22

6.4K 819 13
                                    

Sejak dipijaknya pasir itu tepat tiga puluh menit yang lalu, Attala belum juga menampakkan batang hidungnya. Membuat Kinan yang sudah berhasil membuat kepalanya dingin kembali panas dan beruap. Ditendangnya pasir sekencang mungkin. Mencoba mengurai rasa bosan.

Sebisa mungkin Kinan menahan diri untuk berpura-pura tidak tau apapun, tapi untuk saat ini ego mengalahkan segalanya. Dikontaknya cowok yang pernah menjalin kasih dengannya itu untuk bertemu hari ini. Di taman biasa dekat rumah Kinan.

Aksinya itu terhenti begitu roda motor berdecit dari pinggir jalan. Membawa serta pengemudi yang tidak lain dan tidak bukan adalah Attala sendiri.

Attala melepas helm lalu meletakkan pelindung kepala tersebut diatas tangki motor. Perlahan dilangkahkannya kaki menghampiri Kinan.

"kamu yang minta aku kesini, tapi sekarang kamu yang buang muka." Attala mengatakannya bersamaan dengan Kinan yang membuang pandangan kearah lain.

Ini bukan pertama kalinya. Bahkan mungkin sudah biasa. Tapi setiap kali gadis didepannya ini bertingkah seolah mengacuhkannya, rasanya beribu kali lebih menusuk dari apapun.

Bukan salah satu. Mereka saling menyakiti. Itu faktanya.

Karena tak mendapat jawaban, Attala meraih tangan Kinan untuk digenggamnya. Namun yang didapatinya hanyalah tepisan kasar. Menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak ingin disentuh sedikit pun.

Attala tertegun.

"kamu mau melangkah sejauh apa lagi?" sarkasnya.

"maksud kamu apa sih?" Attala mengerutkan kening.

Sementara emosi Kinan makin menjadi-jadi. Sebisa mungkin ditahannya karena ia tidak ingin meluapkan amarahnya dihadapan Attala.

"tolong Ta," gumamnya, "aku mau hidup tenang."

"kenapa? Aku bikin kamu gak tenang?" ganti cowok itu bertanya.

Kinan tak menjawab.

"kamu sendiri yang bikin hidupmu gak tenang." lanjut Attala.

"apa maksudnya?"

"kamu mau coba buka hati sama dokter itu kan? Tapi nyatanya perasaan kamu gak bisa lepas dari aku."

Ucapan Attala barusan sukses mendorongnya pada palung terdalam lautan. Karenanya Kinan dapat merasakan sesak saat itu juga.

"tampar aku kalo semua yang aku bilang tadi salah."

Kali ini yang tertegun adalah Kinan. Ia tak menyangka bahwa Attala bersikap lebih berani dari biasanya. Lebih galak. Seperti orang yang sedang berusaha membangun kembali bentengnya yang telah runtuh diterjang badai.

Attala sukses menggertaknya. Maka dari itu Kinan benar-benar kehilangan arah sekarang. Dua tangannya perlahan mengepal erat. Ia meringis kecil tatkala kuku jarinya yang panjang menggores telapak tangan.

Tubuhnya bergetar karena menahan emosi yang tertahan.

Attala masih menunggu.

"kenapa, gak bisa?"

Mendengar pertanyaan retorik itu membuat telinga Kinan semakin berdengung nyaring. Ia menghela nafas panjang. Melepaskan batu besar yang menghimpit dadanya.

"tolong pergi sekarang." ucap Kinan pelan penuh getaran.

Attala masih tak bergeming ditempatnya. Manik hitamnya yang setajam mata elang mengiris milik Kinan.

"oke, aku pergi."

Pada akhirnya Attala lah yang harus mengalah. Meski hatinya ingin tinggal, tapi egonya lebih memilih untuk pergi. Kinan butuh waktu untuk menyendiri.

✔ [0.2] AN INTELLIGENCE - KINAN Chap. 2// Jung JaehyunWhere stories live. Discover now