16

6.5K 319 2
                                    


Carla Pov

Ia menggenggam tanganku, menuntunku untuk masuk kedalam. Seketika aku terpukau melihat keindahan di dalamnya. Ruangan ini di penuhi dengan sinar oranye matahari senja yang masuk melewati celah jendela yang tak bertirai. Bangku-bangku kosong berjejeran dengan debu yang menempel disana.

Jika di lihat dari luar, gereja ini tampak menyeramkan karena terlihat sudah lama tak di urus, dan tampak tua namun megah. Tapi berbeda dengan suasana di dalamnya. Ini terlihat sangat indah membuatku ingin menangis haru melihatnya.

Pandanganku teralih menatap altar yang kini di terangi oleh sinar matahari. Lucas menarik tanganku, membawaku ke sana. Berjalan melewati jejeran bangku, perlahan aku menahan diriku untuk berhenti mengagumi keindahan ini.

"Kau suka?" Tanya Lucas ketika kami sudah berdiri di depan altar. Aku mengangguk, tak mampu berkata apapun.

Aku menatap matanya, mata birunya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyukai mata itu. Untuk pertama kalinya mata itu terlihat hangat menatapku. Aku tidak mengerti apa maksud dari tatapan itu, namun ia terlihat menatapku dengan penuh arti.

Aku menatap sekeliling, dan berhenti menatapnya kembali, "aku menyukai apa yang aku lihat" ucapku dengan senyum tentu saja.

"Aku juga menyukai apa yang aku lihat" matanya menatapku dengan lekat. Tak sedikit pun ia berpaling. Senyumku perlahan pudar ketika ia mulai bersujut di hadapanku, mengeluarkan sebuah kotak kecil dan membukanya.

Tak mampu berkata apapun, aku menatap Lucas meminta ia menjelaskan padaku apa artinya semua ini setelah melihat cincin yang indah terlihat jelas ketika ia membuka kotak itu.

"Lucas," panggilku dengan suara tertahan. Aku kembali menggigit bibirku menahan air mataku yang akan keluar sesegera mungkin.

Sedangkan Lucas, ia tersenyum melihatku. Melihat senyumnya membuatku ingin langsung memeluknya jika ia tidak bersujut didepanku seperti ini.

"Carla," panggilnya.

"Tidak ingin kehilangan dirimu untuk yang kedua kalinya. Aku Lucas Lexington ingin menjadikanmu sebagai pendamping hidupku, menjadikanmu sebagai tanggung jawabku untuk membahagiakan dirimu. Aku ingin memilikimu seutuhnya. Mengikat hubungan ini dalam janji yang telah kubuat. Aku akan membuatmu bahagia, Carla. Dengan berada di sisiku" suara Lucas melembut pada akhir ucapannya. Tak sadar bahwa air mataku sedari tadi mengalir membasahi pipiku.

"Baby, be mine?" Ucapnya lembut.

Dengan tersenyum lebar, aku mengusap kasar air mataku. Aku mengangguk menanggapi pernyataan cintanya. "Yes!" Ucapku berulang-ulang.

Perlahan ia memasang cincin itu pada jariku dan kemudian berdiri. Aku langsung memeluknya seerat mungkin dan nangis dalam dekapannya.

Melepaskan pelukannya, ia mengangkat daguku untuk menatapnya. Menyatukan bibirnya padaku kemudian melumatnya. Lumatannya pada bibirku menuntun dan lembut. Sesekali ia mengecup kemudian kembali melumatnya. Aku mengalungkan tangannya di lehernya, menarik pelan rambutnya dan ia pun memperdalam lumatanya. Semakin lama lumatannya semakin dalam dan menuntun. Erangan kecil keluar dari mulutku ketika merasakan tangannya yang kekar mengusap pahaku sampai ke bokongku.

"Lucas!" Pekikku membuatnya ia menghentikan aksinya dan terkekeh.

"Apa?" Tanyanya santai sembari meremasnya.

"Tanganmu selalu saja tak bisa diam!"

Ia menarik tubuhku dalam pelukannya dan mengusap kepalaku. Ia mengecupnya pelan. Aku menyukai aromanya. Perlahan aku menutup mataku dan mempererat pelukannya padaku.

Mataku terbuka dan langit kamar adalah satu hal yang pertama kali ku dapati. Apakah tadi itu mimpi?

Bermimpi sesuatu yang terjadi sore tadi di gereja membuatku sangat merindukan Lucas. Aku merindukan pria itu. Sangat merindukannya.

Aku menoleh kesamping mendapati Ellena yang tidur dengan nyenyak sampai mendengkur dengan keras. Perlahan aku menggapai ponselku dan mengirim pesan untuk Lucas.

Hanya pesan singkat, namun sangat berarti segalanya untukku. Atau mungkin untuknya juga.

'Aku merindukanmu. Cepatlah kembali' Hanya itu. Kemudian aku memilih tombol kirim di layar.

Meletakkan ponselku, aku kembali tidur. Berharap bahwa ia membaca pesan singkat dariku.

————

Disisi lain, suasananya sangat mencekam. Raut wajah setiap orang yang ada di dalam ruangan itu terlihat tegang setelah mendengar rencana yang di ajukan bos mereka.

"Ada yang keberatan?" Kedua kaki Lucas sudah terangkat diatas meja. Ia mengisap cerutunya kemudian menghembuskannya di udara.

Semuanya menggeleng tak berani membantah. Tugas yang diberikan Lucas kepada mereka jika di dengar tidaklah sesulit yang mereka bayangkan, hanya saja terdengar menyiksa. Apalagi bagi Matthew yang tak sekeras semua orang yang ada di ruangan itu.

"Bagus. Connor, ajukan kerja sama dengan klan itu segera" Connor mengangguk paham. Pandangan Lucas beralih menatap Matthew.

"Aku akan mengirimmu ke Calabria untuk mengatasi kekacauan disana" Matthew juga mengangguk paham. Mengatasi kekacauan bukanlah hal yang sulit untuknya dibandingkan dengan merengut nyawa seseorang.

Lucas sendiri memutuskan untuk ke Calabria bersama Matthew untuk melihat-lihat keadaan disana selama kurang dari tiga hari. Setelah itu ia akan kembali ke Roma mengecek markas utama mereka.

Rapat mereka di akhiri. Lucas mematikan puntung cerutunya, berdiri dari duduknya dan mengambil ponselnya. Ini sudah tengah malam namun pikirannya terus membayangi gadisnya. Beberapa hari tidak bertemu dengan Carla akan terasa menyiksa bagi Lucas.

Lucas berjalan ke arah balkon. Merasakan angin malam menerpa tubuhnya. Ia membuka ponselnya dan mendapati pesan manis dari gadisnya.

Tidak sampai satu hari mereka berpisah namun Carla menyuruhnya untuk segera kembali. Lucas hanya membaca pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Ia mengantongkan ponselnya, memejamkan matanya membayangkan dirinya yang sedang bedua dengan Carla sore tadi. Bayangan dirinya yang sedang melamar Carla dan mencium gadisnya dengan tak sabar seakan-akan kedepannya tidak ada lagi kesempatan baginya untuk melakukan itu.

Mission To Get YouWhere stories live. Discover now