37

6.2K 794 26
                                    

Jeff menaikkan resleting jaket cokelatnya karena merasa orang-orang mulai menatapnya dengan penuh arti. Ada yang terpesona, ada yang kebingungan dan sebagainya. Padahal Jeff hanya mengenakan kaos polos abu-abunya saja, sementara seragam dinasnya sengaja dilepas.

Begitu memasuki kafe yang terletak didekat pintu masuk mal tersebut, Jeff langsung tertuju pada satu orang. Tanpa mengucap salam pun seseorang yang menunggu sudah pasti menyadari keberadaannya.

Jeff duduk dikursi depan Attala. Pandangannya lurus kedepan tanpa senyum ramah yang biasanya ia tunjukkan pada orang lain.

Jangan tanyakan mengapa dua laki-laki itu bisa bertemu disini. Banyak yang perlu mereka bicarakan empat mata. Tentang bagaimana kelanjutan hidup yang serumit benang kusut itu.

Attala tersenyum mendengus karena mendapat sorotan tajam itu, "gak mau mesen minum?" tanyanya kalem.

Jeff menaikkan alis, "pada kenyataannya gue kesini karena permintaan lo, bukan untuk santai." balasnya sama tenang.

Mendengar jawaban itu Attala langsung mengangguk setuju. Ia menghela nafas panjang sebelum membuka percakapan yang sebenarnya.

Waktu mereka memang terbatas. Keduanya curi-curi jam istirahat untuk bisa bertemu disini.

"gimana hubungan lo sama Kinan?" Attala melontarkan pertanyaan tersebut dengan to the point.

"sejauh apa yang mau lo tau?" Jeff balik bertanya.

"gak banyak, gue cuma perlu intinya aja."

Jeff terkekeh sarkas, "lo bukan bokapnya kan? Kenapa ngurusin banget yang kayak beginian sih?"

Mata tajam Attala menghantarkan kilat begitu mendengar ucapan Jeff. Sebisa mungkin ia menahan emosinya yang menggila. Bagaimana pun juga masalah seperti ini harus diselesaikan dengan kepala dingin.

"gue cuma memastikan aja kalo lo orang yang tepat." timpal Attala.

Senyum dibibir Jeff meluntur, "gue bukan elo, Attala."

🔫🔫🔫

Sejak pagi tadi, Jakarta sudah diguyur hujan. Mungkin juga karena mulai memasuki musim penghujan diakhir tahun.

Jeff menghela nafas panjang sambil bersandar pada kursi kemudi. Kedua tangannya bertengger diatas setir mobil. Ia mulai bosan karena kepadatan jalan yang sedang dihadapinya.

Jangankan hujan deras, hari secerah apa pun jalanan ini pasti macet.

Titik-titik air pada kaca mobil menjadi daya tariknya saat ini. Turun satu-persatu tanpa peduli rasa sakitnya dijatuhkan.

"ternyata bener-bener gak ada celah kosong buat gue masuk lagi. Lo merdeka sekarang, gue lepas tangan."

Kalimat tersebut terus berputar dalam kepalanya. Ada sedikit pertanyaan yang menyertai, mengenai alasan apa yang menyebabkan Attala memilih mundur.

Sepanjang pertemuan kurang lebih satu jam kebelakang, tak ada tanda-tanda keraguan dalam nada bicara Attala. Meski berat dan penuh tekanan, ia bisa menyampaikan sampai tuntas mengenai tujuan tatap muka itu.

"sedalam apa perasaan lo buat Kinan?"

"titik terdalam dari kelemahan laki-laki. Lo pasti paham maksudnya. Gue bakal mati kalo ngeliat dia terus hancur."

Pembicaraan antara dua pria dewasa itu menarik kesimpulan yang mutlak bahwa Attala memilih untuk melepaskan keterikatannya. Seolah meminta Jeff untuk menggantikan posisinya selama ini.

✔ [0.2] AN INTELLIGENCE - KINAN Chap. 2// Jung JaehyunWhere stories live. Discover now