti katanya, Na Wi benar-benar terus berada di dekat Seul. Dimulai dengan janji pulang sekolah bersama dan janji akan bertemu di persimpangan jalan besok pagi sebelum berangkat sekolah. Kalau begini, Seul tidak perlu terlihat murahan dengan terus menempelinya seperti gadis-gadis itu. Hihi.

Ketika terdiam menunggu Na Wi keluar kelas, Seul bertemu dengan gadis berponi rata yang suka menempeli Na Wi. Dia marah-marah kepada Seul dengan seenaknya. Tentu Seul tidak terima. Katanya, Seul telah merebut Na Wi darinya. Padahal sama sekali tidak begitu. Justru Na Wi yang tertarik duluan pada Seul, pikir Seul. Huh. Gadis berponi rata itu mengkode Seul untuk ‘berkelahi’ dengan menyingsingkan lengan bajunya tinggi-tinggi. Seul tidak takut sama sekali, justru khawatir terhadap keadaan ‘musuhnya’ itu nantinya. Mungkin dia akan berakhir di rumah sakit jika berkeras melanjutkan perkelahian ini. Dan ketika dia hampir menjambak rambut Seul, Na Wi muncul.

“Seul-ah!!” panggil Na Wi.

Seul menyombong seketika.

“Kita makan samgyetang yuk!” ajak Na Wi, dan dia menggandeng tangan Seul.

Wajah Si Poni Rata itu memerah marah. Seul semakin bahagia. Seul membalas gandengan tangan Na Wi dan mengiyakan ajakannya. Mereka pun bergegas menuju resto ayam goreng aneh itu.

Karena sudah tahu tapi lupa dan ingat kembali bahwa resto ini sebenarnya tidak menjual samgyetang, Seul bersaran pada Bibi Keriting di meja depan, “Ajumma, kenapa tidak menjual samgyetang juga saja? Kami akan jadi pelanggan tetap di sini kalau menu itu ada.” Seul angkat-angkat alis.

Bibi Keriting bergumam, “Anak-anak gila. Kenapa ingin makan samgyetang di resto ayam goreng di siang hari musim panas begini?”

“Ayolah, masukan itu ke dalam menu ya?” pinta Na Wi, dengan sok imut.

Bibi Keriting menggebrak meja dan berteriak, “Aku tidak pernah DAN TIDAK AKAN PERNAH menjual samgyetang di RESTO AYAM GORENG KESAYANGANKU INI, apalagi DI siang hari musim panas seperti ini! KALAU TIDAK MAU AYAM GORENG, KALIAN PERGI SAJA SANA!”

Karena merasa seram, Seul dan Na Wi berhenti membujuk Bibi Keriting dan memesan ayam goreng saja. Dalam perjalanan menuju meja, Na Wi diam-diam mengoceh tentang betapa sensitifnya Bibi Keriting. Bibi Keriting pun sana, terus saja mengatai Seul dan Na Wi gila dalam ocehannya—yang juga menyebut-nyebut kata ‘panas’ dan ‘musim panas’—saat berjalan menuju dapur. Kalau mereka berdebat lagi, Seul akan MEMBALIK meja depan itu. SUNGGUH. SEUL TIDAK TAHAN DENGAN KATA ‘MUSIM PANAS’ YANG TERUS DIUCAPKAN OLEHNYA—eh?

Begitu berada di tengah resto, Seul baru sadar kalau resto ini ramai sekali dan hampir tidak ada kursi kosongnya. Seul dan Na Wi kebagian duduk di teras resto di hari yang panas ini. AUH, SEUL SUNGGUH TIDAK MAU MENDENGAR KATA ‘PANAS’ ATAU ‘MUSIM PANAS’ LAGI! Semua ini gara-gara Dae Woong, ayahnya.

Eh? Ayah? Kenapa ada bau ayah di sini? Seul mendeteksi keberadaannya.

“Ajumma!!” cukup lama kemudian, Dae Woong benar-benar datang—dengan memakai jas, kacamata hitam, dan topi. Dia bergaya ala selebriti sedang menyamar menjadi rakyat biasa. Dan kelihatannya Dae Woong begitu akrab dengan Bibi Keriting. Mereka mengobrol cukup lama tentang kabar, resto ayam, dan gadis bermata bulat. Apakah gadis bermata bulat yang mereka bicarakan itu adalah Mi Ho? Jadi, Dae Woong, Bibi Keriting, dan Mi Ho itu saling kenal? Benarkah? Bagaimana?

“Kau kenal orang itu?” tanya Na Wi, menyadarkan lamunan Seul.

“Oh? Seul-ah! Anakku!!” teriakan Dae Woong menjawab pertanyaan Na Wi.

Dae Woong langsung menghampiri Seul dan Na Wi dan menarik kursi ke meja mereka. Dia bergabung di meja Seul dan Na Wi tanpa tanya-tanya dulu. Dia berlagak sok akrab pada Seul—meski sebenarnya mereka memang akrab sih—tapi dia juga sok akrab dengan Na Wi.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Where stories live. Discover now