Prolog

23K 704 4
                                    

Venice, Italy.

Pintu kedatangan di bandara terbuka menampakan seorang gadis yang berjalan menarik kopernya dengan tergesa-gesa. Telinganya sibuk mendengar seseorang yang sedang berbicara di seberang sana.

"Segera kirimkan aku alamatnya" ujar gadis itu kemudian panggilan ditutup.

Dia melambaikan tangannya di udara membuat taksi yang tadinya melaju dengan cepat pun berhenti di depannya.

"Kau tidak ke hotel dulu? Setidaknya kau harus istirahat sebentar, Carla. Kau akan jatuh sakit jika—" Bip. Untuk kedua kalinya Carla menutup panggilannya.

Ia menghela nafas beratnya beberapa kali seperti menahan sesuatu yang akan segera keluar jika ia tidak dapat menahannya. Matanya mulai memerah, nafasnya pun mulai tersendat.

Pertahanan yang sedari tadi ia bangun pun runtuh, ia tak dapat menahannya lagi. Air matanya turun membasahi pipi. Dengan terisak, ia menyeka air matanya. Kemudian pandangannya beralih keluar jendela dengan perasaan kacau balau.

———

Awan gelap menambah atmosfer area pemakaman itu menjadi berat. Sayup-sayup terdengar suara isakan di sekitar sana.

Carla, gadis yang saat ini berdiri di depan peti mati ayahnya kini sedang menatap dengan tatapan kosong. Penampilannya kini tidak jauh beda dengan orang-orang berbaju hitam di sekitarnya. Sangat kacau.

"Adakah kata-kata terakhir?" Ujar pendeta menghancurkan lamunannya.

Carla mengangguk singkat. Ia memejamkan matanya, membiarkan setetes air mata membasahi pipinya untuk yang kesekian kali. Hatinya membisikkan sesuatu.

Di waktu yang bersamaan, tanpa Carla sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang terus manatapnya dari kejauhan. Tak tahu apa arti dari tatapan yang di tunjukkan pria itu, ia terus menatap Carla sampai akhir acara pemakaman.

.
.
To be continued.
💌
.
.

Mission To Get YouWhere stories live. Discover now