.11. / babys breath

1.9K 366 64
                                    

baby's breath - floriography meaning (purity of heart, innocence)

Sudah empat puluh satu hari.

Kalau tadinya dunia hancur, sekarang dunia sudah tidak bersisa – kalimat itu terputar di otaknya berulang-ulang, seperti mantra, seperti sebuah doa. Itu adalah jawaban dari pertanyaan yang ia berikan pada Mark, berbulan-bulan yang lalu sebelum tubuh mereka terkontaminasi sesuatu yang tidak ada obatnya. Ia ingat jelas kenangan yang satu itu, bahkan tidak seperti mimpi, saking jelasnya ia bisa saja mempercayai kalau percakapan itu baru terjadi kemarin. Seberantakan apapun dunia saat itu, dua tahun lalu – Mark masih bisa tertawa-tawa dengan bola basket di tangannya, dan ia sendiri – walaupun sudah pandai dengan pisau-pisaunya, masih menenteng sepatu ballet kemana-mana.

"Kalau aku mati, kau bagaimana?" Mereka berbaring bersama di bawah selimut langit, menikmati kilauan bintang yang tidak akan tersentuh kerusakan bumi, satu-satunya yang mengingatkan mereka kalau mereka masih hidup. Gadis itu membiarkan kepalanya bersandar ke lengan sang kekasih yang terbuka lebar, memperhatikan bagaimana ekspresi Mark yang kelelahan karena tertawa terbahak-bahak berubah menjadi keterkejutan sementara.

"Kenapa bertanya begitu?" Mark bertanya balik, tersenyum canggung dan mengerenyitkan hidung – pemuda itu tidak menyukai pertanyaannya, atau sederhana tidak menyukai bayangan dimana Katie tidak ada di dunia. Gadis itu tersenyum, kemudian menarik dagu sang pemuda dengan perlahan, mengecupnya singkat sebelum menatapnya dengan pandangan menuntut.

"Jawab aku."

Napas pemuda itu tercekat.

"Aku tidak tahu." Akhirnya Mark menjawab, ia memutar tubuhnya sampai mereka berhadapan, tangannya sibuk memindahkan rambut-rambut pirang liar dari wajah Katie, menyembunyikan mereka di belakang telinga sang gadis. "Dunia sudah hancur, dan kalau kau tak ada – kurasa mungkin dunia sudah tidak bersisa."

Katie tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah Mark tidak ada. Ia mengisi waktu luangnya untuk membaca bersama pemuda itu, tidak peduli Mark sadar atau tidak. Sekarang ia terduduk di headquarter federal, mendengarkan jam berdetik dan memandangi salju yang masih menutupi permukaan jalan di New York City. Ia rindu dunia yang dahulu, dunia masa kecilnya – dimana dunia masihlah tempat yang luas, dengan banyak negara yang bisa ia kunjungi dan berbagai kultur yang bisa ia pelajari – Katie memejamkan matanya, menghitung ada berapa benua yang masih utuh, dan berapa kota yang masih berdiri demi melupakan apa yang harus dilupakan.

Kapal laut dan kapal selam bahkan lebih dibutuhkan sekarang, mereka berpindah tempat dengan dua mesin itu, perjalanan antar benua semakin jauh, kutub utara sudah tidak ada – tinggal tunggu global warming sampai akhirnya mereka tidak ada. Berapa tahun lagi kira-kira sampai itu terjadi? Menanam ribuan pohon akan membutuhkan waktu lama, ia mengintip keluar sekali lagi – sekarang ukuran pohon-pohon itu barulah satu meter diatas tingginya sendiri. Ia menghela napas, mengapa ia repot-repot bertahan hidup? Toh akhirnya ia akan mati juga.

"Apa yang kau pikirkan?"

Dengan segera, ia mengalihkan pandangannya ke arah sang sumber suara, Wendy dan Suga – di loveseat utama mereka. Menyenangkan melihat mereka bersama, Wendy membaringkan kepalanya di dada sang pemuda, dan pemuda itu – walau tak banyak bicara, jelas menujukkan rasa cintanya pada sang istri. Katie menekan bibirnya bersamaan dengan kuat, menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang berubah, semua orang masih bahagia, semua orang setidaknya masih berusaha bahagia – namun mengapa ia merasa ada yang janggal pada dirinya, sendiri – seakan-akan ia salah tempat. Ia tidak berusaha melakukan apapun, bahkan untuk bahagia – ia tidak bahagia, mengapa ia harus berpura-pura?

Lovers Of The Light [HIATUS]Where stories live. Discover now