4 Peninggalan sang Ibu

759 146 4
                                    


Tidak terasa sudah hampir setahun Zhuoyue di dunia ini. Banyak yang dia coba kuasai. Dia belajar kaligrafi. Sekarang tulisannya sangat rapi. Dia juga belajar cara menyulam, melukis,dan bermain musik. Walaupun di kehidupannya yang dulu dia sudah menguasai semuanya, tapi tangan anak umur tiga tahun masih lemah dan harus banyak dilatih. Kenapa seorangpangeran berlatih seperti anak perempuan?

'Memangnya kenapa? Aku asalnya perempuan!'

Tapi alasan sebenarnya adalah tidak ada yang bisa mengajarinya hal-hal 'kepangeranan'. Tidak ada yang bisa mengajarinya berpedang, memanah, berkuda, dan hal-hal yang menyangkut bela diri. Dia hanya bisa bergaul dengan tiga anak gadis kecil. Penjaga gerbang? Mereka tidak bisa diharapkan.

Zhuoyue juga berlatih puisi, politik, militer dan hal-hal lain dari buku yang dibawakan pelayannya. Secepat-cepatnya dia belajar. Dia hanya bisa membaca satu buku sehari. Sudah ratusan buku dari perpustakaan yang dia baca. Tapi banyak sekali yang dia belum mengerti. Ingin rasanya mendapatkan seorang guru. Tapi dengan keadaannya yang seorang pangeran yang diabaikan, itu agak tidak mungkin.

Ulang tahunnya akan diadakan dua minggu lagi. Tidak ada yang ingat kecuali pelayannya. Dia tidak pernah berharap untuk dirayakan besar-besaran seperti pangeran yang lain. Dia hanya berharap dapat makan sepotong daging yang lezat.

Dari jauh dia bisa melihat Mei Ling berlari kearahnya. Aku benar-benar khawatir, dengan rok sepanjang itu, aku takut dia jatuh.

Setelah di depannya, dia menarik napas panjang. dan memberi hormat.

"Pangeran, seorang Nanny ingin bertemu dengan mu." ucap nya.

"Nanny?"

"Ya, dia adalah pelayan yang sebelumnya melayani ibu anda."

'Pelayan sebelumnya? Mengapa dia baru datang pada kai sekarang?'

Zhuoyue mempersilahkan nya untuk datang keruang tamu.

Saat masuk, dia melihat seorang nenek sekitas 50-an.

"Hamba memberi hormat kepada pangeran." ucapnya sambil bersujud beberapa kali.

"Bangkitlah."

Zhuoyue pun duduk di kursi utama.

"Silahkan duduk, tidak baik berbincang sambil berdiri."

Nenek itu pun duduk di sebelah kiri. Mei Li menuangkan secangkir teh.

"Kami hanya memiliki satu jenis teh. Aku harap Nanny tidak merasa keberatan."

"Tidak, hamba merasa sangat tersanjung."

"Saya dengar Nanny adalah pelayan dari ibu selir, apakah ada yang perlu Sampaikan?"

Nanny melihat wajah pangeran sekilas dan menundukan kepalanya lagi. Nanny mengeluarkan kantong kecil berwarna merah muda. Dia menyerahkannya kepada Mei Li untuk diserahkan kepada Zhuiyue.

"Apa ini?"

"Itu adalah cincin peninggalan ibu pangeran. Sebelum meninggal, beliau meminta hamba untuk menyerahkannya kepada pangeran. Beliau berkata cincin itu adalah harta turun-temurun keluarga beliau."

Zhuoyue memperhatikan cincin giok putih di tangannya. Tidak ada hiasan apapun. Hanya putih polos.

"Nanny, aku dengar kau sudah diberhentikan. Apa yang biasa kau lakukan?"

"Hamba sekarang mengurus cucu hamba. Menghabiskan masa tua dengan anak-anak."

"Itu bagus. Aku harap nanny bahagia."

"Terima kasih pangeran."

"Aku tidak memiliki barang yang bagus. Tapi aku menyulam sebuah saputangan dan baru selesai kemarin. Aku harap kau menyukainya."

Zhuoyue meberikan saputangan putih dengan sulaman burung bangau yang indah kepada Mei Ling. Mei Ling memberikannya kepada Nanny.

"Terima kasih pangeran." dia enerima hadiah tersebut dengan wajah haru.

"Maaf Nanny, aku sebenarnya bukan mengusirmu. Tapi istana bukan tempat yang aman untuk bertau lama-lama."

"Hamba mengerti. Maafkan hamba karena tidak bisa membantu pangeran."

"Tidak apa, aku sudah memiliki tiga asisten yang cantik." Zhuoyue terseyum tulus.

Mei Li mengantar Nanny keluar dari kediamannya.

Setelah Nanny pergi, Zhuoyue meminta Mei Lan untuk menyiapkan tali yang bagus untuk dibuat kalung. Dia tidak ingin kehilangan cincin itu. Jadi dia menyimpannya di tubuhnya. Setidaknya ini satu-satunya barang berharga di rumah ini.

BECAME A PRINCEWhere stories live. Discover now